Sabtu, 24 Januari 2015

Noffret’s Note: Kata-kata

“Anakmu bukan anakmu,” kata Gibran. Kalau dipikir-pikir,
mungkin sebenarnya bukan cuma anak. Tapi semuanya.
—Twitter, 12 Desember 2014

“Menepuk air di dulang, tepercik muka sendiri.”
Pepatah yang bagus. Sayangnya tidak setiap orang tahu,
atau menyadari, “air di dulang”.
—Twitter, 12 Desember 2014

“Nasib,” kata Chairil, “adalah kesunyian masing-masing.”
Begitu pula pengingkaran, ketakutan pada yang tak diketahui,
dan pembusukan diri.
—Twitter, 12 Desember 2014

Confucius tahu cara mengatakan sesuatu dengan baik
dan jernih, “Keheningan adalah sahabat sejati
yang tidak pernah berkhianat.”
—Twitter, 12 Desember 2014


“Sistem bilangan kita akan runtuh tanpa nol,” kata Charles Seife.
Tentu saja dia benar. Seperti hidup tanpa kesempatan untuk kosong.
—Twitter, 12 Desember 2014

“Matematika tidak nyata,” kata Richard Feynman,
“tapi terasa nyata. Di manakah tempatnya berada?”
Mungkin sama seperti keyakinan kita.
—Twitter, 12 Desember 2014

“Kesakitan pikiran lebih buruk daripada kesakitan tubuh.”
Aku ingin mencium tangan Publisius Syrus,
kalau saja dia masih hidup.
—Twitter, 12 Desember 2014

“Noda,” kata Multatuli, “tidak akan dapat dihapus
dengan kain lap yang kotor.” Begitu pun mulut, ucapan,
sikap, perbuatan, dan prasangka.
—Twitter, 12 Desember 2014

Zarathustra bersabda, “Jangan meludah melawan angin.”
Sayangnya, beberapa orang sengaja melakukannya
demi harapan ditatap dunia.
—Twitter, 12 Desember 2014

Tebak-tebakan G.K. Chesterton, “Ada jalan tembus
dari mata ke hati yang tidak melalui pikiran.”
Aku tahu jawabannya. Lewat kata dan sikap.
—Twitter, 12 Desember 2014

“Let’s gone be gone.” Entahlah, siapa yang pernah
mengatakan kalimat itu. Tapi sepertinya dia benar—
kalau saja memang semuanya semudah itu.
—Twitter, 12 Desember 2014

Aku lupa kalimatnya dalam bahasa Prancis, tapi kira-kira
inilah yang dikatakan Sartre, “Hell is other people.”
Kadang juga heaven, Monsiour.
—Twitter, 12 Desember 2014

“Kita tak pernah tertipu,” kata Goethe, “kita yang menipu
diri kita sendiri.” Dengan tawa, Blaise Pascal menyambung,
“Kita senang ditipu.”
—Twitter, 12 Desember 2014

“Aku heran, di manakah tersembunyi batas perbedaan
antara manusia dan hewan yang hatinya tak mengenal
bahasa kata-kata.” I love you, Tagore.
—Twitter, 12 Desember 2014

“Lidahku ini binatang buas,” kata Ibnu Thaus.
“Jika kulepaskan, maka ia akan memakanku.”
Sayangnya tidak setiap orang sebijak Thaus.
—Twitter, 12 Desember 2014

Charles Baudelaire menulis seumur hidup.
Tetapi hanya tiga kata miliknya yang paling dikenal,
“Kau kan sesal.” Dan hanya nisan yang paham.
—Twitter, 12 Desember 2014

“Padahal,” ujar Goenawan Mohamad, “tiap kali
kita harus jadi manusia, tiap kali bisa jadi manusia.”
Mungkin memang banyak yang bukan.
—Twitter, 12 Desember 2014

“Lawan dari hidup bukanlah kematian,”
kata Simone de Beauvoir, “melainkan ketuaan.”
Bagi beberapa orang, ketuaan memang lebih menyedihkan.
—Twitter, 12 Desember 2014

“Satu-satu lahir,” kata Pram, “Satu-satu pergi.”
Siklus murni antara awal dan akhir,
namun penuh hal buruk dan sia-sia di antara keduanya.
—Twitter, 12 Desember 2014

“Aku senang berpikir bulan ada di atas sana,” kata Einstein,
“meski aku tidak melihatnya.”
Sepertinya kita punya pikiran yang sama, Sir.
—Twitter, 12 Desember 2014

“Omnis cellula e cellula,” kata Rudolf Virchow.
Tentu saja begitu. Termasuk mulut, kata, ucapan, pikiran,
sikap, perbuatan. Sumbernya sama.
—Twitter, 12 Desember 2014


*) Ditranskrip dari timeline @noffret.

 
;