Kamis, 14 Juli 2016

Kanker dan Kehancuran Bumi

Akan tiba suatu masa ketika Bumi murka,
kejahatan disembah, kebodohan menjadi berhala, dan
umat manusia menjadi wabah di antara bencana.
@noffret


Bagaimana terbentuknya kanker? Jika pertanyaan itu bersifat medis, kita bisa menjawabnya dengan perspektif medis. Sebaliknya, jika pertanyaan itu bersifat filosofis, kita pun bisa menelaahnya secara filosofis.

Mari kita mulai dengan perspektif medis.

Kanker dimulai dari tumbuhnya sel-sel kanker. Di dalam tubuh kita—pada semua organ—terdapat sel-sel normal. Sel-sel normal itu tumbuh dan membelah untuk membentuk sel-sel baru, saat dibutuhkan. Jadi, ketika sel-sel normal telah tua atau rusak, keberadaannya akan digantikan oleh sel-sel baru yang menempati tempat mereka sebelumnya. Proses itu berlangsung terus menerus, dari tahun ke tahun, dari waktu ke waktu.

Namun, kadang-kadang, proses normal itu tidak berjalan seperti seharusnya. Sel-sel baru bisa terbentuk ketika tubuh tidak/belum membutuhkan, sementara sel-sel tua yang telah rusak tidak mau mati sebagaimana mestinya. Ketika itu terjadi, sel-sel yang tidak berguna ini kemudian membentuk sebuah jaringan, yang disebut tumor.

Tumor adalah kumpulan jaringan tidak normal, yang disebabkan oleh sel-sel yang membelah lebih banyak dari seharusnya, atau yang tidak mati padahal sudah tua dan rusak. Ada dua jenis tumor, yaitu tumor yang dapat menyebabkan kanker (disebut tumor ganas), dan yang tidak menyebabkan kanker (disebut tumor jinak). Berdasarkan kenyataan ini, maka kanker diawali oleh tumor, dan tumor diawali oleh ketidakberesan sel.

Tumor yang tidak menyebabkan kanker bisa dibilang tidak berbahaya, jarang menyerang jaringan di sekitarnya, tidak berkembang ke bagian lain tubuh, dan bisa diangkat, serta tidak tumbuh kembali. Namun, tumor yang dapat menyebabkan kanker bisa mengancam kehidupan, bisa menyerang organ dan jaringan sekitar, dapat berkembang ke organ tubuh lain, dan sering kali bisa diangkat namun kadang-kadang tumbuh kembali.

Saat tumor telah berubah menjadi kanker, dan—misalnya—bersarang di payudara, ia menjadi kanker payudara. Meski pada awal hanya menyerang daerah payudara, namun kanker ini bisa menyerang daerah sekitarnya, terus berkembang ke bagian lain tubuh, bahkan bisa masuk ke darah dan tulang, menjadi kanker darah dan kanker tulang.

Karenanya pula, setiap wanita disarankan untuk rutin memeriksa payudara sendiri, dengan tujuan mendeteksi sedini mungkin keberadaan kanker pada payudara. Karena, jika keberadaannya tidak terdeteksi sejak dini, kanker (yang mungkin ada) tidak hanya telah sampai pada stadium akut, namun bisa jadi telah menjalar ke mana-mana. Ketika itu terjadi, kematian menjadi taruhan. Kenyataannya, kanker payudara menempati peringkat atas sebagai pembunuh wanita di seluruh dunia.

Sekarang kita masuk ke bagian filosofis.

Alam semesta—setidaknya dunia yang kita tinggali—tak jauh beda dengan organ tubuh kita. Karenanya, dalam perspektif filsafat, alam semesta disebut makrokosmos, sementara manusia disebut mikrokosmos. Sebagaimana tubuh manusia yang memiliki miliaran sel, begitu pula dunia tempat kita hidup. Sebagaimana sel-sel dalam tubuh manusia terus berubah dan saling berganti, begitu pula alam semesta.

Jika sel-sel dalam tubuh kita adalah materi tak kasatmata, sel-sel yang membentuk dan mempengaruhi dunia adalah... manusia.

Manusia diawali oleh satu sel atau sepasang sel. Begitu pula dunia diawali oleh satu manusia atau sepasang manusia. Sel yang kecil saling membelah dan melahirkan ratusan, ribuan, jutaan, miliaran sel lain, hingga terbentuk manusia seutuhnya. Manusia yang semula sepasang kemudian bereproduksi dan beranak pinak menjadi jutaan hingga miliaran manusia. Sel telah membentuk tubuh manusia, dan manusia membentuk dunia.

