Pertanyaan sederhana yang sering kupikirkan sampai sekarang; jika seorang anak—seorang manusia—menyesali kelahirannya, kepada siapa dia harus mengajukan protes? Kepada siapa dia harus mengatakan bahwa dia menyesal telah dilahirkan?
Jangan mengatakan bahwa tidak ada manusia yang menyesal dilahirkan, karena faktanya sangat banyak anak terluka di bawah langit yang tak usai menangisi kelahirannya sendiri—kelahiran yang ia sesali sampai mati.
Apakah orang-orang tua yang punya anak pernah memikirkan kenyataan itu? Apakah mereka pernah membayangkan bahwa anak-anak mereka menyesali kelahirannya, dan diam-diam mengutuk orang tua yang telah melahirkannya?
Tentu banyak anak yang bahagia dengan hidupnya, mensyukuri kelahirannya, dan sangat mencintai orang tuanya. Mungkin kau termasuk di antara mereka—dan kau orang beruntung. Sayangnya, tidak semua anak seberuntung dirimu.
“Kau harus berbakti pada orang tua, karena merekalah yang melahirkanmu.”
Doktrin itu menggeneralisasi semua orang tua pasti baik, dan si anak pasti menjalani kehidupan yang sama baik. Faktanya, realitas kehidupan setiap orang tidak bisa digeneralisasi.
"Tidak ada orang tua yang bermaksud jahat kepada anaknya."
"Tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya."
Really? Lalu ayah yang memperkosa putrinya sendiri itu apa namanya, bastard? Ibu yang melacurkan anaknya sendiri itu apa namanya, bangsat?
Ada orang tua yang baik—itu pasti. Adakah orang tua yang buruk? Banyak! Dan yang buruk dari orang tua yang buruk adalah... mereka tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya sangat buruk!
Kalau kau tidak tahu apa-apa soal motor dan tidak pernah belajar naik motor, tapi nekat naik motor... kau pasti akan menjadi pengendara motor yang sangat buruk. Begitu pun kalau kau punya anak dengan cara yang sama. Ironisnya, begitulah cara kebanyakan orang punya anak!
Ada anak-anak yang dilahirkan hanya untuk ditimbuni beban demi beban tanpa henti, masalah demi masalah tanpa usai, sampai orang tuanya mati. Bahkan ketika mereka mati, beban dan masalah yang ditinggalkan masih menggunung, dan si anak yang susah payah membenahinya.
In the end, kalau kau dilahirkan, dan semenjak kanak-kanak sampai dewasamu belum pernah merasakan kebahagiaan, sementara orang tuamu tak henti menimpakan masalah dan beban, masih bisakah kau mengatakan bersyukur karena telah dilahirkan?
Besok, di catatan di blog, aku akan menceritakan seseorang yang sampai menjadi ateis karena menyesali kelahirannya, dan karena kebenciannya yang luar biasa terhadap orang tuanya yang sangat... sangat buruk.
....
....
Ini catatan baru. Tapi kalau tidak siap mental, sebaiknya JANGAN BACA.
Semalam Bersama Ateis » https://bit.ly/2JD3Mi5
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25-26 Mei 2019.