Selalu ada hal baru yang kita dapatkan
ketika membaca buku yang bagus. Bahkan meski kita
membacanya berulang-ulang.
—@noffret
ketika membaca buku yang bagus. Bahkan meski kita
membacanya berulang-ulang.
—@noffret
Ketika pertama kali merilis daftar buku terbaik setiap akhir tahun, motivasi saya hanya ingin menunjukkan buku-buku bagus, yang mungkin kurang terkenal, khususnya di kalangan pembaca buku di Indonesia. Namun, ternyata, daftar tahunan di blog ini menjadi rujukan banyak orang dalam mencari “bacaan rekomendasi”, meski saya sama sekali tidak memaksudkannya sebagai rekomendasi.
Kenyataan itu tentu tidak bisa dilepaskan dari Google dan para pembaca setia blog ini. Di Google, jika kita searching menggunakan kata kunci Buku Terbaik 2011, atau Buku Terbaik 2012, atau Buku Terbaik 2013, ada lebih dari satu juta link yang diindeks, dan blog ini menempati peringkat teratas. Selama tiga tahun berturut-turut, blog ini merilis daftar tahunan buku terbaik, dan daftar itu menjadi posting yang dibaca beribu-ribu orang.
Berbagai pertanyaan saya terima mengenai Daftar Buku Terbaik yang dirilis di blog ini, dari sistem penilaian yang digunakan, sampai “pertanggungjawaban” saya sebagai pihak yang merilis daftar. Untuk itulah secara khusus saya menulis post ini, yang berisi FAQ (pertanyaan-pertanyaan yang banyak diajukan) seputar Daftar Buku Terbaik, sebagai bentuk “pertanggungjawaban”.
Ada kemungkinan FAQ ini akan bertambah di waktu-waktu mendatang, jika ada pertanyaan-pertanyaan lain yang muncul dan relevan. Untuk sementara, berikut ini yang bisa saya jawab.
Berapa jumlah buku yang dibaca dalam setahun?
Tidak pasti, karena sangat tergantung pada waktu yang saya miliki. Namun, setiap hari, saya mewajibkan diri sendiri untuk membaca buku, dan secara rata-rata saya membaca antara 50 hingga 100 buku setiap tahun.
Jenis buku apa saja yang biasa dibaca?
Sebenarnya, saya membaca hampir semua jenis buku, fiksi maupun nonfiksi. Namun, sebagai pembaca, tentu saya memiliki bacaan favorit, juga penulis favorit. Untuk nonfiksi, bacaan favorit saya adalah buku-buku yang membahas hal-hal baru, atau hal-hal lama yang ditulis dengan cara atau perspektif baru. Intinya, selama buku itu meluaskan wawasan dan pengetahuan—khususnya yang belum saya tahu—saya akan tertarik membaca.
Sedang untuk fiksi, bacaan favorit saya adalah suspense (misal novel-novel Dan Brown atau Sidney Sheldon), fantasi (misal seri Chronicle of Narnia atau Harry Potter), misteri (misal novel-novel Agatha Christie atau Sir Arthur Conan Doyle), dan beberapa genre lain. Intinya, saya menyukai novel-novel yang “kaya”. Seperti yang pernah saya tulis di sini, semakin rumit alur dan plotnya, saya semakin suka. Saya juga membaca novel drama, namun dalam jumlah sangat terbatas.
Apakah juga membaca buku-buku agama?
Oh, tentu saja. Buku-buku agama juga termasuk daftar bacaan saya. Tidak hanya buku-buku agama semacam karya Ali Syari’ati atau Karen Armstrong, saya bahkan membaca buku-buku (mungkin lebih tepat disebut kitab) semacam Tafsir Jalalain, Riyadhus Shalihin, Ihya’ Ulumuddin, Sahih Bukhari Muslim, dan lainnya. Selain Al-Qur’an dan Terjemahan, saya juga membaca Alkitab (Injil), Zabur, dan kitab suci lainnya.
Bagaimana dengan buku-buku ringan?
Well, bagaimana kita mendefinisikan “buku-buku ringan”? Jika yang dimaksud “buku ringan” adalah buku-buku yang membahas hal-hal ringan, atau lucu dan membuat tertawa, tentu saya juga menyukainya. Setelah menyetubuhi buku-buku berat (yang membahas hal-hal berat), membaca buku ringan adalah hiburan yang beradab. Meski saya sangat selektif dalam memilih bacaan ringan semacam itu.
Tentang Daftar Buku Terbaik yang dirilis setiap tahun di blog ini, apa motivasi merilisnya?
