Kerusakan dan kehancuran bumi, diakui atau tidak,
berbanding lurus dengan populasi yang terus dilahirkan.
Semakin banyak, bumi makin rusak.
—@noffret
berbanding lurus dengan populasi yang terus dilahirkan.
Semakin banyak, bumi makin rusak.
—@noffret
Pada 1992, KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Lingkungan Hidup PBB mengadakan pertemuan di Rio de Janeiro, Brasil. Acara itu mempertemukan orang-orang dari seluruh negara di dunia, dan ada ribuan orang berkumpul di sana, termasuk para petinggi negara, politisi, aktivis lingkungan, pengusaha, sampai pers dari berbagai belahan dunia.
Yang membuatnya tak terlupakan, pada KTT tahun itu terjadi sesuatu yang sangat memukau, yaitu seorang bocah berusia 12 tahun yang berbicara di hadapan orang-orang penting sedunia, dan bocah itu berhasil memaksa semua pendengarnya untuk diam. Bocah itu bernama Severn Suzuki.
Severn Cullis-Suzuki adalah bocah kelahiran Vancouver, Kanada, dan merupakan keturunan Jepang-Kanada. Ayahnya, David Suzuki, seorang aktivis lingkungan. Sementara ibunya, Tara Elizabeth Cullis, seorang ahli genetika. Terinspirasi oleh ayahnya yang aktivis lingkungan, Severn Suzuki ikut memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup, bahkan sejak masih kecil.
Pada usia 9 tahun, Severn Suzuki mendirikan ECO (Environmental Children’s Organization), sebuah organisasi anak yang mendedikasikan diri untuk belajar sekaligus mengajari anak-anak muda lain tentang lingkungan hidup. Bersama beberapa kawan yang juga punya kepedulian pada lingkungan, Severn Suzuki aktif dalam organisasi yang dibentuknya. Semua pengurus dan anggota organisasi itu adalah bocah.
Karena aktivitas dan kepeduliannya pula, Severn Suzuki beserta bocah-bocah lain yang aktif mengurus ECO diundang pada acara KTT Lingkungan Hidup yang diadakan di Rio de Janeiro. Untuk memenuhi undangan tersebut, Severn Suzuki bersama teman-temannya berusaha mengumpulkan dana, agar punya biaya untuk pergi ke Brasil. Di acara KTT itulah, Severn Suzuki menyampaikan pidatonya yang luar biasa, yang ia ucapkan dari perspektif anak-anak.
Berikut ini isi pidato Severn Suzuki, yang saya terjemahkan secara bebas. Ingat, ini pidato bocah berusia 12 tahun, yang disampaikan kepada ribuan orang dewasa yang mewakili masing-masing negaranya....
Nama saya Severn Suzuki, berbicara mewakili ECO, Enviromental Children Organization. Kami adalah sekelompok anak berusia 12 dan 13 tahun yang ingin membuat perbedaan—Vanessa Suttie, Morgan Geisler, Michelle Quigg, dan saya. Kami mengumpulkan dana sendiri untuk bisa tiba di sini, menempuh jarak 6.000 mil untuk memberitahu Anda sekalian, agar Anda mengubah cara Anda.
Hari ini, saat berbicara di sini, saya tidak memiliki maksud terselubung. Saya hanya mencoba berjuang untuk masa depan saya.
Kehilangan masa depan tidaklah sama seperti kekalahan saat pemilihan umum, atau kerugian dalam transaksi bisnis di pasar saham. Saya berada di sini untuk berbicara bagi semua generasi yang akan datang.
Saya berada di sini untuk mengajak semua generasi untuk peduli. Saya berbicara atas nama anak-anak yang kelaparan di seluruh dunia, yang tangisnya tak lagi terdengar. Saya berada di sini untuk berbicara bagi binatang-binatang yang sekarat, yang tak terhitung jumlahnya di seluruh planet ini, karena kehilangan habitat. Kami tidak bisa tidak didengar.
