Lagi googling sesuatu, dan tanpa sengaja nemu berita lama terkait kasus DUGAAN pelecehan seksual di JIS, beberapa tahun lalu. Dan sekarang aku gatal ingin ngoceh. Sebelumnya, berikut ini artikel yang kutemukan. Tertanggal 30 Oktober 2017. » Kasus Pencabulan JIS dan Buruk Muka Pengadilan Indonesia.
Artikel semacam itu (dari media mana pun) bagus dan memiliki kekuatan, jika—dan hanya jika—ditulis dan diterbitkan ketika kasus sedang bergulir, atau sebelum kasusnya berakhir. Sayangnya, artikel bagus itu muncul setelah semuanya dianggap sudah selesai. Hasilnya cuma mubazir.
Awak media bahkan seperti pura-pura lupa bagaimana reaktifnya mereka dulu, ketika kasus JIS mulai muncul. Mereka tiba-tiba berubah menjadi burung-burung nasar yang haus darah, dan melupakan investigasi, klarifikasi, dan verifikasi. Oh, tidak usah marah, itu mudah dibuktikan.
Jika kita membongkar arsip-arsip lama di banyak media di Indonesia, khususnya terkait kasus JIS, kita akan menemukan setumpuk “kegilaan luar biasa” yang telah dilakukan awak media di Indonesia. Mereka menulis apa pun terkait kasus JIS dengan membabi-buta, seolah hari esok tiada.
Ketika kasus JIS bergulir, tiba-tiba semua orang merasa perlu unjuk diri, dan ngoceh apa saja terkait JIS. Prasangka dan emosi bercampur, hingga menciptakan kekeruhan luar biasa. Awak media yang mestinya menjernihkan justru memperkeruh dengan berita-berita yang ditulis seenaknya.
Hasil dari semua kegilaan itu kemudian melahirkan dampak mengerikan. Orang-orang yang belum tentu bersalah dijatuhi hukuman berat untuk kesalahan yang belum tentu mereka lakukan. Dan, omong-omong, sementara kita cekikikan tanpa dosa hari ini, mereka masih mendekam di penjara.
Kasus JIS—dan kasus-kasus lain serupa—mestinya memberi kita pelajaran. Kepada awak media; hindari prasangka dan kedepankan investigasi. Sementara kepada kita semua; tahanlah emosi dan tidak usah sok tahu bahwa pihak tertuduh pasti salah. Karena ulah kita bisa sangat berbahaya.
Terkait kasus-kasus besar semacam kasus JIS, ada baiknya kita menahan diri untuk tidak ngomong sembarangan. Ada nyawa dan kehidupan orang-orang yang dipertaruhkan, dan mereka belum tentu bersalah. Omongan (baca: tekanan) kita bisa memenjarakan orang yang belum tentu bersalah.
Tanpa bermaksud apa pun, ini catatanku terkait kasus JIS, ketika kasus itu baru bergulir, ketika seluruh Indonesia sangat yakin bahwa para tertuduh memang bersalah. Omong-omong, aku bahkan dituduh dibayar karena menulis ini:
Kasus JIS: Sebuah Catatan » http://bit.ly/16LtOaJ
Catatan detail itu kutulis tanpa meninggalkan tempat duduk. Jika aku yang hanya duduk saja bisa melihat banyaknya ketidakberesan terkait kasus itu, mestinya awak media—yang turun ke lapangan dan mewawancarai banyak orang—bisa lebih tahu dariku. Jadi, apa yang kalian lakukan?
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 September 2018.