Kalau orang bersedia mati untuk mendapatkan apa pun
yang dia inginkan, dia akan mendapatkan.
—@noffret
yang dia inginkan, dia akan mendapatkan.
—@noffret
Enid adalah kota kecil di wilayah Oklahoma, Amerika Serikat. Di kota itu terdapat sebuah kampus, bernama Enid University. Bukan kampus megah, apalagi terkenal. Tetapi kampus itu menyimpan sebuah kisah luar biasa, mengenai perjalanan hidup seorang bocah yang tak kalah luar biasa. Bocah itu bernama Harold Hamm.
Harold Hamm adalah bocah yang lahir di Lexington, Oklahoma, Amerika Serikat. Dia anak bungsu dari 12 bersaudara. Dia dan keluarganya tinggal berdesakan di rumah sempit berdinding kayu, yang hanya memiliki satu kamar, dan tidak memiliki toilet. Tak perlu dikatakan, kehidupan keluarga Harold Hamm sangat miskin. Setiap malam, Harold Hamm tidur di lantai rumah, berdesakan dengan 11 kakaknya.
Di Oklahoma, khususnya di Lexington, ada banyak tanah pertanian kapas. Beberapa tuan tanah menguasai pertanian kapas tersebut, dan banyak orang di sana yang bekerja sebagai buruh. Ayah Harold Hamm termasuk salah satu orang yang bekerja sebagai buruh di pertanian kapas. Berbeda dengan umumnya buruh pabrik, buruh di pertanian kapas hanya mendapat upah ketika musim panen. Upahnya pun bukan uang, melainkan bagi hasil kapas.
Biasanya, setelah mendapat upah bagi hasil kapas, para buruh tani membawa kapas miliknya ke pasar untuk dijual. Biasanya pula, hasilnya sangat sedikit, karena harga kapas di pasar selalu jatuh setiap kali musim panen. Dengan kondisi semacam itu, ayah Harold Hamm kesulitan untuk bisa menghidupi keluarganya secara layak. Anak-anaknya pun putus sekolah, termasuk Harold Hamm.
Setelah putus sekolah, kakak-kakak Harold Hamm bekerja apa adanya—sebagian mengikuti jejak ayah mereka, menjadi buruh di pertanian kapas. Harold Hamm sempat terpikir untuk juga mengikuti jejak ayahnya di pertanian kapas. Tapi dia berpikir, jika itu yang dilakukan, maka hidupnya tidak akan berbeda dengan hidup yang selama ini dijalaninya. Dia menginginkan kehidupan yang lebih baik.
Dengan segala kepolosannya sebagai bocah putus sekolah, Harold Hamm lalu pergi ke Enid, dan di kota kecil itu ia berusaha mencari kerja.
Karena hanya lulusan SD, Harold Hamm tidak banyak berharap. Ia hanya menginginkan pekerjaan yang bisa dilakukan, agar bisa makan dan menyambung hidup. Saat menemukan pom bensin, dia menemui petugas di sana, menanyakan apakah ada lowongan di pom tersebut. Petugas yang ia temui menjelaskan, “Sayang sekali tidak ada lowongan di sini. Tapi kau bisa bekerja sebagai pembersih truk yang biasa parkir di sini.”
Pom bensin itu berdekatan dengan kilang minyak. Setiap hari, beberapa truk pengangkut minyak berhenti di pom bensin, dan ada beberapa orang yang bekerja membersihkan truk-truk itu. Harold Hamm memutuskan untuk bekerja sebagai pembersih truk. Penghasilannya tidak terlalu besar. Tapi Harold Hamm adalah bocah yang memiliki visi. Dia tahu yang diinginkannya dalam hidup, dan dia telah bersiap untuk membayar yang ia inginkan.
Dari pekerjaannya sebagai petugas pembersih truk, Harold Hamm menggunakan upah yang diterimanya untuk makan, dan sebagian ditabung. Dia melakukannya sampai sangat lama—setiap hari dia makan seirit mungkin, agar bisa menabung lebih banyak. Setelah uang tabungannya cukup, dia melanjutkan sekolahnya yang terputus dengan biaya sendiri, sampai kemudian lulus dari Enid High School (setingkat SMA).
