Minggu, 10 Januari 2021

Curut EA, Orang Paling Licik dan Busuk di Internet

Seseorang, yang hampir seumur hidup ada di jalanan, pernah memberitahu, “Jangan pernah meremehkan orang yang tampak lemah. Sering kali, orang seperti itulah yang justru berbahaya, karena sosok asli mereka tak terlihat.”

Orang yang mengatakan itu bertubuh pendek sekaligus kurus, berkulit hitam lusuh—karena saban hari terpapar panas dan debu—intinya tampak tidak meyakinkan. Tapi dia adalah “legenda” di jalanan, yang bisa membuat orang ngeper hanya karena mendengar namanya. Di zaman dulu, ketika masih hidup di jalanan, saya menyaksikan kebrutalannya berkali-kali, hingga orang yang tubuhnya dua kali lebih besar darinya memilih untuk tidak bikin masalah dengannya.

Bertahun-tahun kemudian, ketika mempelajari biologi dan psikologi, saya melihat kebenaran yang dia katakan—sejenis kebenaran yang hanya dapat ditemukan melalui pengalaman, karena pengetahuan kita diam-diam dikaburkan oleh persepsi yang dibentuk oleh tayangan film dan doktrinasi media.

Di film-film action, misalnya, kita sering melihat bahwa tokoh jagoan memiliki tubuh tinggi besar. Karena hampir semua film action menggambarkan seperti itu, kita tidak sempat memikirkan bahwa ada kalanya kebalikannya yang terjadi. Di dunia nyata, orang-orang paling berbahaya sering kali justru yang bertubuh kecil dan tampak tidak meyakinkan. 

Juga di film-film, kita menyaksikan orang-orang jahat umumnya memiliki wajah licik dengan sikap menjengkelkan, jenis sosok yang langsung membuat kita berpikir, “Dialah bajingannya!” Tetapi, di dunia nyata, para bajingan yang benar-benar licik sering kali justru sosok ramah, pintar ngobrol dengan siapa pun, dan benar-benar tampak seperti orang baik, hingga kita percaya kepadanya. 

Saya cukup yakin dengan yang saya katakan sekarang, karena telah berkali-kali mendapati hal sama, yang semuanya menguatkan yang saya pahami. Orang-orang yang tampak kasar kadang orang yang benar-benar baik, sementara orang-orang yang tampak baik ternyata bajingan yang sangat licik. Dan hal semacam itu tidak hanya terjadi di dunia nyata, tapi juga di dunia maya.

Sekian tahun lalu, saya bekerja untuk salah satu perusahaan berbasis internet. Saya tidak bisa menyebut nama perusahaannya, karena adanya agreement kerahasiaan. Yang jelas, mereka perusahaan berbasis teknologi yang membawahi banyak aplikasi populer yang digunakan di seluruh dunia (hampir bisa dipastikan, kalian termasuk pengguna aplikasi mereka).

Aplikasi yang digunakan di seluruh dunia umumnya memiliki “edisi khusus” untuk masing-masing negara. Misal, aplikasi Z untuk Indonesia biasanya berbeda dengan aplikasi Z untuk Australia atau aplikasi Z untuk India. Sama-sama aplikasi Z, dan milik perusahaan yang sama, tapi isi/kontennya berbeda. Dalam hal itu, saya bekerja untuk aplikasi yang ditujukan di Indonesia.

Waktu itu, aplikasi yang ditujukan untuk Indonesia masih dalam tahap pengembangan, dan membutuhkan orang-orang berkompeten untuk ikut mengembangkannya. Saya diserahi tugas untuk mencari dan merekrut beberapa orang yang sekiranya bisa diajak bekerja untuk aplikasi tersebut. Saya pun mencarinya lewat media sosial Twitter. [Bagi saya, Twitter lebih “luwes”, karena tidak kaku atau terlalu formal seperti LinkedIn.]

