Senin, 11 Februari 2019

Sepertinya Ada yang Mencoba Meretas Akun Twitter Saya

Twitter tampaknya menumbuhkan bakatku yang terpendam;
menjadi orang gila yang asyik sendiri dengan ocehannya.
@noffret


Semingguan ini saya tidak bisa ngoceh di Twitter seperti biasa, karena akun saya “dibatasi” oleh Twitter. Sepertinya ada yang mencoba meretas akun Twitter saya, dan aktivitas itu terdeteksi oleh Twitter. Karenanya, sebagai langkah pengamanan, Twitter lalu “membatasi” akun tersebut, dan saya—sebagai pemilik akun—ikut terkena dampaknya.

Upaya peretasan itu sepertinya sudah dilakukan beberapa kali. Mula-mula, akun saya “dibatasi” oleh Twitter pada pertengahan Januari 2019. Waktu itu, tiba-tiba akun Twitter saya “tertutup”, dan muncul pemberitahuan bahwa ada aktivitas mencurigakan di akun saya. Twitter menyarankan agar saya segera mengubah kata sandi atau password.

Saya pun mematuhi saran itu, dan diantarkan Twitter menuju laman khusus untuk mengubah password. Setelah password selesai diubah, saya bisa kembali mengakses akun Twitter seperti biasa, dan bisa ngoceh sewaktu-waktu seperti biasa.

Beberapa hari setelah itu tidak ada apa-apa, semuanya tampak normal. Lalu, peristiwa serupa muncul pada akhir Januari. Tiba-tiba, akun Twitter saya tertutup lagi seperti sebelumnya, dan kembali muncul pemberitahuan ada aktivitas mencurigakan. Lagi-lagi, Twitter menyarankan agar saya mengubah password. Sekali lagi, saya mematuhi saran Twitter, dan mengubah password seperti sebelumnya.

Usai password diubah, akun Twitter saya kembali terbuka, dan saya bisa ngoceh lagi, setidaknya sampai 2 Februari 2019.

Dan peristiwa keparat itu muncul kembali. Untuk ketiga kalinya, akun Twitter saya tiba-tiba tertutup, dan lagi-lagi muncul pemberitahuan ada aktivitas mencurigakan di akun saya. Kali ini, saya tidak bisa masuk ke akun saya sendiri.

Sejak itu, setiap kali saya membuka laman akun saya, yang muncul adalah pemberitahuan, “Akun ini untuk sementara dibatasi. Anda melihat peringatan ini karena ada beberapa aktivitas yang tidak biasa dari akun ini. Masih ingin melihatnya?”

What the hell is this?

Sepertinya Ada yang Mencoba Meretas Akun Twitter Saya

So, sejak itulah, saya tidak bisa masuk ke akun saya sendiri, setidaknya sampai sekarang. Saya tidak tahu apakah kelak masih bisa memiliki akun itu atau tidak, dan sejujurnya saya tidak terlalu peduli. Namun, sebagai antisipasi kalau-kalau kelak saya harus kehilangan akun tersebut, saya perlu menulis catatan ini.

Jika kelak saya bisa kembali memiliki akun tersebut, saya akan memberitahukan hal tersebut di blog ini, sehingga kalian—khususnya yang mengikuti saya di Twitter—benar-benar yakin kalau yang ngoceh di akun itu memang saya.

Sebaliknya, jika kelak ternyata saya tidak bisa kembali memiliki akun tersebut, dan si peretas mungkin telah berhasil menjebol akun hingga menguasainya, saya juga akan memberitahukan hal itu di sini. Jika itu terjadi, artinya semua ocehan atau apa pun yang kemudian muncul di akun tersebut bukan datang dari saya, yang artinya bukan tanggung jawab saya lagi. Saya perlu mengatakan ini, sebagai antisipasi atas apa pun yang mungkin terjadi.

Sebagian kalian mungkin ada yang ingin bertanya, kalau kelak saya benar-benar harus kehilangan akun tersebut, apakah saya akan membuat akun baru?

Kemungkinan besar tidak!

