Selasa, 01 Mei 2012

Pembodohan Massal Bernama Isu Pemanasan Global (17)

Catatan ini sangat panjang. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, dan agar tidak terjadi kesalahpahaman atau kerancuan, sebaiknya bacalah dari awal sampai akhir secara berurutan. Jika waktumu kebetulan sempit, sebaiknya tidak usah membaca catatan ini, atau bacalah pada waktu luang saja. Mulailah membaca rangkaian catatan ini dari sini.

***

Seiring dengan itu, segelintir pihak yang mencoba melawan isu dan teori-teori mereka mengenai pemanasan global terus berusaha dibungkam, baik secara akademis sampai ancaman pembunuhan.

Dr. Tim Ball, misalnya, yang merupakan ahli klimatologi Kanada sekaligus mantan profesor di bidang klimatologi di University of Winnipeg, selama bertahun-tahun berusaha melawan teori dan isu-isu yang digulirkan seputar pemanasan global dengan mempertanyakan kesahihan teori-teorinya. Hasilnya, Dr. Tim Ball mendapatkan lima ancaman pembunuhan.

Kebencian nyata dari para pendukung isu pemanasan global terhadap Dr. Tim Ball semakin menjadi-jadi ketika ilmuwan ini menulis sebuah kolom yang dimuat di harian Kanada Free Press, berjudul Global Warming: The Cold Hard Facts?. Tulisan yang juga diposting oleh Drudge Report itu kemudian melahirkan banyak ancaman yang ditujukan kepada Dr. Tim Ball maupun keluarganya.

....
....

Well, saya tahu catatan ini sudah sangat panjang, tetapi catatan ini akan jauh lebih panjang lagi jika semua ketidakberesan menyangkut isu pemanasan global diungkapkan semua di sini. Intinya, sebagaimana yang telah kita pelajari di atas, teori atau isu pemanasan global memiliki sandaran yang rapuh, penuh skandal, bahkan memiliki indikasi sebagai upaya pembodohan massal.

Sekarang, pertanyaan krusialnya, mengapa ada sekelompok orang yang begitu mati-matian meneriakkan adanya pemanasan global? Apa sebenarnya motivasi mereka yang terus-menerus gembar-gembor mengenai adanya pemanasan global…?

Jawaban untuk pertanyaan itu telah disinggung sekilas pada awal catatan ini, bahwa isu pemanasan global menjanjikan keuntungan sekaligus kekuasaan. Bagi para segelintir “ilmuwan” yang tahu memanfaatkan peluang, isu pemanasan global adalah sarana yang efektif untuk memperoleh banyak dana penelitian dan dana-dana lainnya.

Isu pemanasan global adalah isu lingkungan, sehingga setiap orang di dunia bisa diminta untuk ikut “bertanggung jawab”. Dana untuk “riset dan penelitian” itu bisa mudah mengucur dari berbagai lembaga, perusahaan, bahkan kantong-kantong pemerintah. Berbeda dengan isu UFO, misalnya, yang tidak memiliki hubungan langsung dengan lingkungan, isu pemanasan global lebih mudah dalam menghasilkan uang.

Jika kita cermati satu per satu, hampir semua ilmuwan dan peneliti yang begitu aktif mendukung isu pemanasan global adalah mereka-mereka yang masih terikat dengan tempat kerjanya—bisa institusi pendidikan, laboratorium pemerintah, ataupun think tank perusahaan-perusahaan tertentu.

Sementara ilmuwan-ilmuwan yang dengan tegas menolak isu pemanasan global rata-rata adalah mereka yang sudah pensiun, atau yang tidak terikat dengan suatu lembaga/institusi, sehingga tidak memiliki perasaan “ewuh pekewuh” untuk menyampaikan kebenaran—tanpa takut kehilangan dana dari para donaturnya.

Kemudian, isu pemanasan global juga bisa dimanfaatkan oleh negara-negara maju (Barat) untuk terus menunjukkan dominasi serta kekuasaannya. Dengan adanya isu pemanasan global, maka mereka memiliki alasan yang terdengar logis untuk menekan negara-negara lain untuk “tidak terlalu aktif” membangun, dengan alasan untuk menekan tingkat karbondioksida. Pertumbuhan pabrik dan usaha-usaha industri bisa ditekan atau dipersulit dengan banyak cara, dengan alasan yang sama.

Itu, sebenarnya, adalah cara dan bentuk lain imperialisme negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang atau yang masih terbelakang. Dalam bahasa yang lugas, isu pemanasan global adalah cara mereka untuk berkata, “Kami (negara Barat) sudah modern dan maju, tapi kalian tidak boleh maju, sebab itu hanya akan menambah polusi dunia.”

Yang paling mengkhawatirkan dari isu pemanasan global, sesungguhnya, adalah karena isu ini (jika tidak segera dihentikan) pada akhirnya akan memangsa rakyat miskin dan orang-orang tak berdaya.

Seperti yang sudah dipaparkan di atas, salah satu hal yang terus digembar-gemborkan isu pemanasan global adalah meningkatnya jumlah karbondioksida. Padahal, secara logika dan berdasarkan kemajuan zaman kita, produksi karbondioksida sulit ditekan apalagi diturunkan. Pabrik-pabrik dan industri semakin banyak, jumlah kendaraan semakin banyak, barang-barang elektronika yang membutuhkan listrik semakin banyak, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan produksi karbondioksida terus meningkat.