Di Twitter, sekian tahun lalu, saya menghubungi beberapa orang lewat mention—orang-orang yang memiliki latar belakang yang dibutuhkan. Ada tujuh orang yang waktu itu saya hubungi. Enam orang tidak ada masalah sama sekali. Saya me-mention mereka, dan mereka merespons, lalu kami lanjut berkomunikasi lewat e-mail. Saya jelaskan maksud saya panjang lebar, dan mereka semua langsung setuju (menerima tawaran saya). Tetapi, orang ketujuh membuat saya kebingungan.

Untuk memudahkan cerita, mari sebut orang ketujuh ini dengan inisial X. Ketika menemukan akunnya, saya mendapati Si X memiliki latar belakang dan kemampuan yang saya butuhkan. Dia memiliki blog/web, dan saya terkesan dengan luasnya wawasan serta pengetahuannya. Jadi, saya me-mention Si X, dan dia juga merespons dengan baik. 

Sejak itu, sesuatu yang membingungkan terjadi.

Sejak saya me-mention Si X di Twitter, ada beberapa orang yang tidak saya kenal, yang menghubungi saya secara pribadi. Orang-orang itu tahu saya me-mention Si X untuk merekrutnya, dan mereka seperti mempengaruhi (ingin memberitahu) saya agar “berhati-hati dengan Si X”. Pendeknya, mereka ingin mengatakan bahwa Si X adalah orang bermasalah. Orang-orang itu menghubungi saya secara terpisah, bahkan mereka sepertinya tidak saling kenal, tapi mengatakan hal yang sama.

Kalau kamu dihubungi beberapa orang yang tidak saling kenal satu sama lain, bahkan berasal dari tempat berbeda, tapi mereka semua mengatakan hal yang sama, kemungkinan besar kamu akan percaya. Sebenarnya, waktu itu pun saya hampir percaya. Tetapi, alarm di kepala saya mulai menyala. Ada yang tidak beres di sini.

Saya bertanya kenapa mereka sampai merasa perlu menghubungi saya dan memberitahukan hal itu, dan mereka menjawab dengan cara meyakinkan. Mula-mula, seperti umumnya orang lain yang “didekati secara khusus” seperti itu, saya terpengaruh dan hampir percaya omongan mereka, dan berencana menghapus Si X dari daftar, lalu mencari orang lain yang “tidak bermasalah”. Tetapi, seperti yang disebut tadi, insting saya memberitahu ada yang tidak beres di sini.

Saya lalu meriset X—sesuatu yang terpaksa saya lakukan untuk memuaskan rasa penasaran saya—dan mendapati Si X tidak bermasalah seperti yang dikatakan beberapa orang yang menghubungi saya. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? 

Akhirnya, saya berkomunikasi dengan orang-orang tadi [yang menghubungi saya] via DM, dan menanyakan dari mana mereka mendapat informasi kalau Si X “orang bermasalah”. Saya melakukannya dengan halus, menyisipkan pertanyaan dalam percakapan yang tampak biasa, dan mereka semua akhirnya “mengaku” tanpa sadar. Orang-orang itu memang tidak saling kenal, bahkan berasal dari berbagai tempat berbeda, tapi mereka semua memiliki satu kesamaan; terhubung dengan seseorang yang sama!

Rata-rata, mereka menyatakan, kira-kira seperti ini, “Aku terpaksa ngomong begini demi kebaikanmu, karena Si X orangnya begini dan begini... apa kamu tidak curiga, bla-bla-bla...”

Dalam “pembuktian terbalik”, saya sebenarnya bisa saja bertanya, apa urusan/kepentingan orang-orang itu sampai merasa perlu menghubungi saya demi menjegal Si X? Semakin saya memikirkan hal itu, semakin nyata kalau orang-orang itu disuruh seseorang yang sama, untuk mempengaruhi saya agar tidak berhubungan dengan Si X. Ini sebenarnya hal sederhana, tapi sangat jarang dipahami rata-rata orang. Kita cenderung mudah percaya (termakan omongan orang), tanpa memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. 

