Senin, 19 September 2011

Kecil, Tak Terlihat, tapi Merusak

Salah satu kebiasaan negatif kebanyakan kita adalah kebiasaan menunda-nunda. Sesungguhnya, itu bukan hanya kebiasaan negatif, tetapi juga destruktif. Semakin lama kita menunda-nunda sesuatu yang semestinya telah kita lakukan, maka sesuatu yang kita tunda itu pun akan tampak semakin tidak menyenangkan. Ini adalah kebiasaan yang terkesan kecil, tak terlihat, tapi merusak.

Kalau kita suka menunda mencuci piring, umpamanya, maka piring yang harus dicuci pun akan terus menumpuk, dan kita akan semakin malas mengerjakannya karena mencuci tumpukan piring kotor tentu sangat tidak menyenangkan.

Mahasiswa yang menunda-nunda tugas pengerjaan skripsinya akan terus diburu waktu kelulusannya. Jika waktu kelulusan tidak memburunya, ia akan diburu usianya. Semakin lama ia menunda, tugas mengerjakan skripsi akan semakin terasa berat, dan semakin tampak tidak menyenangkan.

Kalau kendaraan kita mengalami kerusakan kecil dan kita menunda-nunda menservisnya ke bengkel, maka kerusakan kecil itu pun akan menjalar ke komponen lain, dan akan membuat kendaraan kita semakin parah kerusakannya. Biaya yang dikeluarkan pun menjadi lebih mahal dibanding kalau kita tidak menunda-nunda reparasinya.

Daftar itu bisa diperpanjang dan diperpanjang terus. Sejauh yang saya tahu, tidak ada satu pun hal positif yang menjadi semakin baik jika kita menunda-nunda melakukannya. Sebuah iklan rokok dengan kreatif menyindir perilaku orang yang suka menunda-nunda dengan bahasanya yang unik, “Kalau bisa dikerjakan lusa, mengapa harus menunggu besok?”

Sebenarnya itu hanya plesetan dari nasihat lama, “Kalau bisa dikerjakan hari ini, mengapa harus menunggu besok?”

 
;