Diminta agar tidak salat Jumat itu maksudnya agar tidak terjadi kerumunan banyak orang di masjid, karena rentan menularkan virus corona (jika kebetulan ada yang mengidapnya). Lha kok malah diganti salat zuhur berjemaah di masjid, dan tetap berkerumun. Itu piye cara berpikirnya?
Sepertinya, pemerintah—mungkin bisa lewat organisasi keagamaan seperti NU atau Muhammadiyah—memberi tahu para ustad/ulama/penceramah di kampung-kampung, mengenai kemungkinan penularan virus corona dari aktivitas berkerumun. Mereka perlu diberi tahu dengan bahasa yang sederhana.
Soalnya ada—bahkan mungkin masih banyak—ustad/ulama yang tampaknya belum memahami betapa seriusnya wabah corona di Indonesia, dan menceramahkan hal-hal yang bertolak belakang dengan imbauan pemerintah. Akibatnya, bisa jadi, masyarakat kebingungan, dan seperti dipaksa memilih.
Masyarakat seperti dipaksa memilih antara imbauan pemerintah atau imbauan ustad/ulama, karena suara mereka berbeda, bahkan bertolak belakang. Misal, pemerintah mengimbau agar salat sendiri, untuk menghindari corona, sementara ustad ceramah salat berjemaah tetap harus dilakukan.
Ada ustad yang berceramah di masjid, "Saat menghadapi musibah (maksudnya wabah corona saat ini), yang harus kita lakukan adalah menaati perintah Allah, dan bukan malah menggunakan akal kita sendiri. Salat berjemaah itu baik, malah dilarang. Bersalaman itu bagus, malah dilarang."
Ceramahnya masih panjang, tapi kalian pasti paham lanjutannya. Maksud ustad itu tentu bagus, karena mengajak masyarakat untuk tetap berpegang pada agama, dalam keadaan dihantam wabah sekali pun. Tapi hal itu juga bermasalah, karena menempatkan masyarakat pada posisi rentan.
Dalam pikiranku, ustad bersangkutan mungkin belum paham wabah corona seutuhnya, juga tidak tahu bagaimana wabah ini bisa terjadi begitu cepat, serta bagaimana penularannya. Karena itulah, ustad/ulama yang semacam itu perlu diberi tahu dengan bahasa yang mudah dan sederhana.
Mereka perlu diberi tahu bahwa virus corona bisa menular lewat sentuhan, benda-benda yang kita pegang, juga lewat cairan tubuh manusia seperti liur, ludah, percikan bersin, dan semacamnya. Hindari istilah "droplet" atau istilah ilmiah semacamnya yang malah bikin mereka bingung.
Siapa yang harus memberi tahu mereka? Tentu saja bukan kita, karena siapalah kita ini! Karena itu pula, seperti yang kusebut tadi, organisasi keagamaan seperti NU atau Muhammadiyah bisa berperan di sini dalam "menyadarkan" ustad-ustad mereka, agar memahami wabah corona seutuhnya.
Bayangkan saja umpama Rizieq Shihab dan Felix Siauw mengatakan, "Kita tetap salat berjemaah, dan persetan dengan wabah corona!" Pasti ada ribuan orang yang akan mengikuti mereka. Untungnya, mereka berdua sepakat dengan kita, dalam hal mencegah penularan virus corona. Puji Tuhan!
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 20 Maret 2020.