Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, dan agar tidak terjadi kesalahpahaman atau kerancuan, sebaiknya jangan baca catatan ini sebelum membaca catatan sebelumnya.
Selain percakapan yang terjadi antara dua profesor di atas, e-mail lain yang juga dibobol adalah e-mail yang berasal dari Tim Osborn, salah seorang profesor lainnya di CRU. Dalam e-mail-nya, Profesor Osborn berdiskusi dengan rekannya mengenai cara memotong data untuk menyembunyikan tren penurunan suhu iklim global. Kemudian, dalam e-mail lainnya, terlihat Profesor Mann meminta Profesor Osborn agar tidak mem-forward data yang dikirimnya kepada orang lain, karena data itu mengkonfirmasi teori para peneliti global yang tidak bersepakat atas adanya pemanasan global.
Yang bikin merinding, salah satu e-mail yang “kebobolan” itu juga berisi komentar mengenai kematian John L. Daly, seorang peneliti yang menentang teori pemanasan global. Komentar itu berbunyi, “Dengan cara yang aneh, sebenarnya berita itu (kematian John L. Daly) adalah berita yang menggembirakan.”
Para pecandu konspirasi sedunia pun bersorak dan merayakannya!
So, atas perkembangan baru yang jelas-jelas busuk itu, Senator James Inhofe yang terkenal anti pemanasan global telah menuntut Kongres Amerika untuk menyelidiki Pennsylvania State University dan beberapa universitas lain, yang diketahui terlibat dalam pemalsuan data tersebut. Karena besarnya jumlah e-mail yang dibobol, isi kumpulan e-mail itu pun akan diperiksa lebih lanjut oleh para peneliti lainnya untuk menemukan bukti kebohongan lainnya.
Itu bukan kisah pertama bagaimana terkuaknya praktik ilmu pengetahuan ngawur yang berhasil diungkap seorang hacker, karena sebelumnya ada hacker lain bernama Gary McKinnon yang berhasil membobol jaringan komputer milik NASA, Departemen Pertahanan dan Militer Amerika, yang juga mengungkapkan bahwa UFO hanyalah isapan jempol.
Tetapi implikasi atas terkuaknya kebohongan UFO tidak ada apa-apanya dibanding implikasi atas terkuaknya kebohongan di balik teori pemanasan global. Hingga Andrew Bolt dan para penulis/ilmuwan lain menyatakan bahwa skandal ini bisa menjadi skandal terbesar dalam sejarah sains modern.
Selain terbongkarnya pemalsuan data melalui e-mail yang dibobol hacker di atas, konspirasi atas teori pemanasan global juga terjadi di situs Wikipedia. Para sukarelawan di Wikipedia dihebohkan ketika pada 2009 terjadi penghapusan atas 5.000 (lima ribu) entri di Wikipedia yang berisi teori yang menentang isu pemanasan global. Penghapusan itu dilakukan oleh seorang sukarelawan—siapa pun dia, kita tentu bisa memperkirakan motivasinya.
Skandal, kecurangan, dan kebohongan, yang mengikuti isu pemanasan global sepertinya tak pernah berhenti. Setelah dibobolnya percakapan e-mail di atas, dan setelah bocornya Dokumen Danish Text (berisi rencana penguasaan monopoli beberapa negara maju) yang menjadikan negara-negara berkembang memboikot Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim di Kopenhagen 2009, giliran IPCC yang—lagi-lagi—terbongkar berbuat kecurangan.
Dalam laporannya mengenai salju di Himalaya, IPCC ketahuan telah memanipulasi data dengan menyatakan salju di Himalaya akan mencair total pada tahun 2035. Ketua IPCC, R.K. Pachauri, sudah meminta maaf atas “keteledoran” itu.
Tetapi gara-gara terbongkarnya kecurangan itu pula, pemerintah India—melalui kementerian lingkungan hidup—merilis pernyataan yang menginginkan penelitian independen atas kondisi salju di Himalaya. Data yang digunakan pemerintah India saat ini adalah data yang berasal dari para peneliti barat, yang salah satunya dari IPCC.
Dalam hal ini, negara-negara berkembang (apalagi terbelakang) memang menghadapi dilema. Di satu sisi, mereka tidak memiliki pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan (yang diakui dunia) untuk melakukan penelitian di negerinya sendiri. Sementara di sisi lain, jika mereka mengandalkan peneliti dari negara maju, mereka rentan dimanipulasi atau bahkan ditipu.
Belum pudar ingatan orang pada kecurangan IPCC atas kasus yang kemudian disebut Himalaya-gate itu, IPCC kembali membuat “onar”. Kali ini, mereka ketahuan merilis laporan palsu, yang menyatakan bahwa 40 persen hutan Amazon akan lenyap karena pemanasan global. Konyolnya, laporan (yang terkesan ilmiah) itu ternyata berasal dari sebuah pamflet WWF yang dibuat oleh aktivis lingkungan, bukan dari hasil penelitian 3.000 ilmuwan yang ada di IPCC.
Yang lebih konyol lagi, setelah diteliti, laporan aktivis dalam pamflet yang dipalsukan IPCC itu tidak menyatakan bahwa 40 persen hutan Amazon akan lenyap karena pemanasan global, melainkan karena ilegal logging.
Karena begitu banyaknya skandal, kebohongan, sekaligus kecurangan, yang telah dilakukan oleh IPCC sejauh ini, sampai-sampai sekarang hampir tidak ada ilmuwan atau peneliti yang cukup waras untuk menggunakan data IPCC sebagai basis penelitian mereka.
