Posting ini lanjutan post sebelumnya. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah post sebelumnya terlebih dulu.
Karenanya, manusia bisa memprogram pikiran mereka sendiri untuk membuat hidup menjadi hancur dan binasa, atau mekar dan bertumbuh. Manusia memiliki hak sepenuhnya untuk menggunakan pikiran mereka demi kehidupan yang baik atau yang buruk, yang positif atau negatif, yang menyedihkan atau menyenangkan. Satu-satunya jalan yang harus ditempuh sebelum bisa mengubah kehidupan yang ada di sekeliling kita adalah mengubah pikiran kita terlebih dulu.
Filsuf dan psikolog William James menyatakan, “Penemuan terbesar dari generasi saya adalah bahwa manusia dapat mengubah hidup mereka dengan jalan mengubah sikap pikiran mereka.”
Hal itu dilukiskan dengan sangat bagus oleh penyair WS. Rendra, saat ia menulis sebuah sajak yang menceritakan dua pemuda yang menghadapi sesuatu yang sama, namun reaksi yang dimunculkan dari hal itu sungguh jauh berbeda. Sajak itu berjudul Sajak Seonggok Jagung.
Isi sajak itu menceritakan dua orang pemuda yang sama-sama memiliki seonggok jagung di depan mereka, tetapi respon yang ditimbulkannya sangat berbeda.
Pemuda pertama membayangkan seonggok jagung itu dapat ditanam hingga menghasilkan buah-buah jagung yang mengisi ladangnya, dan ia kelak akan memanen hasilnya. Ia bahkan sudah membayangkan tungku-tungku menyala yang akan menjadikan jagung panenannya sebagai makanan yang siap untuk disantap, dan dapat menghidupi dirinya serta orang banyak.
Sementara pemuda kedua memandang jagung itu hanya sebagai seonggok jagung, tak lebih dari itu, dan dia meyakini tak akan bisa berbuat apa-apa dengan seonggok jagung tersebut.
Dua manusia sama-sama menghadapi seonggok jagung yang sama nilainya, tetapi mereka bereaksi secara berbeda. Dan, tentu, hasil yang akan mereka peroleh pun akan berbeda pula. Rendra memang tidak menyebutkan bagaimana kelanjutan dari kisah kedua pemuda tadi, tapi kita sudah bisa membayangkan bahwa pemuda pertama lebih memiliki kemungkinan untuk sukses dan bahagia daripada pemuda kedua. Apa yang membedakan kedua pemuda itu? Pikirannya!
Pemuda pertama berpikir positif, sehingga seonggok jagung yang tampak tanpa nilai bisa diwujudkannya menjadi bernilai. Sementara pemuda kedua berpikir negatif, yang memandang seonggok jagung hanya sebagai seonggok jagung, yang biar dibuang pun belum tentu ada orang mau memungutnya.
Kita, dalam kehidupan ini, juga sering kali menghadapi sesuatu yang tak jauh beda dengan yang dihadapi dua pemuda dalam sajak Rendra. Kita menghadapi banyak hal dalam hidup ini, dan reaksi kita pun berlainan sesuai isi pikiran kita. Ketika isi pikiran positif, kita bisa menjadikan hal itu menjadi berguna, bermanfaat, dan memberikan nilai untuk hidup kita. Sementara ketika isi pikiran negatif, kita pun membiarkan saja hal itu terbuang sia-sia, meski sebenarnya ada mutiara terpendam di dalamnya.
***
Karenanya, manusia bisa memprogram pikiran mereka sendiri untuk membuat hidup menjadi hancur dan binasa, atau mekar dan bertumbuh. Manusia memiliki hak sepenuhnya untuk menggunakan pikiran mereka demi kehidupan yang baik atau yang buruk, yang positif atau negatif, yang menyedihkan atau menyenangkan. Satu-satunya jalan yang harus ditempuh sebelum bisa mengubah kehidupan yang ada di sekeliling kita adalah mengubah pikiran kita terlebih dulu.
Filsuf dan psikolog William James menyatakan, “Penemuan terbesar dari generasi saya adalah bahwa manusia dapat mengubah hidup mereka dengan jalan mengubah sikap pikiran mereka.”
Hal itu dilukiskan dengan sangat bagus oleh penyair WS. Rendra, saat ia menulis sebuah sajak yang menceritakan dua pemuda yang menghadapi sesuatu yang sama, namun reaksi yang dimunculkan dari hal itu sungguh jauh berbeda. Sajak itu berjudul Sajak Seonggok Jagung.
Isi sajak itu menceritakan dua orang pemuda yang sama-sama memiliki seonggok jagung di depan mereka, tetapi respon yang ditimbulkannya sangat berbeda.
Pemuda pertama membayangkan seonggok jagung itu dapat ditanam hingga menghasilkan buah-buah jagung yang mengisi ladangnya, dan ia kelak akan memanen hasilnya. Ia bahkan sudah membayangkan tungku-tungku menyala yang akan menjadikan jagung panenannya sebagai makanan yang siap untuk disantap, dan dapat menghidupi dirinya serta orang banyak.
Sementara pemuda kedua memandang jagung itu hanya sebagai seonggok jagung, tak lebih dari itu, dan dia meyakini tak akan bisa berbuat apa-apa dengan seonggok jagung tersebut.
Dua manusia sama-sama menghadapi seonggok jagung yang sama nilainya, tetapi mereka bereaksi secara berbeda. Dan, tentu, hasil yang akan mereka peroleh pun akan berbeda pula. Rendra memang tidak menyebutkan bagaimana kelanjutan dari kisah kedua pemuda tadi, tapi kita sudah bisa membayangkan bahwa pemuda pertama lebih memiliki kemungkinan untuk sukses dan bahagia daripada pemuda kedua. Apa yang membedakan kedua pemuda itu? Pikirannya!
Pemuda pertama berpikir positif, sehingga seonggok jagung yang tampak tanpa nilai bisa diwujudkannya menjadi bernilai. Sementara pemuda kedua berpikir negatif, yang memandang seonggok jagung hanya sebagai seonggok jagung, yang biar dibuang pun belum tentu ada orang mau memungutnya.
Kita, dalam kehidupan ini, juga sering kali menghadapi sesuatu yang tak jauh beda dengan yang dihadapi dua pemuda dalam sajak Rendra. Kita menghadapi banyak hal dalam hidup ini, dan reaksi kita pun berlainan sesuai isi pikiran kita. Ketika isi pikiran positif, kita bisa menjadikan hal itu menjadi berguna, bermanfaat, dan memberikan nilai untuk hidup kita. Sementara ketika isi pikiran negatif, kita pun membiarkan saja hal itu terbuang sia-sia, meski sebenarnya ada mutiara terpendam di dalamnya.