Seperti yang saya nyatakan di awal catatan ini, motivasi saya hanya ingin menunjukkan atau memperkenalkan buku-buku bagus namun kurang dikenal, khususnya oleh pembaca di Indonesia. Tetapi bukan berarti buku-buku yang masuk daftar itu harus buku-buku yang tidak/kurang dikenal. Banyak pula buku-buku terkenal yang masuk daftar tersebut, karena memang bagus.
Biar saya ceritakan lebih spesifik. Banyak teman saya yang kadang membaca buku. Mereka bukan kutubuku—hanya suka membaca buku, kalau pas ada waktu luang. Karenanya, mereka pun tidak selalu tahu buku bagus apa yang sedang beredar, namun cenderung hanya mengenal buku-buku yang dihebohkan masyarakat. Padahal, buku-buku yang dihebohkan masyarakat jumlahnya sangat sedikit, dan—harus kita akui—belum tentu benar-benar bagus.
Kenyataan itu membuat saya sedih. Di luar sana ada buku-buku hebat yang menunggu dibaca—buku-buku yang akan “meledakkan” pikiran mereka—tapi mereka tidak tahu, hanya karena masyarakat atau lingkungannya tidak tahu. Jadi, ketika datang ke toko buku, pilihan mereka sangat terbatas. Bukan karena jumlah buku bagus yang memang sedikit, tapi karena wawasan dan pengetahuan mereka seputar buku yang sangat minim.
Latar belakang itulah yang kemudian membuat saya berpikir, bisa jadi di luar sana juga banyak orang semacam itu—orang-orang yang tidak pernah membaca buku-buku bagus, karena memang tidak tahu.
Dan kalau memang begitu kenyataannya, saya pikir tidak ada salahnya kalau mencoba memperkenalkan buku-buku bagus kepada mereka. Daftar Buku Terbaik itulah hasilnya. Sebenarnya, daftar itu tidak saya tujukan untuk pembaca awam (bukan kutubuku), namun bisa dimanfaatkan pembaca awam yang ingin mengenal buku-buku bagus, atau ingin mendapatkan alternatif bacaan.
Bagaimana sistem penilaian yang digunakan dalam menyusun Daftar Buku Terbaik di blog ini?
Sederhana saja—saya memilih sepuluh buku yang terbaik dari semua buku yang saya baca dalam setahun. Dari semua buku yang saya baca dalam setahun, mula-mula saya menyisihkan buku-buku yang saya anggap bagus. Dari buku-buku yang bagus, saya pilih lagi sepuluh di antaranya—yang saya anggap terbaik—untuk kemudian saya rilis daftarnya di blog ini.
Omong-omong, seperti apa buku bagus?
Bagi saya, buku bagus adalah buku yang memberikan sesuatu kepada pembacanya, dengan cara yang unik dan orisinal, serta enak dibaca. Jika tiga syarat itu terpenuhi, maka buku itu bisa disebut bagus. Mari kita ulas satu per satu.
Pertama, sebuah buku harus memberikan “sesuatu” kepada pembacanya—pengetahuan atau wawasan baru, pengalaman yang membuka cakrawala, atau setidaknya menghibur dengan cara menyenangkan. Pendek kata, buku bagus adalah buku yang tidak anti-pembelajaran.
Kedua, sesuatu yang disampaikan dalam buku itu unik dan orisinal. Memang, seperti yang dikatakan Raja Solomon, tidak ada yang baru di bawah matahari. Tetapi setiap orang (penulis) adalah jiwa yang baru, pikiran yang baru, sebuah kehidupan yang baru, dengan pengalaman yang baru. Unsur kebaruan yang dimiliki setiap penulis itulah yang memungkinkan suatu buku ditulis dengan cara yang benar-benar baru, dan orisinal. Tanpa orisinalitas, semua hal baru hanya daur ulang hal-hal lama.
Ketiga, buku itu harus enak dibaca, atau ramah pembaca (readable). Banyak buku yang sebenarnya memiliki muatan bagus bahkan hebat (asli Indonesia maupun terjemahan) tapi ditulis atau diterjemahkan dengan kalimat-kalimat tersendat bahkan terlarat-larat, hingga pembaca sangat berat membacanya. Oh, banyak sekali buku semacam itu. Baru membaca beberapa lembar saja, kita sudah mau pingsan kehabisan energi atau nyaris mati karena bosan.
Buku yang enak dibaca membutuhkan penulis (atau penerjemah) yang mumpuni. Faktor itu penting, khususnya di masa sekarang, ketika nyaris setiap orang bisa mengklaim diri sebagai penulis. Kita tahu, tidak setiap orang yang bisa menyanyi pasti penyanyi, tidak setiap orang yang bisa menari pasti penari, tidak setiap orang yang bisa melukis pasti pelukis... pun tidak setiap orang yang bisa menulis pasti penulis. Buku bagus yang enak dibaca hanya mungkin ditulis orang yang benar-benar penulis, bukan orang yang sekadar merasa dirinya penulis.