Di dalam tubuh manusia, sel terus memperbarui diri. Yang rusak dan yang tua mati, terkikis, hilang, dan digantikan sel-sel baru yang lebih murni. Tetapi, seperti yang disebut tadi, kadang sel-sel tua dan rusak tidak mau mati. Sementara sel-sel baru terbentuk, padahal tubuh belum membutuhkan. Ketika itu terjadi, maka lahirlah tumor. Ketika tumor terbentuk, muncullah kanker. Ketika kanker tidak terdeteksi dan diatasi secepatnya, kerusakan dan kematian pun terjadi.

Sekarang bayangkan hal serupa pada dunia tempat kita hidup. Sebagaimana tubuh, dunia bukan tempat yang bisa dijejali banyak manusia tanpa pertimbangan dan batasan bijak. Ingat sel dalam tubuh. Ada masa lahir, ada masa mati. Dalam tubuh yang sehat, sel hanya lahir ketika dibutuhkan, yaitu ketika sel-sel lama yang telah rusak akan digantikan. Jika tubuh belum membutuhkan, tapi sel-sel baru terus lahir, maka tubuh mengalami kelebihan sel. Meski sekilas terdengar bagus, tapi itu merusak, karena dari situlah kanker dimulai.

Begitu pula dunia tempat kita hidup. Ada suatu masa ketika dunia mampu memberikan apa pun yang dibutuhkan manusia, bahkan tanpa usaha keras. Sawah dan ladang masih sangat luas, dengan tanah yang subur dan makmur. Manusia tinggal melemparkan biji, dan biji tumbuh menjadi pohon. Pohon menghasilkan buah, dan manusia tinggal memetik. Tidak ada zat kimiawi, tidak ada rekayasa industri, bahkan belum ada polusi, sehingga manusia bahkan bisa langsung memakannya tanpa repot-repot.  

Sementara itu, hutan masih tumbuh subur di mana-mana, dengan hewan-hewan yang hidup bebas di dalamnya. Jumlah karbondioksida masih sangat minim, karena hutan dan pohon-pohon yang ada masih mampu menyerap semua limbah di udara. Ozon di matahari masih terlindung, sehingga sinar matahari bisa menerangi bumi tanpa menyiksa manusia. Lautan dan sungai-sungai masih bersih, ikan-ikan masih berenang gembira, dan hasil semua itu menjadi berkah melimpah bagi umat manusia.

Kapan itu terjadi? Dulu... dulu sekali. Ketika jumlah manusia masih sedikit. Ketika masih terjadi keseimbangan antara jumlah manusia dan sumber daya alam. Di masa itu, bahkan orang yang tidak punya uang sekali pun tidak perlu khawatir tidak bisa makan, karena alam di sekelilingnya masih memberikan hasil melimpah.

Lalu mereka beranak-pinak, berketurunan, semakin banyak, dan terus semakin banyak. Pada satu titik tertentu, mulai terjadi ketidakseimbangan... persis seperti tubuh yang memproduksi sel baru, padahal sel lama belum perlu digantikan. Ketika sel-sel baru terus tumbuh, sementara sel-sel lama masih terus hidup, apa yang terjadi? Oh, well, kita tahu jawabannya. Kanker.

Itulah yang kemudian terjadi pada dunia, pada tempat tinggal kita.

Ladang dan sawah-sawah yang semula hijau subur penuh berkah mulai dikikis perlahan-lahan, diubah menjadi tempat pemukiman, karena jumlah manusia semakin banyak. Jumlah manusia yang makin banyak membutuhkan tempat tinggal baru, rumah baru, aneka kebutuhan baru. Lalu hutan yang semula tumbuh lebat dengan pohon-pohon besar mulai dibabat dan ditebangi, kayu-kayu diangkut, dan hasilnya menjadi aneka barang yang dibutuhkan manusia.

Semakin banyak jumlah manusia yang lahir di dunia, semakin banyak pula sawah yang digusur, hutan ditebangi, dan pemukiman-pemukiman baru terus dibangun. Ketika jumlah manusia sudah sampai titik nadir, kekayaan alam sudah tak mampu lagi menopang kebutuhan mereka. Jumlah hasil alam sudah tidak seimbang dengan jumlah manusia, karena manusia terus lahir, sementara sawah dan ladang terus menyempit karena diubah menjadi tempat hunian. Kekayaan alam terus menyusut.

Lalu lahirlah era industri.

