Kekhusyukannya itu kemudian terhenti ketika terdengar suara Mrs. Davis, yang sepertinya baru kembali dari pekerjaan rutinnya.
“Sudah menemukan sesuatu, Jason?”
Jason mengangkat mukanya dari depan komputer, dan menatap kosong pada wanita itu. “Saya tidak yakin,” ujarnya kemudian. “Kata kunci yang saya dapatkan dari buku itu sekarang malah membuat saya berputar-putar dalam kebingungan yang makin aneh.”
Mrs. Davis tersenyum. “Mungkin sudah saatnya kau mengizinkan wanita tua ini untuk membantumu.”
Jason selalu senang pada Mrs. Davis. Wanita 50-an tahun itu selalu ringan tangan, dan pengetahuannya yang amat luas karena bertahun-tahun menjadi pustakawan memang menjadikannya seperti ensiklopedia berjalan. Jason tahu, ada banyak mahasiswa, bahkan dosen, di KSU yang menjadikan Mrs. Davis sebagai semacam “buku hidup”. Dan sekarang wanita luar biasa itu telah duduk di samping Jason, menatap ke arah layar monitor.
“Coba lihat apa yang telah kaudapatkan,” ujar Mrs. Davis dengan ringan.
Jason membuka satu halaman posting. Flèur l’Epàc.
“Kita mulai dari post ini, Mrs. Davis. Karena post inilah yang pertama kali saya temukan ketika menggunakan kata kunci yang saya peroleh dari buku ‘The Dark Island’. Seperti yang Anda lihat, ada sesuatu yang disembunyikan penulisnya dalam posting ini dengan amat cerdik. Tapi dia tidak mau membukakan semuanya dalam catatan ini. Artinya, saya pikir, dia memecah-mecah rahasianya dalam beberapa post lain.”
“Hmm…” Mrs Davis menggumam sambil menatap ke barisan kalimat di hadapannya. Ia tahu, sebagaimana Jason tahu, tulisan dalam posting itu tidak seperti tampaknya. Sesuatu ditanamkan dalam rangkaian kata-kata itu—dengan sangat halus—sehingga orang-orang yang membaca tidak menyadarinya.
“Nah,” lanjut Jason sambil membuka sebuah tab di monitor, “sekarang lihat post yang ini.”
Mrs. Davis membaca judul postingnya, Mereka Pergi ke Bora Bora.
“See. Anda tentu tahu apa makna Bora Bora,” ujar Jason sambil tersenyum. “Kalau kita baca catatan di bawah judul tersebut, kita tahu Bora Bora yang dimaksudkan di situ bukan nama tempat, melainkan analogi.”
Mrs. Davis memahami senyum itu. “Tentu saja. Itu kamuflase untuk penyebutan fatamorgana.”
“Posting ini seperti dialog absurd,” lanjut Jason. “Well, istilah Bora Bora sendiri tidak terkenal, sehingga tidak menarik perhatian. Dengan judul aneh dan isi posting yang sama anehnya, orang pasti tidak menghiraukannya. Tapi posting yang singkat dan terkesan absurd ini memberikan jawaban yang saya inginkan.”
“Tapi, Jason, nyatanya memang isi posting ini hanya dialog yang tidak jelas, kan? Eh, jujur, aku tidak menemukan apa pun yang disembunyikan di sini.”
“Memang tidak,” sahut Jason sambil menahan senyum. “Kita tidak akan menemukan apa-apa jika hanya membaca judul dan isi postingnya.”
“Jadi, selain judul dan isi catatan di dalamnya, apa lagi yang harus kita lihat?”
Kali ini Jason benar-benar tersenyum. “Coba perhatikan lebih saksama lagi, Mrs. Davis.”
Lanjut ke sini.
“Sudah menemukan sesuatu, Jason?”
Jason mengangkat mukanya dari depan komputer, dan menatap kosong pada wanita itu. “Saya tidak yakin,” ujarnya kemudian. “Kata kunci yang saya dapatkan dari buku itu sekarang malah membuat saya berputar-putar dalam kebingungan yang makin aneh.”
Mrs. Davis tersenyum. “Mungkin sudah saatnya kau mengizinkan wanita tua ini untuk membantumu.”
Jason selalu senang pada Mrs. Davis. Wanita 50-an tahun itu selalu ringan tangan, dan pengetahuannya yang amat luas karena bertahun-tahun menjadi pustakawan memang menjadikannya seperti ensiklopedia berjalan. Jason tahu, ada banyak mahasiswa, bahkan dosen, di KSU yang menjadikan Mrs. Davis sebagai semacam “buku hidup”. Dan sekarang wanita luar biasa itu telah duduk di samping Jason, menatap ke arah layar monitor.
“Coba lihat apa yang telah kaudapatkan,” ujar Mrs. Davis dengan ringan.
Jason membuka satu halaman posting. Flèur l’Epàc.
“Kita mulai dari post ini, Mrs. Davis. Karena post inilah yang pertama kali saya temukan ketika menggunakan kata kunci yang saya peroleh dari buku ‘The Dark Island’. Seperti yang Anda lihat, ada sesuatu yang disembunyikan penulisnya dalam posting ini dengan amat cerdik. Tapi dia tidak mau membukakan semuanya dalam catatan ini. Artinya, saya pikir, dia memecah-mecah rahasianya dalam beberapa post lain.”
“Hmm…” Mrs Davis menggumam sambil menatap ke barisan kalimat di hadapannya. Ia tahu, sebagaimana Jason tahu, tulisan dalam posting itu tidak seperti tampaknya. Sesuatu ditanamkan dalam rangkaian kata-kata itu—dengan sangat halus—sehingga orang-orang yang membaca tidak menyadarinya.
“Nah,” lanjut Jason sambil membuka sebuah tab di monitor, “sekarang lihat post yang ini.”
Mrs. Davis membaca judul postingnya, Mereka Pergi ke Bora Bora.
“See. Anda tentu tahu apa makna Bora Bora,” ujar Jason sambil tersenyum. “Kalau kita baca catatan di bawah judul tersebut, kita tahu Bora Bora yang dimaksudkan di situ bukan nama tempat, melainkan analogi.”
Mrs. Davis memahami senyum itu. “Tentu saja. Itu kamuflase untuk penyebutan fatamorgana.”
“Posting ini seperti dialog absurd,” lanjut Jason. “Well, istilah Bora Bora sendiri tidak terkenal, sehingga tidak menarik perhatian. Dengan judul aneh dan isi posting yang sama anehnya, orang pasti tidak menghiraukannya. Tapi posting yang singkat dan terkesan absurd ini memberikan jawaban yang saya inginkan.”
“Tapi, Jason, nyatanya memang isi posting ini hanya dialog yang tidak jelas, kan? Eh, jujur, aku tidak menemukan apa pun yang disembunyikan di sini.”
“Memang tidak,” sahut Jason sambil menahan senyum. “Kita tidak akan menemukan apa-apa jika hanya membaca judul dan isi postingnya.”
“Jadi, selain judul dan isi catatan di dalamnya, apa lagi yang harus kita lihat?”
Kali ini Jason benar-benar tersenyum. “Coba perhatikan lebih saksama lagi, Mrs. Davis.”
Lanjut ke sini.