Sejak ada Twitter, segala hal, bahkan yang menyangkut ibadah, tampaknya harus diteriakkan dan digembar-gemborkan. #TwittermuTOAmu
—Twitter, 6 Agustus 2016
Bagi sebagian orang di masa kini, sedekah bukan sedekah dan qurban bukan qurban, jika belum menjadi trending topic. #TwittermuTOAmu
—Twitter, 6 Agustus 2016
Aku lebih menghormati orang-orang yang melakukan kebaikan dalam sunyi, daripada mereka yang pamer kebaikan demi diakui. #TwittermuTOAmu
—Twitter, 6 Agustus 2016
Bagi sebagian orang di masa kini, ibadah kepada Tuhan harus dipublikasikan, setidaknya lewat Twitter, agar orang-orang tahu. #TwittermuTOAmu
—Twitter, 6 Agustus 2016
Sejak ada sosial media, ibadah bukan lagi kegiatan sakral dan transendental, tapi sekadar sarana pamer yang artifisial. #TwittermuTOAmu
—Twitter, 6 Agustus 2016
Sebagian orang tampaknya butuh diakui sebagai orang mulia dan beragama, hingga TOA menjadi sesembahan utama. #TwittermuTOAmu
—Twitter, 6 Agustus 2016
Sebagaimana TOA di dunia nyata yang membuat bising, TOA di sosial media juga sama “bising”. Membuat perasaan tidak nyaman. #TwittermuTOAmu
—Twitter, 6 Agustus 2016
Yang bisa menggenggam TOA di dunia nyata, berkoar-koar di dunia nyata. Yang tidak bisa, menggunakan TOA di sosial media. #TwittermuTOAmu
—Twitter, 6 Agustus 2016
Masalah terbesar sebagian orang sepertinya “ingin diakui”. Jadi apa pun dilakukan, diteriakkan, demi bisa mendapat pengakuan. #TwittermuTOAmu
—Twitter, 6 Agustus 2016
Di zaman ketika tren menjadi agama baru, ibadah dan kebaikan pada sesama pun harus dibuat menjadi tren. Itu menggelikan. #TwittermuTOAmu
—Twitter, 6 Agustus 2016
*) Ditranskrip dari timeline @noffret.