Dengan segala keterbatasan yang ia miliki, Harold Hamm menyadari bahwa akar kemiskinan keluarganya adalah kurang pendidikan. Ayahnya menjadi buruh di pertanian kapas dengan upah yang sangat minim, akibat kurang pendidikan. Kakak-kakaknya terpaksa meneruskan jejak ayah mereka, bekerja dengan upah sangat minim, menjalani kehidupan yang sangat berkekurangan, juga karena tidak mendapat pendidikan yang layak.
Harold Hamm tidak ingin mengulangi hal itu. Dia ingin memiliki kehidupan yang lebih baik, dan untuk itu dia harus mendapatkan pendidikan yang baik. Karena itulah dia rela menabung bertahun-tahun, demi bisa bersekolah. Tapi sekuat apa pun dia menabung, tetap saja kemampuannya terbatas. Dia hanya buruh pembersih truk, dengan upah yang tidak terlalu besar. Meski ia sanggup membiayai sekolah sampai tingkat SMA, dia tidak mampu membayar biaya kuliah yang sangat tinggi.
Jadi begitulah. Setelah lulus dari Enid High School, Harold Hamm tidak bisa melanjutkan kuliah, meski ia sangat ingin. Tidak ada biaya mungkin alasan klise. Tapi alasan klise itulah yang menjegal impian Harold Hamm untuk bisa mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi.
Meski kota kecil, Enid merupakan salah satu pusat kilang minyak yang berkembang. Ada banyak kilang minyak yang aktif di sana. Pengalaman setiap hari dengan truk pengangkut minyak, membuat Harold Hamm bermimpi suatu hari nanti bisa memiliki bisnis minyak. Oh, well, sebuah impian naif seorang bocah. Dia tidak tahu apa-apa soal minyak, apalagi bisnis minyak. Dia hanya tahu bahwa orang-orang yang berbisnis minyak menjalani kehidupan enak dan kaya-raya. Harold Hamm ingin bisa seperti itu. Meski tidak tahu caranya.
Jika dia menceritakan pada temannya, tentang keinginan memiliki bisnis minyak, pasti dia akan ditertawakan. Jadi, Harold Hamm memendam impian itu dalam hati, dan mulai merencanakan bisnis impiannya. Seperti yang dulu dilakukannya, dia kembali menabungkan sebagian hasil gajinya, dan diam-diam mempelajari seluk beluk bisnis perminyakan secara otodidak. Seiring dengan itu, dia juga mencari peluang bisnis yang bisa ia masuki.
Suatu hari, Harold Hamm melihat peluang dan mendapat sebuah ide. Berdasarkan yang ia tahu, jumlah truk pengangkut minyak yang ada di sana sangat tidak memadai. Ada banyak minyak yang harus diangkut, tapi truk yang tersedia sangat minim. Harold Hamm berpikir, dia bisa memulai usaha penyewaan truk pengangkut minyak. Dengan menyewakan truk, pikirnya, dia bisa mendapatkan penghasilan cukup besar.
Tetapi, masalahnya, dia tidak punya modal untuk membeli truk. Uang yang ia tabung masih sangat sedikit, dan masih jauh untuk bisa membeli truk. Maka, dengan tekad membaja, Harold Hamm pun bekerja jauh lebih keras, siang malam tanpa henti, tanpa libur satu hari pun, demi bisa mengumpulkan cukup banyak uang. Sampai dua tahun dia bekerja seperti budak—sangat keras, siang malam, tanpa libur, nyaris tanpa istirahat, membersihkan truk mana saja yang perlu dibersihkan—sampai uang tabungannya cukup besar.
Suatu malam, setelah menghitung jumlah tabungannya yang lumayan, dia berpikir. Masih butuh beberapa tahun lagi untuk bisa mengumpulkan sejumlah uang, agar bisa membeli truk seperti yang diimpikannya. Bisa dua tahun lagi, atau bahkan bisa lima tahun, tujuh tahun, atau lebih lama. Padahal dia sudah tak sabar untuk mewujudkan impian, memasuki peluang bisnis yang ada di depan mata. Dia sangat yakin pada visinya, bahwa bisnis penyewaan truk memiliki prospek bagus.
Karena keyakinannya pula, Harold Hamm lalu memberanikan diri untuk berutang ke bank. Pada petugas di bank, dia menjelaskan rencana bisnisnya, serta keyakinan mengenai keberhasilan bisnis yang akan dijalankan. Petugas bank manggut-manggut mendengarkan bocah berpenampilan lusuh itu menjelaskan banyak hal. Setelah itu, dia berkata pada Harold Hamm, “Kami percaya pada rencana bisnismu, Nak. Yang masih jadi masalah, kami tidak percaya kepadamu.”
