Minggu, 10 Juli 2022

Orang-Orang di Internet

Rupanya, era internet mengubah jam kerja 
yang semula 7 jam di siang hari menjadi 24 jam. 
Tadi dapat e-mail dari media di Indonesia, pukul 23.00. 
Setengah jam kemudian e-mail kubalas, 
dan barusan mereka kembali membalas. 
Benar-benar cara kerja zaman now. I like this!
@noffret


Bertahun lalu, Eric Schmidt dan Jared Cohen menulis buku berjudul “The New Digital Age”. Dalam buku itu, mereka menyatakan bahwa kelak “the world’s breaking news” akan datang dari platform seperti Twitter, bukan lagi dari media mainstream. “Kelak” itu sekarang terjadi.

Selain Twitter, media sosial lain yang sangat berpengaruh saat ini adalah Facebook, dan miliaran orang nongkrong di sana. Sekian juta orang menulis di Facebook, panjang lebar, penuh detail—padahal tidak dibayar. Tapi mereka senang melakukannya, dan terus melakukan.

Kenyataan itu pernah memberi ide pada beberapa bocah di Jepang. Mereka menciptakan platform citizen journalism bernama OhMyNews!, dan membayar siapa pun yang mau menulis di platform tersebut. Bayarannya 300 yen per tulisan.

Bocah-bocah Jepang itu berpikir, “Jutaan orang menulis di Facebook, dan mereka melakukan itu padahal tidak dibayar. Jika kita tawari bayaran untuk menulis di OhMyNews!, mereka pasti akan senang hati melakukannya.” 

Dengan modal besar, ide itu pun diluncurkan.

Platform OhMyNews! dirancang semirip mungkin dengan Facebook, dan siapa pun boleh menulis di sana. Dengan bayaran, tentu saja. Iklannya gencar di Facebook, waktu itu, mengundang siapa pun yang suka menulis di media sosial tersebut, agar pindah ke OhMyNews!. 

Platform OhMyNews! tidak memasang syarat macam-macam. Cukup mendaftar sebagai anggota, lalu menulislah sesukamu! Per tulisan, akan dibayar 300 yen. Sudah, hanya itu. (Di Indonesia, platform itu mungkin mirip Kompasiana atau Kaskus—semacam itu).

Dan apakah jutaan orang di Facebook lalu hijrah ke OhMyNews!, sebagaimana yang mereka bayangkan? Sayangnya, tidak! Memang ada segelintir orang dari Facebook yang lalu masuk ke OhMyNews!, dan menulis di sana, dan mendapat bayaran. Tapi jumlahnya sangat sedikit.

OhMyNews! bahkan kemudian ditutup karena dinilai tidak menjanjikan. Sementara Facebook, yang sama sekali tidak membayar siapa pun yang menulis di sana, justru terus mendapat tambahan pengguna yang juga aktif menulis. Bagaimana “keanehan” semacam itu bisa terjadi?

Belakangan, saya merasa déjà vu, ketika kumparan [dotcom] lahir di Indonesia, dan mengusung konsep serupa OhMyNews!. Bedanya, kumparan menggaji para jurnalis tetap, dan tidak hanya mengandalkan pengguna, hingga mereka mampu eksis sampai sekarang, bahkan terus membesar.

Kompasiana, sebagai contoh, tidak membayar orang yang menulis di sana, bahkan—menurut saya—menulis di Kompasiana tergolong ribet, karena ada setumpuk syarat, dan tulisanmu bisa di-take down secara sepihak, dengan alasan apa pun. Tapi banyak orang terus menulis di sana.

Kira-kira, apa motivasi orang menulis di Kompasiana? Tentu saja bukan uang! Bisa jadi untuk eksistensi, mengerjakan tugas kuliah (ada dosen yang menugaskan mahasiswa untuk menulis di blog, termasuk di Kompasiana), dan lain-lain. Tapi yang jelas bukan bertujuan uang.

Orang-orang yang menulis di Kompasiana mungkin sebelas dua belas dengan orang-orang yang menulis di Facebook. Cenderung untuk kesenangan, menjalin komunikasi dan hubungan dengan orang lain, plus sedikit motivasi terkait eksistensi. Itu jenis motivasi yang jauh dari uang.

Karenanya, ketika bocah-bocah Jepang mendirikan OhMyNews! dengan maksud “memindahkan” orang-orang dari Facebook ke platform mereka, konsep itu sudah cacat sejak awal. Orang yang melakukan sesuatu untuk bersenang-senang tidak bisa dirayu dengan uang—kecuali sangat banyak!

Dalam perspektif saya, ada tiga jenis orang yang eksis di internet. Yang pertama, semata karena ingin eksis (biasanya aktif di berbagai media sosial). Yang kedua, karena uang (mereka menjadikan internet sebagai sumber uang). Yang ketiga, perpaduan dari keduanya. (Mungkin ada pula jenis keempat, yang menggunakan internet untuk mendokumentasikan pikiran dan sekadar bersenang-senang—setidaknya, itulah yang saya lakukan.)

Orang jenis pertama, yang semata ingin eksis, tidak bisa ditarik agar pindah ke platform kita, kecuali kita punya platform sebesar dan sepopuler Facebook. Mereka bahkan tidak bisa dirayu dengan iming-iming uang. Kasus tutupnya OhMyNews! bisa menjadi bukti nyata. 

Sebaliknya, ada orang-orang yang aktif di internet untuk mendapatkan uang. Mereka biasanya tidak peduli eksistensi (dalam arti mereka tidak peduli popularitas), karena yang mereka cari di internet memang bukan hal-hal semacam itu, melainkan murni mencari uang.

Orang-orang yang saya kenal, yang menghasilkan uang dari internet, rata-rata tidak peduli eksistensi atau popularitas—karena mereka sudah sangat sibuk dengan pekerjaannya. Mereka tidak peduli terkenal atau tidak, yang penting uang terus mengalir ke rekening!

Sementara saya aktif di internet untuk sekadar mendokumentasikan pikiran, yang tak bisa saya lakukan di dunia nyata. Saya tidak bisa diiming-imingi popularitas, karena tidak butuh. Saya juga tidak bisa dirayu dengan uang... kecuali sangat banyak!

 
;