Saya takut berada di bawah terik matahari, karena adanya lubang besar pada lapisan ozon. Saya takut menghirup udara bebas, karena tak tahu bahan kimia apa yang terkandung di dalamnya.
Di Vancouver, saya suka memancing dengan ayah saya. Hingga beberapa tahun lalu, kami menangkap ikan yang dijangkiti kanker. Dan sekarang kita mendengar punahnya berbagai jenis binatang dan tumbuhan yang setiap hari mati, hilang untuk selamanya.
Dalam hidup, saya telah melihat sejumlah besar hewan liar, hutan rimba, dan hutan tropis yang dipenuhi burung dan kupu-kupu. Tetapi, sekarang, saya ragu apakah semua itu akan tetap ada saat generasi anak-anak saya lahir nanti.
Apakah Anda pernah mengkhawatirkan hal-hal itu, saat Anda masih seusia saya? Semua itu terjadi di depan mata kita, namun kita masih bersikap seolah belum waktunya untuk bertindak, dan seolah kita punya semua solusinya.
Saya hanya seorang bocah, dan saya mengakui tidak memiliki semua solusinya. Saya ingin Anda semua menyadari, tak terkecuali siapa pun, bahwa Anda juga tidak tahu seperti saya!
Anda tidak tahu bagaimana cara memperbaiki lubang di ozon. Anda tidak tahu bagaimana cara mengembalikan salmon kembali ke sungai asalnya. Anda tidak tahu bagaimana cara mengembalikan binatang-binatang yang telah punah. Dan Anda juga tidak bisa mengembalikan hutan-hutan yang kini telah berubah menjadi tanah-tanah gersang.
Jika Anda tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya, TOLONG BERHENTI MERUSAK DAN MENGHANCURKANNYA!
Di sini, Anda semua mewakili negara masing-masing—anggota perhimpunan, pebisnis, organisasi, atau media, atau politisi. Tetapi, sebenarnya, Anda adalah ayah dan ibu, saudara laki-laki dan saudara perempuan, paman dan bibi, dan Anda semua adalah anak dari seseorang.
Saya hanya seorang bocah, namun saya tahu kita semua adalah bagian dari sebuah keluarga besar, beranggotakan lebih dari 5 miliar penduduk, lebih dari 30 juta suku dan rumpun. Kita semua berbagi udara, air, dan tanah, di planet yang sama—perbatasan dan pemerintahan tidak akan mengubah hal tersebut.
Saya hanya seorang bocah, namun saya tahu kita semua menghadapi masalah yang sama, dan kita seharusnya bersatu untuk tujuan yang sama. Meski marah, saya tidak buta. Meski dalam ketakutan, saya tidak ragu untuk mengatakan pada dunia tentang apa yang saya rasakan.
Di negara saya, kami menyia-nyiakan banyak hal. Kami membeli sesuatu, kemudian membuangnya. Beli lagi, dan buang lagi. Meski begitu, tetap saja negara-negara di bagian utara tidak akan sudi berbagi dengan yang membutuhkan. Bahkan bila kami mempunyai lebih dari cukup, kami tetap takut berbagi. Kami takut melepas apa pun yang telah kami miliki.
Di Kanada, kami hidup berkelimpahan. Kami punya banyak makanan, air, dan tempat tinggal. Kami punya jam tangan, sepeda, komputer, dan televisi. Tetapi, dua hari yang lalu, di Brasil sini, kami terkejut mendapati ada anak-anak seumuran kami yang hidup di jalanan. Kami bercakap-cakap dengan mereka, dan seorang anak itu berkata, “Saya berharap, saya kaya. Dan jika saya benar-benar kaya, saya akan memberikan makanan pada semua anak jalanan, pakaian, obat-obatan, tempat tinggal, dan kasih sayang.”
Jika seorang anak di jalanan yang tak memiliki apa pun memiliki kerinduan untuk berbagi, mengapa kita yang memiliki segalanya masih saja tetap serakah?