Harold Hamm pun kemudian menyadari, bahwa dia bukan siapa-siapa. Dia hanyalah bocah miskin, pekerja kasar, tukang bersih truk minyak! “Kenapa aku berpikir bank akan mau meminjamkan uang kepadaku?” pikir Harold Hamm dengan patah hati, saat melangkah lunglai meninggalkan kantor bank.
Hari itu, karena kekecewaannya, Harold Hamm pun tidak bekerja segiat biasa. Beberapa kali dia melamun, dengan perasaan getir, memandangi truk-truk pengangkut minyak di sana, dan membayangkan kalau saja dia punya uang....
Perubahan pada diri Harold Hamm rupanya terlihat oleh Shawn Philips, seorang petugas di kontraktor yang melakukan penambangan minyak di sana. Melihat Harold Hamm hari itu tampak lesu, Shawn Philips menegur dengan ramah, “Hei, Harold, kelihatannya kau tidak segiat biasa. Sedang ada masalah?”
Harold Hamm mengenal Shawn Philips sebagai lelaki yang baik, dan mereka juga cukup akrab. Jadi, Harold Hamm pun memberanikan diri menceritakan kegalauannya hari itu. Bahwa dia punya rencana bisnis yang bagus, tapi uangnya tidak mencukupi, dan bahwa bank tidak mau meminjamkan modal karena tidak percaya kepadanya.
Shawn Philips mendengarkan penuturan bocah itu, kemudian berkata, “Kau pekerja yang sangat giat, Harold, dan aku percaya kepadamu.”
Karena kepercayaannya pula, Shawn Philips lalu membantu Harold Hamm dengan cara meminjamkan namanya untuk keperluan utang di bank. Karena yang meminjam Shawn Philips, bank percaya, dan sejumlah uang pun dikeluarkan sebagai pinjaman. Shawn Philips menyerahkan uang itu kepada Harold Hamm, dan Harold Hamm segera menggunakannya untuk membeli truk. Awal impiannya telah tercapai!
Tepat seperti yang telah dibayangkan Harold Hamm sebelumnya, usaha penyewaan truk itu berjalan dengan baik serta lancar. Sejak itu, dia memiliki konsumen yang menyewa truknya, untuk keperluan pengangkutan minyak. Dalam waktu tak terlalu lama, Harold Hamm telah mampu mengembalikan uang yang ia pinjam pada bank melalui Shawn Philips.
Karena banyak kilang minyak yang terus membutuhkan sarana transportasi pengangkut, usaha Harold Hamm pun terus berkembang, hingga dia bisa membeli truk-truk lain. Makin membesarnya usaha yang ia jalankan, Harold Hamm lalu terpikir untuk memberi nama bagi usahanya. Sebagai bentuk terima kasih kepada Shawn Philips yang dulu membantunya, dia menamai usahanya “Hamm-Philips Service Co”.
Impian awal Harold Hamm telah tercapai—bisnis persewaan truknya terus berkembang. Tetapi itu hanya impian awal, batu loncatan untuk menuju impian yang paling diinginkannya, yakni berbisnis minyak! Karenanya, seiring menjalankan usaha persewaan truk, Harold Hamm terus mempelajari bisnis perminyakan, dan tak henti mencari peluang. Dia bahkan memasang peta Oklahoma di kamar tidur, dan setiap saat mempelajari peta tersebut untuk mencari tahu di mana kira-kira sumur minyak berada yang belum ditemukan orang lain.
Berdasarkan pencariannya, Harold Hamm menemukan suatu peluang. Di daerah Alfalfa, Oklahoma, ada ladang minyak yang ditinggalkan pemiliknya karena mengalami kebakaran. Ada satu sumur minyak yang telah digali di ladang itu, namun proses penggalian dihentikan karena terjadi kebakaran. Setelah itu, sumur di sana pun ditinggalkan begitu saja.
Harold Hamm menemui pemilik ladang tersebut. Dengan uang yang telah ia tabung dari penghasilannya menyewakan truk, dia bisa membeli ladang itu, lalu meneruskan penggalian. Untuk hal itu, Harold Hamm sampai mengeluarkan banyak uang, dan penggalian rupanya membutuhkan ketekunan serta kerja keras yang luar biasa. Tapi Harold Hamm seorang pekerja keras. Dia tidak berhenti sebelum impiannya tercapai. Meski proses penggalian tampaknya tidak menampakkan hasil apa pun, dia terus menggali dengan tekun.
