Ada suatu masa ketika kebodohan menjadi mayoritas,
kedangkalan merasa paling benar, dan akal budi
umat manusia menuju ladang penyembelihan.
—@noffret
kedangkalan merasa paling benar, dan akal budi
umat manusia menuju ladang penyembelihan.
—@noffret
Di masa lalu, jumlah kendaraan bermotor seperti sepeda motor masih sangat sedikit, dan masih sedikit pula yang memiliki. Jika kita bertanya pada orangtua kita mengenai hal itu, mereka pasti akan menceritakan bahwa di masa lalu—setidaknya era ‘80-an—pemilik sepeda motor hanya orang-orang kaya, para juragan, atau semacamnya. Karena itu pula, di satu kampung bisa jadi hanya ada beberapa orang yang punya sepeda motor. Sementara masyarakat umum biasa jalan kaki, naik becak, naik angkot, atau naik sepeda bagi yang punya.
Tetapi zaman telah jauh berubah. Sekarang, bisa dibilang hampir setiap keluarga memiliki sepeda motor. Tidak cukup satu, tapi kadang sampai dua, tiga, empat, atau lebih banyak lagi. Masing-masing anggota keluarga memiliki sepeda motor sendiri-sendiri. Sementara keluarga yang lebih mampu biasanya juga memiliki mobil atau beberapa mobil. Jika dulu sepeda motor dianggap barang mewah, sekarang sudah menjadi “barang biasa”.
Sebagaimana zaman yang telah jauh berubah, begitu pula wujud dan kemampuan sepeda motor. Di masa lalu, sepeda motor memiliki bentuk sederhana, bersahaja, tidak macam-macam. Sekarang, sepeda motor memiliki wujud yang sangat manis, keren, dan dapat dipacu hingga kecepatan tinggi—sesuatu yang tidak dimiliki sepeda motor zaman dulu.
Orang membeli sepeda motor hari ini tidak hanya karena faktor kebutuhan, tapi juga karena faktor kesukaan. Bisa karena menyukai wujudnya yang modis, atau karena menyukai kemampuan mesinnya yang hebat.
Dampak langsung dari makin banyaknya orang yang memiliki sepeda motor adalah jalan raya yang makin penuh, padat, dan sesak. Di masa lalu, karena jumlah sepeda motor masih sedikit, jalan raya masih lowong—belum sepadat sekarang. Kebanyakan pengguna jalan raya di masa lalu adalah sepeda, becak, dan angkot. Itu pun belum sebanyak sekarang.
Tetapi, kini, jalan raya adalah tempat yang luar biasa padat dan sesak. Setiap hari, setiap saat, sepeda motor berdesakan dengan mobil, dengan truk, dengan bus, dengan angkot, dengan becak, dengan sepeda, dengan berbagai angkutan lain. Jalan raya terus dibangun dan dilebarkan, tapi jumlah kendaraan juga terus bertambah dan semakin banyak. Itu konsekuensi akibat makin padatnya penduduk. Orang semakin banyak, kebutuhan transportasi semakin banyak, dan jalan raya semakin padat.
Kita lihat, semuanya berubah. Zaman berubah, jumlah pemilik kendaraan berubah, wujud kendaraan berubah, motivasi memiliki kendaraan juga berubah. Tetapi, menyangkut sepeda motor, ada satu hal yang tampaknya tidak berubah. Yaitu proses memanaskan mesin sepeda motor. Tampaknya, orang zaman sekarang masih menggunakan cara kuno dalam hal memanaskan mesin, tanpa menyadari bahwa itu sebenarnya kesalahan!
Di masa lalu, mesin sepeda motor masih sederhana, belum serumit sekarang. Rata-rata sepeda motor di masa lalu juga merupakan sepeda motor 2-tak yang menggunakan oli samping. Karenanya pula, para pemilik sepeda motor di masa lalu biasa memanaskan mesin sepeda motor hingga cukup lama, biasanya pula sambil menggerak-gerakkan gas motor, hingga suaranya terdengar seisi kampung.
Orang-orang di masa lalu perlu memanaskan mesin motor mereka, karena kenyataan bahwa sepeda motor di masa lalu memang membutuhkan hal itu. Mesin sepeda motor di masa lalu perlu dipanaskan terlebih dulu sebelum dipakai, dengan tujuan oli samping melumasi mesin-mesin motor. Hasil akhirnya, sepeda motor pun lebih enak saat dikendarai—dan mesinnya juga lebih awet—karena dijalankan dalam keadaan terlumas oli dengan baik.
Tetapi, hal semacam itu sudah tidak relevan, jika diterapkan pada sepeda motor keluaran zaman sekarang!
Mesin-mesin sepeda motor zaman sekarang—setidaknya keluaran ’90-an ke atas—telah jauh berubah dari mesin sepeda motor zaman dulu. Selain proses perakitannya yang telah jauh lebih presisi, motor-motor zaman sekarang juga umumnya 4-tak, dan tidak menggunakan oli samping. Karenanya pula, sepeda motor zaman sekarang tidak lagi membutuhkan pemanasan mesin “seheboh” sepeda motor di masa lalu. Bahkan sepeda motor 2-tak zaman sekarang pun sudah tidak perlu dipanaskan seperti sepeda motor 2-tak di zaman kuno, meski sama-sama menggunakan oli samping.
Di masa lalu, mesin sepeda motor kadang dipanaskan sampai setengah jam, atau setidaknya seperempat jam, dengan gas yang digerak-gerakkan hingga suaranya sangat keras. Di masa sekarang, mesin sepeda motor hanya cukup dipanaskan sekitar 1 sampai 5 menit. Itu pun tidak perlu ditambah “dolanan” gas hingga suaranya mengganggu tetangga!
