Ada orang-orang yang menyadari bahwa pemerintah saat ini bermasalah, karena merilis aneka aturan bermasalah. Tapi mereka tidak berani bersuara, karena berbagai alasan yang tak mungkin mereka katakan. Dan, omong-omong, itulah "konflik kepentingan" dalam wujud paling samar.
Bertahun lalu, ketika "tokoh-tokoh Twitter"—aku tahu istilah ini sangat konyol—dikumpulkan secara berkala, aku memperhatikan dari waktu ke waktu.
Waktu itu belum ada masalah, dan semuanya tampak baik-baik saja. Tapi aku masih ingat siapa-siapa saja yang "dikumpulkan" waktu itu.
Saat lautan tenang, semua orang akan tampak wajar. Tapi saat lautan bergolak, semua orang akan menunjukkan jati diri masing-masing. Dan itulah yang sekarang terjadi.
Sejak pergolakan terjadi beberapa hari ini, orang-orang yang dulu "dikumpulkan" semuanya diam, memilih aman.
Aku menyadari mereka (mungkin) ada dalam posisi dilematis. Di satu sisi, nurani mereka menyadari adanya kesalahan. Namun, di sisi lain, mereka tidak mungkin bersuara karena adanya konflik kepentingan. Jadi mereka berusaha bersikap sewajar mungkin, meski sebenarnya tak wajar.
Yang kumaksud dalam ocehan ini bukan mereka yang disebut "kakak pembina", tapi orang-orang biasa yang kebetulan populer di Twitter. Kalau kau punya ingatan dan ketekunan seperti yang kulakukan, kau pun tahu siapa-siapa saja yang kumaksudkan. Twitter ini diam-diam "medan perang".
Ada orang-orang yang sok sinis mengatakan bahwa demonstrasi hari-hari ini "membuat senang segelintir orang". Aku tidak tahu siapa yang mereka maksud.
Tapi aku juga "senang", karena demonstrasi yang terjadi telah mengungkap topeng banyak orang, hingga siapa asli mereka terlihat.
Orang-orang yang dulu sangat cerdas, kritis, dan bersuara lantang terhadap ketidakberesan apa pun, tapi sekarang "tidak melihat" kekacauan dalam RUU yang dirilis DPR/pemerintah, adalah keanehan luar biasa.
Dan percayalah, ada yang menyadari serta mengamati keanehan kalian.
Banyak yang mengatakan, Orde Baru-nya Soeharto adalah "zaman mengerikan" di Indonesia. Itu benar. Namanya juga era diktatorial. Tapi Soeharto melakukan aksinya terang-terangan, hingga orang yang paling tolol pun sadar apa yang terjadi. Hal berbeda terjadi di masa sekarang...
Di masa sekarang, sesuatu yang mirip di era Soeharto akan sama dilakukan, tapi secara diam-diam. Pelajari RUU-RUU yang bermasalah itu, dan kau akan sadar! Karenanya, memilih diam atau bersikap netral di masa seperti sekarang adalah sebentuk kejahatan, jika bukan kebodohan.
“Tempat tergelap di neraka," kata Dante Alighieri, "dicadangkan untuk mereka yang tetap bersikap netral di saat krisis moral.”
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 27 September 2019.