Hasilnya menakjubkan.
Sumur yang tampak kering, yang semula tidak menampakkan apa pun, perlahan-lahan menunjukkan kekayaannya. Minyak yang terpendam di dasar sumur itu pun akhirnya muncul, dan sejak itu Harold Hamm bisa menambang 20 barel minyak per jam, atau sekitar 480 barel minyak per hari.
Setelah sumur pertama bisa ditambang, Harold Hamm menggali sumur kedua. Hasilnya lebih menggembirakan. Sumur kedua menghasilkan 75 barel minyak per jam. Setelah itu, sumur ketiga digali, dan menghasilkan minyak hingga 100 barel per jam. Potensi itu pun membuat Harold Hamm memberanikan diri membangun perusahaan pengeboran sendiri. Lalu Continental Resources pun lahir, sebagai perusahaan pengeboran minyak milik Harold Hamm.
Hanya dalam waktu satu tahun, Harold Hamm bisa menambah kilang-kilang minyak miliknya, hingga menjadi 13. Dengan 13 kilang minyak, dia bisa menghasilkan sangat banyak produksi, dan itu artinya juga mendapatkan lebih banyak uang. Impiannya telah tercapai—dia telah memiliki bisnis minyak, dan menjadi jutawan. Tapi dia menyadari, langkahnya masih jauh.
Dengan uang yang kini dimiliki, Harold Hamm mendaftar kuliah di Phillips University, dan mengambil jurusan ilmu geologi. Selama kuliah, dia menghabiskan waktunya di kampus untuk mempelajari semua hal tentang geologi, hingga tahu betul seluk beluk dunia perminyakan. Dia percaya bahwa pendidikan sangat penting untuk menjalani kehidupan, dan dia mendidik dirinya sendiri dengan sangat keras.
Setelah lulus kuliah, dengan pengetahuan yang lebih baik, Harold Hamm membawa perusahaannya berekspansi ke wilayah Midwest dan Rockies. Di sana dia fokus pada penggalian minyak dan gas, sampai kemudian menemukan ladang minyak baru di Hills Field, North Dakota. Penemuan itu merupakan yang terbesar di AS dalam 20 tahun terakhir. Ladang minyak di sana memiliki kandungan minyak mencapai 135 juta barel, dengan cadangan sekitar 3,6 miliar barel. Kini, blok itu menjadi blok minyak di darat terbesar urutan keenam di Amerika Serikat. Volume produksinya mencapai 100.000 barel per hari.
Harold Hamm, bocah miskin anak buruh petani kapas, yang tiap malam tidur di lantai berdesakan dengan keluarganya, yang sempat putus sekolah karena tidak ada biaya, kini menjadi miliuner yang menjalankan salah satu bisnis minyak terbesar di Amerika Serikat. Ketika majalah Forbes menyusun rangking orang-orang terkaya di dunia pada 2015, nama Harold Hamm masuk sebagai salah satu di antara 100 orang terkaya di dunia, dengan nilai kekayaan bersih senilai 12,2 miliar dollar.
Meski begitu, Harold Hamm tidak pernah melupakan Enid, kota kecil tempatnya dulu pertama kali merintis karir sebagai pembersih truk di pompa bensin. Sebagai ucapan terima kasih kepada kota itu, Harold Hamm mendirikan perguruan tinggi di sana, dengan nama Enid University. Kampus itu menampung para lulusan SMA terbaik di Enid, yang tidak mampu melanjutkan kuliah karena keterbatasan biaya. Setiap tahun, anak-anak miskin di Enid bisa kuliah dengan gratis, dan mendapatkan pendidikan yang baik.
Harold Hamm selalu percaya, pendidikan adalah hal penting dalam menunjang kehidupan dan kesuksesan seseorang. Karenanya, selain membangun perguruan tinggi dan membiayai anak-anak kurang mampu untuk mendapat pendidikan, Harold Hamm juga aktif menyumbang lembaga-lembaga pendidikan. Karenanya pula, seperti yang telah dinyatakan di atas, Enid University—dengan segala kesederhanaannya—menyimpan kisah luar biasa tentang seorang bocah luar biasa.