Bahkan, sepeda motor-sepeda motor yang telah menggunakan sistem injeksi hanya perlu dipanaskan sekitar 1 menit! Sepeda motor injeksi yang dipanaskan lebih dari 1 menit bukan membuat mesin motor jadi bagus, tapi malah merusak motor itu sendiri! Semakin sering motor zaman sekarang dipanaskan dalam waktu lama, semakin cepat pula sepeda motor itu akan rusak.
Kita lihat, segalanya berubah, bahkan dalam urusan memanaskan mesin sepeda motor! Di masa lalu, memanaskan mesin sepeda motor hingga lama, dengan suara meraung-raung, memiliki dampak positif bagi mesin motor. Sekarang, memanaskan mesin dengan cara semacam itu justru merusak mesin motor! Segalanya berubah, tetapi... apakah kebanyakan pemilik sepeda motor memahami atau setidaknya menyadari kenyataan itu?
Kita pasti pernah—atau bahkan sering—mendapati orang memanaskan mesin sepeda motornya dengan suara meraung-raung, hingga sangat lama. Padahal, sepeda motor yang dipanaskan mesinnya itu keluaran tahun 2000-an, yang jelas-jelas baru. Biasanya, mereka memanaskan mesin di depan rumah, kadang saat pagi atau bahkan dini hari, hingga suara motor mereka masuk rumah-rumah tetangga. Orang-orang memaklumi hal itu, karena menganggap memanaskan mesin memang hal penting bagi motor. Orang-orang lain pun memanaskan mesin dengan cara serupa itu.
Padahal, memanaskan mesin sepeda motor dengan cara semacam itu bukan hanya telah kuno dan ketinggalan zaman, tapi juga merusak motor itu sendiri.
Pertanyaannya, kenapa orang zaman sekarang masih menggunakan cara orang zaman kuno dalam memanaskan mesin motor? Jawabannya tentu sederhana, karena mereka meniru orang-orang zaman kuno! Memanaskan mesin motor adalah salah satu “warisan turun temurun” yang diikuti dari generasi ke generasi.
Bisa jadi, Si A hidup pada era ’70-an, dan biasa melihat tetangganya memanaskan mesin motor hingga lama, dengan suara meraung-raung. Ketika Si A membeli motor sendiri, dia pun meniru tetangganya. Lalu Si A mewariskan pengetahuan itu kepada anak-anaknya, dan anak-anak pun mengikuti. Mereka memanaskan mesin motor hingga lama setiap pagi, dengan suara meraung-raung, karena mengikuti ayah mereka. Lalu pengetahuan itu terus diwariskan dari tahun ke tahun, dari generasi ke generasi, tanpa peduli sepeda motor apa yang mereka miliki.
Taqlid buta itu berbahaya, termasuk taqlid buta dalam hal memanaskan mesin sepeda motor! Karena tidak tahu, atau karena tidak mau belajar, banyak orang menjalankan pengetahuan-pengetahuan kuno yang sudah ketinggalan zaman untuk diterapkan pada masa sekarang. Pengetahuan di masa lampau mungkin memang baik untuk masa lampau, tapi belum tentu baik jika diterapkan pada masa sekarang. Contohnya, seperti yang telah kita lihat, pada proses pemanasan mesin sepeda motor.
Hanya karena ketidaktahuan, atau karena malas belajar, banyak orang yang masih memanaskan mesin motor mereka setiap pagi, padahal motor yang mereka miliki keluaran baru. Mereka tidak menyadari, bahwa kebiasaan yang mereka lakukan itu bukan baik untuk motor yang mereka miliki, tapi justru merusak! Harapan memiliki motor yang lebih awet karena rajin dipanaskan, diam-diam menjadi harapan yang justru membusuk dari dalam.
Cobalah tanyakan pada mekanik otomotif modern yang berwawasan di mana pun, “Apakah mesin motor zaman sekarang perlu dipanaskan seperti mesin motor di zaman kuno?” Mereka pasti akan menjawab, “Tidak perlu!”
Pengetahuan tentang pemanasan mesin motor juga telah disebarluaskan di berbagai media—di buku, koran, majalah, sampai di internet—yang menjelaskan bahwa sepeda motor zaman sekarang hanya cukup dipanaskan 1 sampai 5 menit. Tetapi, anehnya, betapa sedikit orang yang mau mempelajari hal itu, hingga masih banyak orang yang masih menerapkan pengetahuan dari masa lalu. Setiap pagi, atau bahkan dini hari, mereka masiiiiiih saja memanaskan mesin motornya dengan suara meraung-raung, dan menganggap itu hal biasa, yang akan berdampak bagus bagi motornya.
Taqlid buta itu berbahaya, termasuk taqlid buta dalam hal memanaskan mesin sepeda motor! Persoalannya, jauh lebih banyak orang yang memilih untuk taqlid buta, daripada mempelajari hal-hal yang akan dilakukan atau diyakininya. Hanya karena leluhur dan orangtuanya meyakini atau melakukan sesuatu, mereka pun ikut meyakini dan melakukan sesuatu. Karena tetangga dan masyarakatnya melakukan sesuatu, mereka pun meniru dan ikut melakukan sesuatu.
Meyakini dan melakukan adalah satu hal. Tetapi pengetahuan atas keyakinan, dan kesadaran pada yang kita lakukan, adalah hal lain. Tanpa pengetahuan, keyakinan bisa merusak. Tanpa kesadaran, perbuatan yang kita anggap baik bisa jadi justru membusuk dari dalam. Tidak ada yang lebih mengerikan di dunia ini selain warisan kebodohan—pengetahuan yang diyakini benar, tapi sebenarnya sudah tak relevan.