Sejujurnya, saya kurang nyaman dengan media sosial, dan karena itulah saya tidak punya akun di Facebook atau di Instagram. Fakta bahwa saya punya akun di Twitter, sejujurnya karena terpaksa. Dulu, saya membuat akun tersebut semata-mata karena perasaan tidak enak akibat diminta membuat akun Twitter untuk suatu keperluan. Karena itulah, dengan berat hati, saya lalu membuat akun. (Saya bisa ngomong apa adanya begini karena urusan itu sudah berlalu).

Karena memang tidak nyaman dengan media sosial, saya pun—sejujurnya—kurang bisa menikmati aktivitas di sana. Media sosial, khususnya Twitter, memungkinkan komunikasi dengan siapa pun tanpa pembatas—termasuk komunikasi semacam basa-basi haha-hehe tidak jelas—dan hal itu membuat saya kurang nyaman.

Selain basa-basi tidak jelas, hal lain yang membuat saya kurang nyaman di Twitter adalah kemungkinan orang mengkomunikasikan sesuatu yang bersifat personal dengan saya. Sebagian orang kadang tidak bisa bijak dalam berkomunikasi dengan orang lain. Misal membahas hal-hal yang sifatnya sensitif atau pribadi di tempat terbuka seperti Twitter, tanpa memikirkan dampaknya.

Saya tidak mempermasalahkan orang lain—kalau mereka mau membicarakan hal-hal sensitif atau pribadi di media sosial secara terbuka, itu hak mereka. Cuma, saya tidak mau melakukan hal semacam itu. Bagi saya, hal-hal yang sensitif atau pribadi harus dibicarakan di tempat pribadi atau tertutup, yang tidak memungkinkan orang lain ikut melihat.

Itu dua hal utama yang membuat saya tidak nyaman dengan media sosial, khususnya Twitter. Karenanya, seperti yang dapat kalian lihat, saya menyematkan tweet berbunyi, “Basa-basi sangat melelahkan bagiku. Itulah kenapa, aku lebih suka ngomong sendiri, dan hanya berkomunikasi jika memang perlu.”

Saya bukan tidak mau berkomunikasi. Saya dengan senang hati bersedia melayani komunikasi dengan siapa pun, asal bukan basa-basi tidak jelas. Latar belakang itu pula yang membuat saya sengaja menutup kolom komentar di blog ini, karena memang tidak ingin mendapat komentar basa-basi yang tidak jelas. Misalnya, “Nais impoh, gan!”

Komentar tidak jelas semacam itu benar-benar membuat saya lelah—dalam arti harfiah. Begitu pula dengan basa-basi di media sosial yang biasa diakhiri “hehe” dan semacamnya—sama-sama membuat saya lelah. Energi saya seperti terkuras setiap kali melayani percakapan semacam itu, bahkan pikiran saya bisa tiba-tiba stres, seperti menghadapi beban yang berat.

Sekali lagi, saya tidak mempersoalkan orang lain yang biasa melakukan percakapan basa-basi di media sosial. Mereka tentu berhak melakukan basa-basi dengan siapa pun. Cuma, saya benar-benar tidak punya kemampuan semacam itu.

Jadi, itu latar belakang kenapa saya kemungkinan besar tidak akan membuat akun Twitter baru, jika akun yang sekarang tidak bisa kembali saya miliki. Karena nyatanya, punya akun Twitter atau tidak, bisa dibilang tidak ada bedanya bagi saya. Di Twitter, saya hanya ngoceh sendiri, dan hal itu sebenarnya telah diwadahi dengan baik oleh blog. Sebenarnya, saya bahkan lebih nyaman ngoceh di blog daripada di Twitter.

Tentu saja saya mendapat manfaat dari Twitter. Misal bisa tahu info-info terkini tentang apa saja, juga bisa nemu humor-humor yang unik, sinting, dan membuat saya cekikikan. Kemudian bisa mengenal orang-orang hebat yang membuat saya banyak belajar dari mereka. Juga bisa nyepik Nabilah kalau lagi iseng. Apeuuu....

Ya semoga saja kelak saya bisa kembali mendapatkan akun saya di Twitter, agar bisa kembali mendapat manfaat-manfaat tersebut, juga agar saya bisa ngoceh lagi sewaktu-waktu. Kalau pun ternyata takdir menghendaki saya harus kehilangan akun tersebut, ya tidak apa-apa.

 
;