Selasa, 01 Mei 2012

Pembodohan Massal Bernama Isu Pemanasan Global (9)

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, dan agar tidak terjadi kesalahpahaman atau kerancuan, sebaiknya jangan baca catatan ini sebelum membaca catatan sebelumnya.

***

Para ilmuwan menemukan bahwa perubahan suhu bumi yang terjadi saat ini disebabkan oleh peningkatan aktivitas badai matahari, peningkatan aktivitas gunung api bawah laut, dan sistem arus laut yang kompleks. Hal itu diperkuat oleh temuan NASA yang membuktikan bahwa perubahan suhu bumi dalam beberapa dekade ini ternyata diakibatkan oleh peningkatan aktivitas badai matahari, bukan karena manusia terlalu banyak memproduksi CO2.

Lebih dari itu, tidak selamanya cuaca bumi selalu meningkat. Sejak tahun 1999 bahkan ada tren penurunan suhu global. Data terbaru yang dirilis pada Juni 2009 bahkan menunjukkan suhu bumi mengalami penurunan sebanyak 74 derajat Fahrenheit.


Karbondioksida yang dihasilkan manusia menentukan cuaca

Sekilas, yang dinyatakan para pendukung isu pemanasan global terdengar mulia, bahwa karena ulah manusialah bumi ini menjadi rusak dan binasa. Mereka juga menyodorkan setumpuk fakta yang “membuktikan” bahwa emisi anthropogenik (ulah manusia)—dalam hal ini karbondioksida—yang menjadi penyebab adanya pemanasan global saat ini.

Memang, jika kita menghubung-hubungkan temperatur global dan konsentrasi karbondioksida di atmosfer pada periode 1970 sampai 2000 akan menunjukkan adanya korelasi yang beralasan, dan tampak masuk akal untuk mengatakan bahwa emisi anthropogenik yang menyebabkan pemanasan global.

Tetapi korelasi yang baik tidak secara otomatis membuktikan sebab dan akibat antar dua variabel. Lebih penting lagi, jika kita menghubungkan konsumsi bahan bakar fosil (yang mewakili emisi anthropogenik) dengan perubahan temperatur dari tahun 1860 sampai 2000, kita akan melihat tidak adanya korelasi sama sekali.

Berdasarkan catatan iklim, dari tahun 1860 sampai 1875 temperatur global meningkat. Kemudian, setelah itu, temperatur mendingin hingga tahun 1890. Lalu meningkat lagi sampai tahun 1903, turun kembali sampai tahun 1918, dan meningkat drastis dari tahun 1941 sampai 1942. Setelah itu, iklim bumi mengalami pendinginan yang panjang sampai tahun 1976, dan sejak itu temperatur meningkat kira-kira 0,4 derajat Celcius.

Berdasarkan kenyataan itu, sama sekali tidak ada korelasi antara temperatur dan anthropogenik CO2 selama lebih dari 140 tahun!


Es di Kutub Selatan (Antartika) menyusut dan akan lenyap

Salah satu “jualan” para pendukung isu pemanasan global yang terkenal adalah mencairnya es di Antartika akibat bumi yang makin memanas. Karena emisi anthropogenik, es di kutub akan mencair, dan permukaan laut meningkat. Peningkatan permukaan air laut dapat menenggelamkan negara-negara yang berada di Pasifik dan samudera Hindia. Beberapa media massa bahkan ada yang sampai menyatakan bahwa es di Antartika akan lenyap dalam waktu 20 sampai 30 tahun mendatang. Benarkah itu?

Laporan yang menyebutkan bahwa es Antartika akan lenyap dalam 20 sampai 30 tahun itu sebenarnya adalah prediksi berdasarkan model komputer yang diciptakan oleh para ilmuwan Anthropogenic Global Warming (AGW), lembaga yang begitu getol menghembuskan isu pemanasan global.

Faktanya, es di Antartika bukannya menyusut, tetapi justru semakin bertambah! Memang benar bahwa Antartika meleleh atau mencair, tetapi bagian yang meleleh hanyalah daerah yang relatif kecil, yang disebut semenanjung Antartika. Kawasan itu meleleh dan membuat beberapa gunung es lepas dan hanyut. Tetapi hanya itu!

Fakta penting lain yang juga perlu diketahui adalah bahwa benua Antartika—tepatnya semenanjung Antartika—memang sudah meleleh sejak zaman Holocene, alias sejak enam ribu tahun yang lalu. Jadi itu bukan fenomena baru yang pantas digembar-gemborkan seolah besok kiamat akan datang. Bahkan, secara keseluruhan, benua Antartika justru semakin dingin, dan lapisan es di sana semakin tebal.

Lanjut ke sini.

 
;