Saya tak bisa berhenti berpikir, bahwa anak-anak ini, yang seusia dengan saya, memiliki perbedaan nasib yang besar hanya karena tempat mereka dilahirkan. Bahwa saya juga bisa menjadi salah satu dari mereka yang tinggal di jalanan kotor Brasil. Saya bisa saja menjadi salah satu anak yang kelaparan di Somalia, atau korban perang di Timur Tengah, atau seorang pengemis di India.
Saya hanya seorang bocah, namun saya tahu bahwa jika semua dana yang dihabiskan untuk perang dialihkan untuk pemeliharaan lingkungan hidup, untuk mengurangi jumlah kemiskinan, dan untuk mencari serta menemukan jawaban bagi permasalahan alam, maka bumi akan menjadi tempat yang lebih baik.
Di sekolah, bahkan di TK, Anda mengajari kami untuk berbuat baik. Anda mengajari kami untuk tidak berkelahi satu sama lain, menghargai satu sama lain, bertanggung jawab pada apa yang telah diperbuat, tidak menyakiti makhluk lain, untuk berbagi dan bukannya serakah. Tapi mengapa Anda sendiri sekarang melakukan hal-hal yang Anda larang untuk kami lakukan?
Jangan lupakan mengapa Anda menghadiri konferensi ini, dan untuk siapa Anda melakukan ini semua. Kami hanya anak-anak, dan kami anak-anak Anda semua. Andalah yang menentukan dunia macam apa yang akan kami tinggali. Orang tua seharusnya bisa membuat anaknya merasa nyaman dengan mengatakan, “Semuanya akan baik-baik saja. Ini bukanlah akhir dunia. Dan kami melakukan yang terbaik yang kami bisa.”
Tetapi, saya rasa, Anda tidak akan bisa berbicara seperti itu lagi pada kami.
Oh, well, apakah kami ada dalam daftar prioritas Anda? Ayah saya selalu mengatakan, “Kamu dinilai dari apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan.” Sayangnya, yang kalian lakukan membuat saya menangis di malam hari. Anda, orang-orang dewasa, mengatakan Anda mencintai kami, namun saya menantang Anda; tolong lakukan yang Anda katakan.
Terima kasih.
Suasana sunyi senyap. Ribuan orang di sana terdiam. Beberapa detik kemudian, orang-orang di aula besar itu berdiri serempak, dan memberikan tepuk tangan paling panjang yang pernah terdengar di KTT Lingkungan Hidup. Pidato Severn Suzuki, hingga saat ini, masih dikenang sebagai salah satu pidato paling populer dan paling memukau di dunia.
Suara dan kepedulian Severn Suzuki pun tak sia-sia. Usaha dan kepeduliannya mendapat penghargaan Global 500 Roll of Honor (penghargaan untuk prestasi membanggakan yang diraih oleh pribadi maupun organisasi lingkungan hidup) yang diterimanya pada 1993, dari UNEP (United Nations Environment Program). Pada tahun yang sama, Severn Suzuki menerbitkan buku berjudul Tell The World, diterbitkan oleh Doubleday. Buku setebal 32 halaman itu berisi panduan bagi para keluarga agar menjalani kehidupan yang ramah lingkungan.
Severn Suzuki juga diserahi tugas menjadi pembawa acara Suzuki’s Nature Quest, seri televisi yang ditayangkan Channel Discovery, sejak tahun 2002. Ia juga membantu mendirikan organisasi lingkungan hidup berbasis internet, bernama The Sky Project.
Melalui organisasi tersebut, dia dan para anggota lainnya mengumumkan ikrar yang bertajuk “Recognition of Responsibility” dalam rapat World Summit on Sustainable Development di Johannesburg, pada Agustus 2002. Di Prancis, pada 2010, seorang DJ mengabadikan kalimat dalam pidato Severn Suzuki, “Ini bukanlah akhir dunia” sebagai lirik lagu.
Saat ini, Severn Suzuki telah tumbuh dewasa. Namun, seperti ketika dulu masih anak-anak, dia tetap konsisten pada perjuangan dan impiannya—melihat kehidupan yang lebih baik, bumi yang lebih baik, dunia yang lebih baik.