Ketiga, penerbit tidak profesional. Dari namanya saja kita tahu penerbit macam apa jenis ketiga ini. Tidak profesional. Artinya, penerbit ini berlawanan sifat dengan penerbit yang profesional. Jika penerbit profesional jujur, penerbit ini tidak jujur. Jika penerbit profesional menjalin hubungan dengan penulis atas dasar saling menguntungkan, penerbit jenis ini menjalin hubungan dengan tidak adil, berat sebelah, dan cenderung merugikan penulis.
Di atas kertas, mereka bisa saja menyatakan hanya mencetak buku sejumlah 5.000 eksemplar, misalnya, tetapi dalam kenyataan bisa saja mereka mencetak dalam jumlah dua kali lipat. Di surat kontrak, mereka jelas-jelas menyatakan akan membayar royalti pada bulan Juni, misalnya, tapi dalam kenyataan, si penulis harus mengejar dan menagih-nagih dulu untuk dapat memperoleh hak royaltinya, dan selisih waktunya bisa sampai berbulan-bulan.
Pada zaman dulu, penerbit nakal semacam itu mungkin akan bisa hidup—meski kehidupannya mematikan dan merugikan pihak lain (penulis). Tetapi di zaman sekarang, penerbit semacam itu hampir bisa dipastikan akan mati muda dan bangkrut dalam waktu singkat.
Saat ini ada puluhan milis penulis yang aktif, dan ribuan penulis bergabung serta aktif di dalamnya—dari penulis pemula sampai penulis yang telah malang-melintang selama puluhan tahun. Di milis-milis ini, masing-masing penulis saling sharing, berbagi pengalaman, saling bertanya dan saling membantu memberikan jawaban. Jika ada satu penulis yang sakit hati dengan sebuah penerbit, maka dapat dipastikan akan ada ribuan anggota milis yang akan tahu, dan langsung mencoret nama si penerbit, dan memasukkannya ke dalam daftar hitam.
Apakah kenyataan semacam ini pernah terjadi? Sejauh yang saya tahu, sudah empat kali hal semacam itu terjadi. Lima tahun yang lalu, seorang penulis merasa kesal dengan sebuah penerbit, dan ratusan orang segera merespon—dan mereka pun akan berpikir seribu kali untuk mengirimkan naskah ke penerbit yang disebut-sebut itu. Kita tahu, berita dari mulut ke mulut cepat menyebar seperti virus ganas. Berawal dari milis, masing-masing orang itu kemudian ada yang menuliskannya di blog, dan beritanya makin menyebar lagi.
Ketika berita semacam itu menyebar, yang sakit hati bukan hanya para penulis, tetapi juga para pembaca atau calon pembeli buku dari penerbit bersangkutan. Ketika calon pembaca menemukan buku dari penerbit itu di toko-toko buku, mereka tidak lagi melihat judul bukunya yang mungkin menarik, tetapi langsung ingat nama penerbitnya yang disebut-sebut telah berlaku curang. Tidak butuh waktu lama untuk hancur—dua tahun setelah itu, nama penerbit itu sudah tak lagi terdengar di negeri ini.
Lalu bagaimana membedakan penerbit yang profesional dan yang tidak profesional? Jawabannya memang sulit, sekaligus relatif. Bahkan, kalau boleh jujur, dibutuhkan pengalaman langsung untuk mengetahui apakah sebuah penerbit jujur dan profesional atau tidak.
Tetapi, ada cara yang cukup mudah untuk menilai hal ini—meski tidak dapat dijadikan jaminan seratus persen. Yaitu, lihatlah sebanyak apa penulis yang bergabung dengan sebuah penerbit. Selain itu, jika seorang penulis sampai menerbitkan buku beberapa kali pada satu penerbit, maka berarti penerbit itu tergolong baik. Akan lebih bagus lagi jika penerbit itu juga terbukti telah menerbitkan karya penulis-penulis terkenal. Artinya, mereka telah dipercaya para penulis yang terkenal untuk menerbitkan karya mereka, dan artinya pula si penulis telah mengetahui reputasi si penerbit bersangkutan.
