Rabu, 28 Agustus 2019

Berlomba Dalam Kebisingan

Sejujurnya aku gak heran kalau ada orang nonmuslim merasa gak nyaman berdampingan dengan muslim. Wong yang sesama muslim aja kadang juga merasakan hal yang sama. Ini memang realitas pahit yang mestinya jadi bahan introspeksi orang muslim, untuk lebih bisa menerima perbedaan.

Aku pernah menemani teman nyari perumahan, dan kami mendatangi kompleks perumahan baru. Tapi temanku seketika kehilangan selera waktu tahu itu "perumahan islami".

Dia bilang blak-blakan, "Tempatku yang gak islami aja segitu bisingnya, apalagi ini yang jelas perumahan islami?"

Temanku ini muslim, bahkan tergolong alim. Tapi dia tipe orang yang beragama untuk diri sendiri, bukan orang yang menjadikan agama sebagai ajang pameran atau untuk "gagah-gagahan". Dia muak dengan lingkungannya yang "sok agamis" dengan toa yang terus membahana dan bising.

Di tempat tinggalku saat ini sudah sulit menemukan lingkungan yang tenang, dengan kebisingan yang minim. Karena semua tempat nyaris dikuasai toa yang tanpa henti. Fastabiqul khairat (berlomba melakukan kebaikan) tampaknya telah berubah menjadi berlomba dalam unjuk kebisingan.

Boleh percaya boleh tidak, lokasi-lokasi di tempat tinggalku yang paling hening hanya ada di perumahan-perumahan elit (yang penduduknya heterogen), yang harga rumahnya mencapai miliaran. Bagiku, ini ironis. Betapa untuk menikmati keheningan saja, kita harus membayar mahal.

Di suatu pertigaan yang ramai, aku mendapati baliho raksasa berisi tulisan, "MARI SHOLAT BERJAMAAH KE MASJID". Sejak pertama kali melihat baliho itu, aku merasakan "sesuatu yang seharusnya tidak ada di sana". Dan aku gelisah sampai lama.

Setelah beberapa bulan melakukan investigasi (dan ini investigasi yang sangat sulit, karena semua orang memilih bungkam, atau tidak bisa memahami kegelisahanku), akhirnya aku menemukan orang yang tahu dan mau membuka mulut untuk menjelaskan "apa yang sebenarnya terjadi".

Dan apa yang sebenarnya terjadi? Jawabannya mengejutkan—bahkan di luar perkiraanku. Kapan-kapan, mungkin, akan kutulis di blog, agar kalimatku lebih tertata. Intinya, semua yang terjadi saat ini, termasuk kebisingan di mana-mana, tidak terjadi begitu saja. Itu memang disengaja.

"Sesuatu telah mengeksploitasimu," kata bocah zaman kuno di keheningan, "dan tugasmu seumur hidup adalah berusaha melepaskan eksploitasi itu dari kebodohanmu."

Yang menggelisahkan adalah... bagaimana jika sesuatu yang mengeksploitasimu itu begitu kauyakini sebagai "kebenaran"?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 2 Mei 2019.

 
;