Kamis, 20 Februari 2020

Belajar, Bekerja, dan Bermain

Habis mandi, nyeruput cokelat hangat, udud, dan terpikir untuk nyambung ocehan kemarin.

Orang-orang yang biasa bekerja 8 jam setiap hari mungkin heran pada orang yang bekerja sampai 10 jam atau bahkan 14 jam setiap hari. Keheranan itu, bisa jadi, karena, “aku yang kerja 8 jam sehari aja udah capek dan stres, apalagi kerja sampai 14 jam setiap hari!”

Ya, kebanyakan orang memang tidak menyukai apalagi menikmati pekerjaan mereka. Akibatnya, bagi mereka, pekerjaan terlihat seperti “musuh” yang harus dijauhi, dan bukan “teman baik” yang harus diakrabi. Mungkin mereka bahkan membenci pekerjaan yang dilakukan setiap hari.

Sebenarnya, semua pekerjaan mungkin memang tidak ada yang menyenangkan—setidaknya kalau dibandingkan dengan aktivitas liburan, rebahan, ngewe, atau bengong di depan teve. Artinya, mencintai pekerjaan sebenarnya bukan karena faktor kerja apa, tapi lebih ke diri kita.

Orang-orang yang mencintai dan menikmati pekerjaan sering kali bukan karena pekerjaan itu memang nikmat—persetan, memangnya pekerjaan apa yang nikmat?—tapi karena orang bersangkutan berusaha mencintai pekerjaannya, dan belajar menikmati pekerjaan yang dilakukan.

Terkait kerja, aku hanya menerapkan prinsip sederhana; bahwa dengan bekerjalah aku bisa mendapat uang, agar bisa melanjutkan kehidupan dengan baik. Karena prinsip itu pula, aku berusaha mencintai pekerjaanku—terlepas apa pun yang kukerjakan—dan belajar menikmatinya.

Orang tidak bisa mencintai pekerjaan semata-mata karena pekerjaan itu passion baginya! Tak peduli se-passion apa pun, pekerjaan tetap pekerjaan, dan bisa menjadi aktivitas penuh tekanan sekaligus membosankan! Orang hanya bisa mencintai pekerjaan, jika belajar mencintainya!

So, itulah yang kulakukan—aku berusaha mencintai yang kukerjakan, dan belajar menikmatinya. Belakangan, bekerja menjadi aktivitas paling menyenangkan bagiku—sebegitu menyenangkan, hingga aku ingin terus melakukannya. Ini tentu butuh proses, waktu, kesadaran, dan pembelajaran.

Apakah aku pernah stres karena pekerjaan? Tentu saja, ya, seperti umumnya orang bekerja. Tetapi, jika kupelajari, stres karena aktivitas kerja jauh lebih minim dibanding di luar kerja. Karena bekerja, bagiku, sangat menyenangkan! Aku justru mudah stres saat jauh dari kerja.

Bagiku, menjauh dari pekerjaan artinya masuk ke lingkungan masyarakat atau “orang-orang umum”. Dan masuk ke lingkungan masyarakat atau “orang-orang umum” artinya memungkinkanku rentan terkena paparan masalah dari luar, dan itu membuatku mudah stres.

Sebagian besar stres yang kualami bukan berasal dari pekerjaan, tapi justru dari luar pekerjaan. Bisa dibilang, selama aku terus berkutat dengan pekerjaan, stresku akan sangat minim. Karena itu, pekerjaan menjadi kepompong sempurna untukku berlindung dari stresnya dunia.

Sering aku membayangkan terasing seorang diri di suatu kota mati, atau di pulau kosong tak berpenghuni, dan hanya hidup sendirian. Dan aku yakin tidak akan stres, selama memiliki akses terhadap peranti yang kubutuhkan untuk terus bekerja. Dan teh hangat, dan udud—tentu saja!

So, aku mencintai pekerjaan bukan karena pekerjaanku menyenangkan atau karena itu passion-ku, tapi karena aku berusaha mencintainya, dan belajar menikmatinya. Omong kosong kalau ada pekerjaan yang tidak akan membuat stres atau bosan. Itu pasti bukan pekerjaan!

Sebagai bocah, hanya satu hal yang kucintai di dunia ini: Bermain! Belajar, berpikir, dan bekerja, adalah “permainan” menyenangkan bagiku—sebegitu menyenangkan, hingga aku ingin terus melakukannya, dan hanya berhenti setelah lelah. Itulah kenapa aku “bermain” 14 jam setiap hari.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 September 2019.

 
;