Jika isu pemanasan global terus diyakini, maka pemerintah di negara mana pun akan memiliki alasan, bahkan landasan yang terkesan ilmiah, bahwa mereka berhak untuk memungut pajak karbondioksida dari rakyatnya. Inilah yang paling mengkhawatirkan kita semua, karena kelak—jika isu keparat ini masih berlangsung—bisa jadi kita akan membayar pajak omong kosong yang sebenarnya tidak memiliki dasar yang dapat dibenarkan.

Dan jika itu benar-benar terjadi… oh, well, maka dunia akan kembali ke zaman perbudakan, hanya saja dalam bentuk dan versi yang lebih modern.

Dalam isu tak berdasar yang disebut pemanasan global ini, banyak pihak yang telah menghabiskan milyaran dolar, serta waktu bertahun-tahun, melibatkan banyak orang terkenal, yang di dalamnya penuh skandal, konspirasi, dan kebohongan. Mereka melakukan penelitian yang pada akhirnya ditujukan untuk melahirkan rasa takut umat manusia. Apa yang kira-kira mereka harapkan dari hal itu?

Kita semua dapat memikirkan jawabannya, dan—jika kita tidak berusaha menghentikan mereka—maka kita semua pula yang akan jadi korbannya.

Saya perlu menegaskan bahwa uraian panjang lebar ini tidak bermaksud agar kita tidak merawat bumi dan kelestarian alam tempat kita hidup. Sebagai penduduk Bumi, kita tetap harus mendukung upaya-upaya pelestarian alam, kebersihan lingkungan—termasuk kebersihan dari polusi—juga gerakan-gerakan yang bertujuan positif seperti ajakan menanam pohon, menghemat listrik, dan hal-hal positif lainnya.

Tetapi dukungan kita untuk semua langkah mulia itu didasari kesadaran bahwa kita memang punya kewajiban melestarikan planet ini, agar dapat mewariskannya kepada anak cucu serta generasi mendatang, dan bukan karena termakan omong kosong pemanasan global.

....
....

Sebagai penutup catatan panjang ini, saya ingin mengingatkan bahwa kita bukan makhluk yang diciptakan berdasarkan uji coba, dan kita pun tidak hidup di sebuah laboratorium percobaan. Kita makhluk sempurna yang ditempatkan di planet pilihan bernama Bumi, yang menjadi bagian dari makrokosmos alam semesta. Dan, alam semesta ini, seperti kita tahu, diikat oleh hukum mutlak bernama Hukum Keteraturan.

Dunia ini, alam semesta ini, diikat oleh Hukum Keteraturan, sehingga segalanya serba teratur. Sejak zaman penciptaan hingga detik ini, jarak antara Bumi dengan Matahari tetap 150.000.000 KM (seratus lima puluh juta kilometer)—dan tak pernah berubah. Jika jarak itu didekatkan sedikiiiiit saja, semua manusia yang hidup di Bumi akan mati terbakar. Jika jaraknya dijauhkan sedikiiiiit saja, semua manusia yang hidup di Bumi akan mati membeku!

Begitu pula dengan sistem galaksi, jutaan bintang di langit, letak rembulan dan proses peredaran cuaca—semuanya diikat oleh Hukum Keteraturan. Tanpa Hukum Keteraturan, sistem galaksi akan kacau, bintang-bintang bertabrakan, dan rembulan bisa tiba-tiba hilang. Dan hukum inilah yang menjadi dasar mutlak yang membuat kita—sebagai manusia—mau tak mau harus mempercayai dan mengakui keberadaan Tuhan.

Karenanya, mempercayai pemanasan global sama saja mempercayai bahwa Tuhan terlena, sehingga lalai mengatur alam semesta. Mempercayai pemanasan global sama artinya menganggap bahwa dunia kacau dan tak teratur, dan mungkin Tuhan sedang tertidur.

Karenanya pula, saya tetap meyakini bahwa pemanasan global bukanlah fakta—ia hanya isu yang sengaja diciptakan sekelompok manusia untuk membodohi manusia lainnya, sekaligus untuk mengeruk keuntungan tertentu yang ditujunya.

In the end, marilah kita duduk tenang sebentar saja, dan marilah kita memikirkan paradoks zaman kuno yang menjadi pembuka catatan ini, “Bisakah Tuhan membuat batu yang begitu berat, sehingga Tuhan sendiri tidak kuat mengangkatnya?”

Stephen Hawking memikirkan pertanyaan itu ketika dia menulis A Brief History of Time. Dan sekarang, saya ingin memikirkan pertanyaan yang sama dalam wujud yang berbeda, “Bisakah Tuhan menciptakan dunia yang kacau, sebegitu kacaunya sehingga Tuhan tak bisa lagi mengaturnya?”

....
....

Dua ribu tahun yang lalu, seorang lelaki di Bukit Yudea ditanya murid-muridnya, “Guru, mengapa Guru suka menggunakan analogi untuk menjelaskan sesuatu?”

Dan Yesus, sang Guru, menjawab, “Karena mereka yang melihat sesungguhnya tidak melihat, karena mereka yang mendengar sesungguhnya tidak mendengar.”

Lima ratus tahun kemudian, seorang lelaki lain di Tanah Arabia ditanya para sahabatnya, “Apa yang engkau sedihkan atas manusia, ya Rasul?”

Dan Muhammad, sang Rasul, menjawab, “Karena mereka dikaruniai mata tapi tidak melihat, mereka dikaruniai telinga tapi tidak mendengar.”


Catatan:
Sumber referensi untuk posting panjang ini dapat dilihat di sini.

 
;