Selasa, 23 Januari 2024

Sampah Plastik dan Pemanasan Global

Kecurigaanku soal sampah plastik ini akhirnya terjawab, tepat seperti yang kuperkirakan. Modusnya sama seperti isu pemanasan global; melempar isu besar, dan menempatkan pihak lain (dalam hal ini negara berkembang) di bawah tudingan.

Banyak orang yang masih "gelagapan" dalam menghadapi "umpan" lemparan isu-isu global, termasuk isu sampah plastik yang saat ini mengemuka. Tanpa bermaksud mengajari, mari kita lihat bagaimana "permainan berbiaya besar" ini dimainkan dan menipu orang sedunia.

Mayoritas orang pasti akan langsung mengajukan berita mengenai tumpukan kantong plastik di perut hiu mati, atau video yang merekam hidung kura-kura kemasukan sedotan.

Kita mulai dari pertanyaan sederhana: Kenapa sedotan dan kantong plastik menjadi isu krusial akhir-akhir ini?

Dan itulah yang mereka inginkan! Mereka ingin kita semua mendukung kampanye "remeh-temeh" soal sedotan dan kantong plastik itu, karena ada hiu mati dengan perut penuh plastik, dan ada kura-kura berdarah karena hidungnya kemasukan sedotan. Sangat wajar!

Yang jadi masalah adalah... siapakah sebenarnya yang melakukan kesalahan terbesar? Benar sekali, si pelempar isu!

Sudah melihat bagaimana permainan ini dijalankan? Lemparkan isu, buat dokumentasinya, sodorkan pada dunia, dan biarkan mereka kalang kabut karena merasa bersalah!

Modus ini benar-benar persis dengan isu pemanasan global. Negara-negara maju sadar mereka telah mencemari bumi dengan sangat parah. Karenanya, sebelum dunia menyadari, mereka gembar-gembor duluan sembari menuding pihak lain, sambil pura-pura tak melihat kesalahannya sendiri.

Muara dari semua ini (isu pemanasan global sampai isu sampah plastik) sebenarnya tidak hanya menuding negara-negara berkembang sebagai biang masalah, tapi juga menciptakan ketergantungan negara-negara berkembang terhadap negara-negara maju. Ini sebenarnya persoalan bisnis!

Yang menjadikan isu-isu ini tampak-gawat-seolah-besok-akan-kiamat, karena orang-orang awam—seperti biasa—hanya melihat lewat permukaan, tanpa mau menyelami APA YANG SEBENARNYA TERJADI. 

Omong-omong, dokumen soal isu pemanasan global saja tebalnya lebih dari 10 ribu halaman!

Kalau kita mau tekun membaca dan mempelajari lembar-lembar dokumen itu hingga paham apa yang sebenarnya terjadi, kita pun akan sadar sedang dikibuli. Tapi orang-awam-keparat mana yang mau membaca dokumen setebal 10 ribu halaman? Mereka lebih suka ngoceh sambil sok pintar!

Ocehan ini pun sebenarnya baru menyentuh permukaan—namanya juga ocehan. Kalau mau diuraikan secara mendalam sampai detail, mungkin sampai lebaran mendatang belum juga selesai, karena panjang sekali.

Intinya, isu-isu global perlu dipahami secara global, dengan kaca pembesar.

Oh, ya, tentu saja kita perlu peduli kelestarian bumi, dan perlu memperbaiki perilaku terkait penggunaan plastik serta sampahnya. Tapi jangan bermimpi bahwa dengan itu saja masalah ini akan selesai. Karena itu seperti mengepel lantai akibat genteng bocor. Masalahnya di genteng!

Menyadari untuk melestarikan bumi, termasuk memperhatikan sampah plastik kita, itu upaya kita mengepel lantai akibat genteng bocor. Perlu dilakukan, tapi genteng yang bocor juga perlu diperbaiki—itulah inti masalahnya!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 13 April.

 
;