Senin, 19 September 2011

Pekerjaan adalah Istri Kedua Saya

Sebenarnya saya ingin menyatakan bahwa pekerjaan adalah istri saya yang pertama. Tetapi, kalau itu yang saya nyatakan, nanti tidak ada wanita yang mau menikah dengan saya! :D

Para filsuf, juga para pakar pengembangan diri, menyatakan bahwa hanya ada dua jalan menuju kebahagiaan. Yang pertama adalah cinta, dan yang kedua adalah bekerja.

Kalau melihatnya sekilas, alangkah sederhananya rumus untuk menjadi bahagia. Hanya cinta dan bekerja. Yakni mencintai pekerjaan yang kita lakukan! Dan saya setuju dengan rumus sederhana itu. Jika hari ini saya ditanya apa yang paling membuat saya bahagia, maka jawabannya adalah ketika saya sedang bekerja!

Siapa pun yang mencintai pekerjaannya dengan sungguh-sungguh cinta, ia pasti akan hidup bahagia!

Bagaimana tidak? Waktu rata-rata yang kita habiskan untuk bekerja dalam sehari adalah 8 jam. Itu adalah 1/3 dari seluruh waktu sehari kita yang 24 jam. Sementara 8 jam lainnya, (1/3 waktu yang lain) digunakan untuk tidur. Sisanya, 1/3 dari waktu yang tersisa yang juga sebanyak 8 jam, biasanya digunakan untuk kehidupan rumah, bercengkerama dengan keluarga.

Jika seseorang mencintai pekerjaannya, maka 1/3 dari waktunya akan berisi lebih banyak kebahagiaan karena orang selalu bahagia mengerjakan sesuatu yang dicintainya. Ketika ia pulang ke rumah, dia membawa senyum karena diliputi kebahagiaan setelah seharian bekerja.

Karena hati yang bahagia sepulang kerja, suasana rumah pun akan terasa menyenangkan. Saat tidur di malam hari, ia pun bisa tidur dengan perasaan bahagia yang sama, karena merasa puas dengan satu hari yang telah dilewatinya. Ia berharap bisa bangun di esok hari untuk kembali menikmati hari yang indah.

Sebaliknya, jika seseorang tidak mencintai pekerjaannya, maka waktu kerja yang 1/3 hari itu akan menjadi waktu yang menyiksa dan menekan batinnya. Ia akan pulang dengan wajah murung, dan karena seharian telah ditekan oleh rasa tidak senang, maka suasana keluarga pun akan tampak menjengkelkan.

Tekanan pekerjaan yang dirasa menyiksa akan terus mempengaruhi suasana hatinya hingga ia kemudian tidur di malam hari, dengan tetap membawa perasaan tidak enak tentang hidupnya. Dan besok, mungkin dia akan kembali mengutuk kehidupannya karena telah menempatkan dirinya dalam suasana yang begitu tidak disukainya.

Mungkin ilustrasi ini terlalu ekstrim, tetapi gambaran kecil semacam itulah yang terjadi jika kita mencintai atau tidak mencintai pekerjaan kita. Jadi, jika kita mencintai pekerjaan yang kita miliki, bersyukurlah. Jika tidak, belajarlah untuk mencintainya.

 
;