Kamis, 20 Februari 2020

Noffret’s Note: Joker

Banyak orang tertarik pada Joker, bahkan mempersonifikasi diri sebagai Joker, khususnya setelah menonton film terbarunya. Dalam hal ini, sejujurnya, aku sama sekali tidak tertarik pada Joker atau tokoh lain seperti dirinya. Joker bukan jenis kepribadian yang menarik minatku.

Apa tujuan hidup Joker? Tidak ada! Joker tidak hidup untuk tujuan jelas. Sebaliknya, dia hidup untuk tanpa-tujuan! Joker tidak mengenal keteraturan atau prinsip yang... well, akademis. Karena misi hidupnya adalah menciptakan kekacauan, persis seperti yang ada dalam pikirannya.

Banyak orang menjadi superhero—atau supervillain—karena pengaruh masa lalu atau masa kecilnya. Tapi mereka semua memiliki tujuan jelas, terlepas konstruktif atau destruktif. Beda dengan Joker. Dia tidak punya tujuan, selain mengacau! Dan karena itulah, aku tidak tertarik padanya!

Batman menjadi superhero karena pengaruh masa kecil. Lalu dia membangun misi yang menjadi tujuan hidupnya—menumpas kejahatan. Dan dia melakukannya dengan prinsip keteraturan, secara metodis, dengan satu tujuan jelas! Aku jelas lebih mengagumi Batman, daripada Joker yang kacau!

Bahkan untuk ukuran sesama supervillain, aku lebih mengagumi Ra's al Ghul, meski dia juga menjadi musuh Batman. Ra's al Ghul memang punya tujuan destruktif, tapi dia memiliki misi dan perspektf yang jelas, dan dia melakukannya secara metodis, serta dengan prinsip keteraturan.

Orang-orang semacam Joker—yang menjalani hidup dengan kacau dan asal tabrak, tanpa keteraturan pikiran, tanpa perspektif yang jelas, serta tanpa misi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademis—tidak pernah menarik minatku, tak peduli dia dipuja-puja seperti nabi.

Sebenarnya, aku curiga bahwa kita telah meromantisasi atau bahkan mengglorifikasi sosok Joker. In fact, Joker menyedot perhatian banyak orang, setelah Heath Ledger memerankannya secara brilian (ditambah lagi dia mati setelah memerankan tokoh itu), hingga Joker jadi sangat ikonik.

Jangan-jangan, yang kita kagumi sebenarnya bukan Joker, melainkan kehebatan akting Heath Ledger. Atau jangan-jangan... ada banyak orang yang diam-diam memang seperti Joker—hidup dengan kacau dan tanpa tujuan—lalu merasa menemukan "teman" atau personifikasi yang dianggap mewakili.

Banyaknya orang yang mengagumi—atau bahkan mengglorifikasi—Joker adalah fakta yang memprihatinkan, karena secara tak langsung menjelaskan seperti apa isi pikiran dan kehidupan banyak orang di sekeliling kita. Kekacauan... tanpa tujuan... jauh dari prinsip-prinsip keteraturan.

Oh, ya, aku juga mengagumi beberapa supervillain, seperti Magneto atau En Sabah Nur (Apocalypse). Dulu, aku ingin menjadi Magneto, tapi sekarang aku hanya ingin menjadi En Sabah Nur. Karena di dunia ini tidak ada yang mengalahkan Awkarin selain En Sabah Nur.

(Ujungnya kacau).

Ingin jadi En Sabah Nur, ya Allah.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 7 Oktober 2019.

 
;