Kita pasti mengenal nama penulis cerita detektif paling terkenal di dunia, Agatha Christie. Meski dia telah meninggal dunia lebih dari dua puluh tahun yang lalu, tetapi sampai hari ini buku-buku karyanya masih terjual dan masih diburu orang. Saat ini, buku-buku karya Agatha Christie telah terjual lebih dari dua miliar eksemplar di seluruh dunia.
Kalau membaca data itu, kita tentu tak perlu lagi menyangsikan kehebatan Christie dalam menulis.
Tetapi, sebagaimana para penulis lainnya, Agatha Christie juga pernah mengalami masa-masa pembelajaran dimana dia masih ‘tertatih-tatih’ dalam menulis, dan hasil tulisannya masih jelek. Saat pertama kali menulis, dia bahkan tak berani mengirimkannya ke penerbit mana pun, karena dia sendiri sudah bisa menilai karyanya itu jelek.
Tetapi untunglah waktu itu Agatha Christie memiliki seorang tetangga yang telah menjadi penulis novel terkenal, bernama Eden Phillpotts. Jadi dia sering membawa karya-karyanya kepada Phillpots.
Meski tahu bahwa karya Christie waktu itu tak terlalu bagus, Phillpots juga tahu perempuan itu punya potensi. Dia sama sekali tak mengkritik ataupun mengajari Christie meskipun dia seorang penulis hebat—Phillpots lebih memberikan pujian dan dorongan semangat agar Christie terus menulis.
Dan begitulah, pada tahun-tahun selanjutnya, ketika kemahsyuran Agatha Christie telah jauh melampaui kemahsyuran Philpotts, Christie menggambarkan bagaimana Philpotts memberikan taktik dan simpati yang sangat dibutuhkan untuk mempertahankan keyakinan dirinya sebagai penulis pemula.
“Saya mengagumi pengertiannya,” kata Agatha Christie, “yang diberikannya hanya dorongan, bukan kritikan.”
Dan saat Philpotts meninggal pada tahun 1960, Christie menulis, “Untuk kebaikannya pada saat saya masih seorang gadis muda yang baru mulai menulis. Saya akan selalu merasa berterima kasih padanya.”