Senin, 18 Oktober 2010

Oh, Kebiasaan (1)

Siapakah aku?
Aku adalah teman tetapmu.

Aku adalah penolongmu yang terbesar atau bebanmu yang terberat.
Aku akan mendorongmu maju atau menyeretmu menuju kegagalan.
Aku sepenuhnya tunduk kepada perintahmu.

Sebagian hal yang kau lakukan mungkin sebaiknya kau serahkan saja kepadaku,
maka aku akan dapat melakukannya dengan cepat dan tepat.
Aku mudah diatur—kau tinggal tegas terhadapku.
Tunjukkan kepadaku, bagaimana persisnya kau ingin sesuatu itu dilaksanakan,
dan setelah beberapa kali belajar aku akan melakukannya dengan otomatis.

Aku adalah hamba dari semua insan besar,
dan sayangnya juga hamba dari semua pecundang.
Mereka yang besar, telah kujadikan besar.
Mereka yang gagal, telah kujadikan pecundang.

Aku bukan mesin, walaupun aku bekerja dengan ketepatan
seperti mesin, ditambah intelegensi manusia.
Kau bisa menjalankan aku demi keuntungan atau demi kehancuran,
tak ada bedanya bagiku.

Ambillah aku, latihlah aku, tegaslah terhadapku,
maka aku akan meletakkan dunia di kakimu.
Kendurlah terhadapku, maka aku akan menghancurkanmu.

Siapakah aku?
Aku adalah kebiasaan.


Salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi, bahkan menentukan kehidupan setiap manusia, adalah kebiasaan. Siapa diri kita, seperti apa diri kita, bahkan akan menjadi apa diri kita kelak, dapat diprediksikan dari apa kebiasaan kita sekarang. Kebiasaan adalah hal kecil, tak terlihat, terbentuk secara perlahan-lahan, tapi sangat menentukan seluruh hidup kita, baik atau pun buruk.

Hidup kita selalu dipengaruhi oleh kebiasaan kita—begitu pula takdir kita. Orang tidak bisa cerdas tanpa rajin belajar, sementara rajin belajar adalah masalah kebiasaan. Tidak ada orang yang dilahirkan dengan takdir sebagai orang yang rajin belajar—hal itu dibentuk dari kebiasaan. Ketika kebiasaan itu terbentuk hingga menjadi hal yang biasa dilakukan sehari-hari, maka si pemilik kebiasaan itu pun akan mencapai takdir yang diantarkan oleh kebiasaannya.

Takdir kita diantarkan oleh kebiasaan kita. Dan kebiasaan kita dibentuk oleh diri kita sendiri. Kitalah yang membentuk kebiasaan kita, entah kebiasaan baik atau pun kebiasaan buruk. Kitalah pembentuk kebiasaan itu, dan pada saat yang sama, kita pun pembentuk takdir hidup kita. Sebagaimana orang yang rajin belajar pasti akan semakin cerdas, begitu pula hasil kebiasaan lainnya—ia menciptakan dan melahirkan sesuatu di dalam diri kita, disadari ataupun tidak.

Manusia tidak dilahirkan dengan suatu kebiasaan tertentu, diri kita sendirilah yang membentuknya. Segala bentuk kebiasaan memang selalu dimulai dari diri sendiri. Pada mulanya kita membentuk kebiasaan itu, dan perlahan namun pasti, kebiasaan itulah yang akan membentuk kita.

Kalau hari ini kita mengenal orang yang sangat rajin membaca buku, hingga tahan membaca buku sampai berjam-jam setiap hari, yakinilah bahwa orang itu telah membentuk kebiasaannya terlebih dulu. Tidak ada orang yang dilahirkan dengan memegang buku di tangannya. Semua pembaca buku yang tekun pada mulanya membentuk kebiasaannya terlebih dulu.

Nah, menumbuhkan kebiasaan memang terkadang berat—bahkan seringnya begitu. Orang yang tidak pernah push up, misalnya, pasti sudah ngos-ngosan jika disuruh push up meski baru sepuluh kali. Sementara bagi orang yang sudah biasa push up, melakukan seratus kali push up pun enteng-enteng saja. Tetapi, meski begitu, orang yang biasa push up pun, dulunya juga ngos-ngosan ketika pertama kali memulai kebiasaannya itu.

Arnold Schwarzenegger, aktor laga bertubuh besar itu, dulunya bertubuh biasa-biasa saja. Tetapi dia membentuk tubuhnya dengan membentuk kebiasaannya terlebih dulu. Setiap hari, ia mengakui, selalu melakukan push up sampai ratusan kali.

Karena dia membentuk kebiasaannya, dia pun mencapai takdirnya—yakni memiliki tubuh besar dan kekar sebagaimana yang diimpikannya. Karena begitu biasanya dia melakukan push up, Arnold akan merasa sakit-sakitan jika dalam sehari tidak melakukan push up. Tetapi, Arnold sendiri juga mengakui bahwa dulu ketika pertama kali membentuk kebiasaan push up, dia pun merasa kesakitan!

Lanjut ke sini.

 
;