Gara-gara tagar #PrayForHarunRasyid, aku melihat video-video mengerikan (atau haruskah kusebut "tidak manusiawi"?) yang mungkin mestinya tak kulihat... dan miris sekali. Apa yang sebenarnya sedang terjadi di negeri ini?
Kemarin ada perempuan yang mengingatkan agar kita "berhenti meromantisasi para petugas yang menghalau para pendemo", dan perempuan itu malah dihujat serta dicaci-maki. Sekarang aku mulai memahami mengapa sampai ada orang yang mengingatkan hal itu.
Jika kuperhatikan, sejak awal demo dan keributan (atau kerusuhan) meletus, memang tampak terjadi "romantisasi" terhadap satu pihak, sambil "menganggap tidak ada" pihak lain. Itu sangat jelas terlihat, setidaknya bagiku, dan sebagian media jelas tampak (sangat) tak berimbang.
Jika ingin membuktikan yang kukatakan, lakukan hal mudah ini: Baca dan cermati berita-berita terkait demo dan kerusuhan itu, dan lihat hasilnya. Jika membaca ratusan berita terasa berat, buka saja akun-akun Twitter media di Indonesia dan lihat TL mereka. Tidak ada objektivitas!
Sekarang aku telah melihat video-video mengerikan itu—yang dengan gamblang memaparkan kenyataan, dan jelas bukan rekayasa—dan aku pun akhirnya memahami kenapa berbagai media sosial sengaja "ditutup". Pemerintah pasti ketakutan kalau video-video brutal itu sampai bocor keluar.
Aku tidak tahu siapa Harun Rasyid, dan mungkin tidak akan pernah tahu, karena bocah itu telah mati, ketika usianya baru 15 tahun, dengan darah dan luka. Tapi aku bisa menunggu... akan seperti apa media-media di Indonesia memberitakan kematiannya.
#PrayForHarunRasyid
....
....
So, video brutal yang viral itu benar-benar terjadi, tapi narasi yang mengiringinya tidak benar (hoax), karena si korban bukan Harun Rasyid. Tapi Harun Rasyid benar-benar tewas dalam kerusuhan kemarin.
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24-25 Mei 2019.