Di masa lalu, karena kekayaan alam masih melimpah, orang tidak perlu bekerja untuk bisa makan. Tetapi, seiring makin banyak jumlah manusia, orang harus bekerja untuk bisa makan dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Lalu pabrik-pabrik dibangun, barang-barang diproduksi, mesin-mesin dirancang, sementara manusia menjadi penggerak serta konsumennya. Apa yang kemudian dihasilkan dari hal itu? Limbah.

Industri menghasilkan kendaraan, dan kendaraan menghasilkan limbah. Industri membuat pakaian, dan pakaian membuat limbah. Industri mencetak makanan, dan makanan menyisakan limbah. Industri melahirkan banyak hal, dan banyak hal yang dihadirkannya terus menambah limbah.

Sejak industri lahir ke muka bumi, limbah mulai mengalir ke mana-mana. Ke sungai, limbah mencemari air yang semula jernih. Ke tanah, limbah mencemari tanah dan mengikis kesuburannya. Ke udara, limbah merusak kemurnian dan mengubahnya menjadi polusi. Karena hutan terus dibabat dan pohon terus ditebang, polusi udara makin tak terkontrol. Hasilnya, karbondioksida menumpuk di udara, lapisan ozon mulai bocor, dan matahari semakin tidak ramah. Lalu lahirlah pemanasan global.

Maka bumi pun semakin panas.

Ketika menghadapi panas yang menyengat, apa yang dilakukan manusia? Bukannya introspeksi dan mencari penyebab bumi makin panas, manusia justru menciptakan air conditioner! Maka AC pun kemudian tumbuh menjadi industri, dan terpasang di miliaran rumah di bumi. Itu benar-benar kebodohan manusia yang sangat mengerikan, yang kemudian menciptakan lingkaran setan.

Manusia memasang dan menghidupkan AC untuk mengusir panas. Padahal AC membutuhkan energi listrik. Semakin banyak AC yang digunakan manusia, semakin banyak pula energi listrik yang dibutuhkan. Hasilnya persis seperti kanker ganas yang menyerang organ-organ lain dalam tubuh. Semakin banyak AC dan energi listrik digunakan, pemanasan global semakin mengerikan. Solusi yang mereka pikir bisa mengatasi panas, justru semakin membuat panas.

Dan hal-hal semacam itu terus berlangsung, bahkan berkembang, dari waktu ke waktu. Jumlah manusia semakin banyak, karena mereka terus beranak pinak. Kapasitas bumi semakin tidak imbang dengan jumlah manusia yang menghuni. Persaingan semakin ketat, kejahatan terus tumbuh di mana-mana, uang berubah menjadi berhala, sementara aneka kerusakan dan sampah dan limbah menumpak dan mengalir ke mana-mana, mengotori apa saja.

Persis seperti kanker yang menggerogoti bagian-bagian tubuh yang sehat, hal serupa terjadi pada kehidupan manusia.

Jika kita bertanya pada ayah ibu kita, atau kepada kakek nenek kita, tentang kehidupan di masa lalu, mereka pasti akan menjawab bahwa kehidupan di masa lalu jauh berbeda dengan masa sekarang. Bukan hanya kehidupan dunia secara luas, namun juga kehidupan manusia dan sesama manusia. Dan mereka pasti akan mengatakan bahwa dunia serta kehidupan manusia di masa lalu lebih baik daripada di masa sekarang.

Dan kelak, saat anak-anak dan cucu-cucu kita bertanya, kita pun akan memberi jawaban serupa, bahwa kehidupan di masa kita masih jauh lebih baik daripada kehidupan di masa mereka. Bahkan, jika kita mau introspeksi, kehidupan dunia yang kita saksikan di masa kecil jauh lebih baik daripada kehidupan dunia yang sekarang kita lihat. Apa artinya itu?

Oh, well, dunia sedang menuju kehancuran. Persis seperti tubuh yang perlahan-lahan hancur, karena terus digerogoti kanker.

Itu fakta yang sangat jelas. Sedemikian jelas, hingga saya heran dan takjub dan terpana, menyaksikan betapa banyak manusia yang tidak juga menyadari kenyataan mengerikan itu. Bumi yang kita tinggali sedang sekarat dan menuju kiamat... tapi tidak seperti yang kita pikirkan. Bukan sangkakala malaikat yang akan meniup kehancuran bumi, melainkan ulah dan kerusakan manusia yang semakin kehilangan akal budi dan hati nurani.

Manusia ketakutan ketika mendengar ada kanker pada tubuhnya. Ironisnya, tanpa mereka sadari, manusia juga menjadi kanker bagi tempat tinggalnya sendiri.

 
;