Rabu, 01 Juli 2020

Noffret’s Note: Tidak Paham

Ada orang-orang yang, entah apa isi otaknya, suka mempersulit diri, lalu pusing dan stres sendiri, lalu menyalahkan orang lain karena dianggap mempersulit mereka. Padahal diri mereka sendiri yang mempersulit diri.

Agar tweet tadi tidak menimbulkan kesalahpahaman, sepertinya aku perlu melanjutkan dan menjelaskan maksudku. Sambil nunggu udud habis.

Mari gunakan contoh.

Si A ingin ketemu Si B. Tapi Si A berharap Si B yang mendekatinya dan mengajaknya ketemuan. Ketika Si B tidak juga mendekati apalagi mengajaknya ketemuan, Si A pusing dan jengkel sendiri.

Aku benar-benar tidak paham dengan hal tolol semacam itu.

Kalau aku memang ingin ketemu seseorang, aku akan mengatakannya secara baik-baik, dan menjelaskan maksudku. Jika dia menerima, aku akan menemuinya. Jika dia menunjukkan sikap negatif—istilah lain untuk penolakan—aku berhenti. Simpel, sederhana, dan tidak ada yang terganggu.

Kalau aku ingin bertemu seseorang, tapi aku berharap orang itu yang mengajakku ketemuan, itu tolol, konyol, sekaligus gila! Aku yang punya keinginan, tapi berharap orang lain yang harus berinisiatif. Dan ketika orang itu tidak juga berinisiatif, aku jadi stres sendiri. Sinting!

Dulu, ada beberapa tukang batu bekerja di rumahku. Suatu hari, mereka mau bikin teh, tapi gula di wadah pas habis. Mereka mungkin bingung, lalu ribut sendiri dengan temannya, “Wah, pabrik gula tutup, nih,” dan semacamnya, yang intinya ingin memberi tahuku bahwa gula habis.

Waktu itu aku sedang membaca buku, dan mendengar omongan mereka, tapi aku sama sekali tidak paham apa maksudnya. Mereka menyebut-nyebut pabrik gula tutup, gudang gula terbakar, dan semacamnya, dan semacamnya. Tapi mereka tidak juga memberitahukan apa maksud kata-kata itu.

Belakangan, saat aku mendatangi tempat mereka bekerja, para tukang batu itu cuma memandangiku, tapi tidak ada yang mengatakan atau memberitahukan apa pun.

Aku baru sadar soal gula habis waktu mengecek wadahnya, lalu mengambil gula dari lemari, dan menuangkannya ke wadah gula.

Setelah sadar apa yang terjadi—dan mulai paham apa maksud celoteh mereka tadi—aku akhirnya bilang, “Lain kali, kalau butuh sesuatu, tolong katakan secara jelas, biar aku langsung paham. Tidak usah pakai kode macam-macam.” Dan gula di rumahku cukup untuk 3 bulan ke depan.

Peristiwa itu sangat membingungkanku. Apa susahnya ngomong baik-baik, “Kami mau bikin teh, tapi gula di wadah pas habis.” Simpel, mudah, sederhana, tidak perlu repot mengarang-ngarang kode atau metafora yang sulit, dan aku bisa langsung memenuhi permintaan mereka saat itu juga.

Manusia, dalam perspektifku sebagai bocah, sering mempersulit dirinya sendiri. Sudah diberi anugerah kemampuan berbicara—hingga bisa ngomong secara baik, sopan, dan jelas—malah sibuk mengarang metafora dan membikin aneka kode yang bisa jadi malah membingungkan dan menjengkelkan.

PS:

Kalau mungkin ada yang bertanya-tanya, kenapa selama ini aku sangat jarang/tidak pernah mengajak komunikasi siapa pun di Twitter, jawabannya sederhana; karena aku tidak ingin mengganggu siapa pun, dan karena nyatanya aku tidak punya kepentingan apa pun dengan siapa pun.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 9 Juni 2020.

 
;