Buku-buku semacam itulah—yang memberikan “sesuatu” kepada pembacanya, yang unik dan orisinal, serta yang enak dibaca—yang saya masukkan ke dalam list buku bagus. Dari buku-buku bagus itu, saya pilih sepuluh yang saya anggap terbaik. Kemudian hasilnya saya rilis di blog ini, setiap tanggal 20 Desember.
Tetapi, bagaimana pun, jumlah buku yang saya baca sangat terbatas—hanya 100-an judul per tahun. Selalu ada kemungkinan saya melewatkan buku bagus di luar sana, karena memang belum membacanya. Lebih dari itu, pilihan atas 10 buku terbaik di blog ini tentu tidak bisa dilepaskan dari unsur subjektivitas, karena ini penilaian saya pribadi.
Kadang ada buku terbitan lama yang masuk Daftar Buku Terbaik di blog ini. Bagaimana itu bisa terjadi?
Setiap bulan, saya menambah koleksi buku di perpustakaan saya—dari toko buku, dari online bookstore, sampai dari pameran atau bazaar buku. Buku-buku itu terus menumpuk, dan makin hari jumlahnya makin banyak, karena buku yang saya beli jauh lebih banyak dibanding kemampuan saya menghabiskannya. Akibatnya, daftar antrian buku yang akan saya baca makin hari makin panjang. Sekadar ilustrasi, saat ini ada sekitar 3.000 (tiga ribu) buku yang menunggu dibaca di perpustakaan saya.
Dari ribuan buku yang menunggu dibaca itu, saya memilihnya secara acak—mana yang paling menggoda, saya ambil terlebih dulu. Akibatnya, buku yang saya beli delapan tahun lalu bisa jadi baru saya baca tahun ini. Kadang-kadang pula, saat keluyuran di pameran buku, saya menemukan buku-buku “kuno” yang telah terbit bertahun-tahun lalu. Karena buku itu memang bagus, dan baru saya baca, saya pun memasukkannya ke Daftar Buku Terbaik yang baru saya rilis, meski itu buku terbitan lama.
Mengapa daftar tahunan buku terbaik di blog ini tidak hanya berisi buku-buku asli Indonesia, tapi juga buku-buku luar negeri?
Dari semua buku yang saya baca, sekitar 70 persen di antaranya adalah buku luar negeri atau terjemahan. Jika dalam setahun saya membaca 100 buku, maka artinya buku asli Indonesia yang saya baca hanya sekitar 30 judul. Karenanya, ketika merilis daftar tahunan di blog ini, lebih dari separuh yang menempati adalah buku-buku luar negeri. Izinkan saya memberi sedikit penjelasan soal ini.
Ketika blogger kutubuku Amerika merilis daftar buku terbaik di blognya, dia tidak hanya memasukkan buku-buku asli Amerika, tapi juga buku-buku pengarang Inggris, Prancis, Rusia, bahkan Mesir. Ketika blogger kutubuku Inggris merilis daftar yang sama, buku-buku yang masuk dalam daftarnya juga tidak hanya sebatas buku-buku lokal Inggris. Karenanya, sah dan wajar kalau saya melakukan hal yang sama. Internet memungkinkan kita untuk berpikir global, meski tetap memegang kearifan lokal.
Maukah menerima tawaran/kiriman buku dari penulis/penerbit untuk dibaca—siapa tahu bisa masuk daftar ini?
Saya sangat menghargai tawaran itu. Namun, agar saya tidak punya beban moral apa pun, khususnya dalam merilis daftar buku terbaik di blog ini, dengan berat hati saya tidak bisa menerima tawaran atau kiriman buku dari mana pun. Kalau kalian punya buku baru yang bagus, yang mungkin akan saya sukai, cukup colek atau beritahu saya, nanti akan saya cari sendiri.
Blog ini dibaca banyak orang, dan tentunya Daftar Buku Terbaik yang dirilis di blog ini juga dibaca banyak orang. Tidakkah itu seperti “promosi gratis” untuk buku-buku tersebut?
Sejak merilis Daftar Buku Terbaik pada 2011, setiap tahun Daftar Buku Terbaik di blog ini dibaca beribu-ribu orang. Seperti yang disebutkan di atas, Google menempatkan rilis Buku Terbaik di blog ini di peringkat teratas di antara jutaan link yang diindeksnya. Jika daftar tahunan ini kemudian dianggap “promosi gratis” untuk buku-buku tersebut, saya tidak mempersoalkannya—barang bagus memang harus dikenal banyak orang.
Lebih dari itu, ini adalah bentuk apresiasi saya kepada sesama penulis, agar kita terus termotivasi untuk melahirkan karya yang lebih baik. Di dunia literasi, saya pikir itu hal yang baik.