Lanjut ke sini.
***
Selain percakapan yang terjadi antara dua profesor di atas, e-mail lain yang juga dibobol adalah e-mail yang berasal dari Tim Osborn, salah seorang profesor lainnya di CRU. Dalam e-mail-nya, Profesor Osborn berdiskusi dengan rekannya mengenai cara memotong data untuk menyembunyikan tren penurunan suhu iklim global. Kemudian, dalam e-mail lainnya, terlihat Profesor Mann meminta Profesor Osborn agar tidak mem-forward data yang dikirimnya kepada orang lain, karena data itu mengkonfirmasi teori para peneliti global yang tidak bersepakat atas adanya pemanasan global.
Yang bikin merinding, salah satu e-mail yang “kebobolan” itu juga berisi komentar mengenai kematian John L. Daly, seorang peneliti yang menentang teori pemanasan global. Komentar itu berbunyi, “Dengan cara yang aneh, sebenarnya berita itu (kematian John L. Daly) adalah berita yang menggembirakan.”
Para pecandu konspirasi sedunia pun bersorak dan merayakannya!
So, atas perkembangan baru yang jelas-jelas busuk itu, Senator James Inhofe yang terkenal anti pemanasan global telah menuntut Kongres Amerika untuk menyelidiki Pennsylvania State University dan beberapa universitas lain, yang diketahui terlibat dalam pemalsuan data tersebut. Karena besarnya jumlah e-mail yang dibobol, isi kumpulan e-mail itu pun akan diperiksa lebih lanjut oleh para peneliti lainnya untuk menemukan bukti kebohongan lainnya.
Itu bukan kisah pertama bagaimana terkuaknya praktik ilmu pengetahuan ngawur yang berhasil diungkap seorang hacker, karena sebelumnya ada hacker lain bernama Gary McKinnon yang berhasil membobol jaringan komputer milik NASA, Departemen Pertahanan dan Militer Amerika, yang juga mengungkapkan bahwa UFO hanyalah isapan jempol.
Tetapi implikasi atas terkuaknya kebohongan UFO tidak ada apa-apanya dibanding implikasi atas terkuaknya kebohongan di balik teori pemanasan global. Hingga Andrew Bolt dan para penulis/ilmuwan lain menyatakan bahwa skandal ini bisa menjadi skandal terbesar dalam sejarah sains modern.
Selain terbongkarnya pemalsuan data melalui e-mail yang dibobol hacker di atas, konspirasi atas teori pemanasan global juga terjadi di situs Wikipedia. Para sukarelawan di Wikipedia dihebohkan ketika pada 2009 terjadi penghapusan atas 5.000 (lima ribu) entri di Wikipedia yang berisi teori yang menentang isu pemanasan global. Penghapusan itu dilakukan oleh seorang sukarelawan—siapa pun dia, kita tentu bisa memperkirakan motivasinya.
Skandal, kecurangan, dan kebohongan, yang mengikuti isu pemanasan global sepertinya tak pernah berhenti. Setelah dibobolnya percakapan e-mail di atas, dan setelah bocornya Dokumen Danish Text (berisi rencana penguasaan monopoli beberapa negara maju) yang menjadikan negara-negara berkembang memboikot Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim di Kopenhagen 2009, giliran IPCC yang—lagi-lagi—terbongkar berbuat kecurangan.
Dalam laporannya mengenai salju di Himalaya, IPCC ketahuan telah memanipulasi data dengan menyatakan salju di Himalaya akan mencair total pada tahun 2035. Ketua IPCC, R.K. Pachauri, sudah meminta maaf atas “keteledoran” itu.
Tetapi gara-gara terbongkarnya kecurangan itu pula, pemerintah India—melalui kementerian lingkungan hidup—merilis pernyataan yang menginginkan penelitian independen atas kondisi salju di Himalaya. Data yang digunakan pemerintah India saat ini adalah data yang berasal dari para peneliti barat, yang salah satunya dari IPCC.
Dalam hal ini, negara-negara berkembang (apalagi terbelakang) memang menghadapi dilema. Di satu sisi, mereka tidak memiliki pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan (yang diakui dunia) untuk melakukan penelitian di negerinya sendiri. Sementara di sisi lain, jika mereka mengandalkan peneliti dari negara maju, mereka rentan dimanipulasi atau bahkan ditipu.
Belum pudar ingatan orang pada kecurangan IPCC atas kasus yang kemudian disebut Himalaya-gate itu, IPCC kembali membuat “onar”. Kali ini, mereka ketahuan merilis laporan palsu, yang menyatakan bahwa 40 persen hutan Amazon akan lenyap karena pemanasan global. Konyolnya, laporan (yang terkesan ilmiah) itu ternyata berasal dari sebuah pamflet WWF yang dibuat oleh aktivis lingkungan, bukan dari hasil penelitian 3.000 ilmuwan yang ada di IPCC.
Yang lebih konyol lagi, setelah diteliti, laporan aktivis dalam pamflet yang dipalsukan IPCC itu tidak menyatakan bahwa 40 persen hutan Amazon akan lenyap karena pemanasan global, melainkan karena ilegal logging.
Karena begitu banyaknya skandal, kebohongan, sekaligus kecurangan, yang telah dilakukan oleh IPCC sejauh ini, sampai-sampai sekarang hampir tidak ada ilmuwan atau peneliti yang cukup waras untuk menggunakan data IPCC sebagai basis penelitian mereka.
Lanjut ke sini.