Sekali lagi, cara ini tidak dapat dijadikan jaminan seratus persen, karena bisa saja sebuah penerbit masih sedikit menerbitkan buku, dan masih sedikit penulis yang bergabung dengan mereka, namun penerbit itu benar-benar jujur dan profesional.
Lanjut ke sini.
Di atas kertas, mereka bisa saja menyatakan hanya mencetak buku sejumlah 5.000 eksemplar, misalnya, tetapi dalam kenyataan bisa saja mereka mencetak dalam jumlah dua kali lipat. Di surat kontrak, mereka jelas-jelas menyatakan akan membayar royalti pada bulan Juni, misalnya, tapi dalam kenyataan, si penulis harus mengejar dan menagih-nagih dulu untuk dapat memperoleh hak royaltinya, dan selisih waktunya bisa sampai berbulan-bulan.
Pada zaman dulu, penerbit nakal semacam itu mungkin akan bisa hidup—meski kehidupannya mematikan dan merugikan pihak lain (penulis). Tetapi di zaman sekarang, penerbit semacam itu hampir bisa dipastikan akan mati muda dan bangkrut dalam waktu singkat.
Saat ini ada puluhan milis penulis yang aktif, dan ribuan penulis bergabung serta aktif di dalamnya—dari penulis pemula sampai penulis yang telah malang-melintang selama puluhan tahun. Di milis-milis ini, masing-masing penulis saling sharing, berbagi pengalaman, saling bertanya dan saling membantu memberikan jawaban. Jika ada satu penulis yang sakit hati dengan sebuah penerbit, maka dapat dipastikan akan ada ribuan anggota milis yang akan tahu, dan langsung mencoret nama si penerbit, dan memasukkannya ke dalam daftar hitam.
Apakah kenyataan semacam ini pernah terjadi? Sejauh yang saya tahu, sudah empat kali hal semacam itu terjadi. Lima tahun yang lalu, seorang penulis merasa kesal dengan sebuah penerbit, dan ratusan orang segera merespon—dan mereka pun akan berpikir seribu kali untuk mengirimkan naskah ke penerbit yang disebut-sebut itu. Kita tahu, berita dari mulut ke mulut cepat menyebar seperti virus ganas. Berawal dari milis, masing-masing orang itu kemudian ada yang menuliskannya di blog, dan beritanya makin menyebar lagi.
Ketika berita semacam itu menyebar, yang sakit hati bukan hanya para penulis, tetapi juga para pembaca atau calon pembeli buku dari penerbit bersangkutan. Ketika calon pembaca menemukan buku dari penerbit itu di toko-toko buku, mereka tidak lagi melihat judul bukunya yang mungkin menarik, tetapi langsung ingat nama penerbitnya yang disebut-sebut telah berlaku curang. Tidak butuh waktu lama untuk hancur—dua tahun setelah itu, nama penerbit itu sudah tak lagi terdengar di negeri ini.
Lalu bagaimana membedakan penerbit yang profesional dan yang tidak profesional? Jawabannya memang sulit, sekaligus relatif. Bahkan, kalau boleh jujur, dibutuhkan pengalaman langsung untuk mengetahui apakah sebuah penerbit jujur dan profesional atau tidak.
Tetapi, ada cara yang cukup mudah untuk menilai hal ini—meski tidak dapat dijadikan jaminan seratus persen. Yaitu, lihatlah sebanyak apa penulis yang bergabung dengan sebuah penerbit. Selain itu, jika seorang penulis sampai menerbitkan buku beberapa kali pada satu penerbit, maka berarti penerbit itu tergolong baik. Akan lebih bagus lagi jika penerbit itu juga terbukti telah menerbitkan karya penulis-penulis terkenal. Artinya, mereka telah dipercaya para penulis yang terkenal untuk menerbitkan karya mereka, dan artinya pula si penulis telah mengetahui reputasi si penerbit bersangkutan.
Sekali lagi, cara ini tidak dapat dijadikan jaminan seratus persen, karena bisa saja sebuah penerbit masih sedikit menerbitkan buku, dan masih sedikit penulis yang bergabung dengan mereka, namun penerbit itu benar-benar jujur dan profesional.
Lanjut ke sini.