Saya memasuki lorong yang dihimpit dinding di kanan kiri. Lorong itu selebar 1 meter. Ada dua orang di depan saya, dan mungkin ada beberapa orang lain di belakang saya.
Ketika melangkah, saya melihat dua orang di depan sempat menengok ke dinding bagian kanan, dan menggumam dengan suara yang cukup bisa didengar. Kalau tak salah dengar, dua orang itu sama-sama menggumam, “O, wolah.”
Saat saya tiba di tempat mereka, saya pun menengok ke dinding kanan. Rasa penasaran saya terjawab. Di dinding putih yang telah kelabu terdapat grafiti berbunyi, “O, wolah.” Entah apa maksud atau artinya.
Jadi, seperti dua orang tadi, saya ikut menggumam dengan suara cukup keras, “O, wolah.”
Orang di belakang saya rupanya mengikuti yang saya lakukan. Saat sampai di tempat tadi, dia juga mungkin menengok dinding kanan, dan melihat grafiti, lalu menggumam, “O, wolah.” Lalu hal itu diikuti orang-orang di belakangnya. Dan di belakangnya lagi. Dan di belakangnya lagi.
O, wolah. Apa pun artinya.