Jadi, rupanya, ada penjahat di dunia maya yang menampakkan dirinya sebagai orang baik, tapi sebenarnya busuk dan licik. Orang-orang tidak tahu betapa bejatnya orang ini, karena dia tampak ramah, berteman (berinteraksi) dengan orang-orang terkenal di dunia maya, dan kejahatannya tidak pernah terungkap. Mungkin, satu-satunya orang yang tahu kejahatannya hanya Si X. Karenanya, bajingan itu sangat ketakutan ketika tahu saya berkomunikasi dengan Si X, dan berusaha menjegal Si X agar saya menjauh darinya.

Bajingan itu tidak berani menghubungi saya secara langsung. Sebaliknya, dia menyuruh (mempengaruhi) orang-orang tertentu di Twitter untuk menghubungi saya demi menjegal Si X, dan orang-orang itu percaya kepadanya, karena tidak tahu kejahatan dan kebusukannya. Mereka semua percaya orang yang menyuruh mereka adalah orang baik, dan termakan omongannya bahwa Si X adalah orang jahat. Padahal, justru dialah yang jahat, dan dia sangat khawatir kejahatannya akan terungkap. 

Saya mengetahui semua kenyataan ini tidak semudah yang saya tuliskan barusan. Untuk sampai pada kesimpulan itu, saya butuh melakukan riset dan penelusuran yang sangat rumit, untuk akhirnya mendapati sendiri kenyataannya. Si X bahkan sama sekali tidak mengungkapkan rahasia ini. Saya bisa mengetahui semua ini berdasarkan penelusuran saya sendiri. 

Akhir kisah, saya tetap merekrut Si X, dan percaya kepadanya. Nyatanya, dia memang orang yang tepat, dan bukan “orang bermasalah” sebagaimana yang dibisikkan beberapa orang kepada saya.

Lalu bagaimana dengan orang yang berusaha memfitnahnya? Oh, dia masih ada di internet, tetap aktif menampilkan dirinya sebagai orang baik dan ramah, sosok yang jumawa karena merasa terkenal... dan kebanyakan orang tidak tahu betapa busuknya dia. Sejujurnya, saya sendiri dulu juga tidak menyangka kalau dia sebejat itu, andai tidak ada kasus dengan Si X.

Belakangan, dia mungkin curiga saya telah mengetahui kejahatannya, karena berhubungan dengan Si X. Karenanya, setiap kali saya tampak berhubungan dengan seseorang di Twitter, hampir bisa dipastikan orang yang berhubungan dengan saya akan dihubungi dia atau orang-orang suruhannya. Tujuannya sama, seperti yang dulu ia lakukan untuk menjauhkan Si X dari saya, karena khawatir kejahatannya akan terungkap.

Latar belakang inilah yang membuat saya sangat hati-hati setiap kali akan berinteraksi dengan siapa pun di Twitter secara terbuka, dan memilih untuk membicarakan hal-hal penting dengan siapa pun lewat DM, untuk menghindarkan hal-hal yang tak diinginkan. 

Catatan ini bisa menjadi pengingat. Jika kita saling kenal, atau jika kita berinteraksi di dunia maya, atau saya mem-follow akunmu di Twitter, atau saya sering me-retweet cuitanmu, lalu ada orang yang "melakukan pendekatan" kepadamu terkait saya, maka lihatlah dia atau orang di belakangnya (yang menyuruhnya). Itulah orang yang saya maksud dalam catatan ini.

Sejujurnya, saya lebih nyaman berteman dengan bajingan yang menampakkan dirinya bajingan, daripada kenal dengan orang yang tampak baik dan ramah tapi sebenarnya licik dan busuk. 

Selalu hati-hati di dunia maya, guys. Kita tidak bisa yakin mana orang yang benar-benar baik, dan mana yang sebenarnya jahat dan busuk tapi tampak seperti orang baik. Orang yang tampak antisosial bisa jadi seorang teman yang bisa dipercaya, sementara orang yang tampak baik dan ramah bisa jadi menikammu dari belakang.

 
;