Jumat, 18 September 2015

Makhluk Tuhan Paling Sunyi

Manusia mungkin perlu belajar pada ikan sapu-sapu.
Diam, tenang, bekerja dengan baik dalam keheningan...
dan tak pernah membuat keributan.
@noffret


Ikan sapu-sapu adalah guru, setidaknya bagi saya. Sebagai sesama makhluk Tuhan, saya tidak keberatan belajar pada ikan sapu-sapu. Dia memiliki kebaikan, kelebihan, juga keistimewaan, yang layak diteladani. Bahkan, meski mungkin berlebihan, saya kadang berpikir ikan sapu-sapu tak jauh beda dengan sosok mursyid—guru yang mengajar dalam kesunyian.

Di dunia internasional, makhluk itu disebut “plecostomus”. Di Malaysia, disebut “ikan bandaraya”. Sedang orang Indonesia menyebutnya “ikan sapu-sapu”. Penyebutan itu tidak bisa dilepaskan dari “pekerjaan” ikan tersebut dalam hidupnya, yakni sebagai pembersih. Disebut “ikan bandaraya” di Malaysia, karena ikan itu tak jauh beda dengan petugas pembersih kota (bandar). Sedangkan orang Indonesia menyebutnya “ikan sapu-sapu”, karena pekerjaan ikan itu mirip pembersih atau tukang sapu.

Orang-orang yang memelihara ikan hias di akuarium sering kali juga memelihara ikan sapu-sapu, yang ditujukan untuk membersihkan kaca akuarium. Di dalam akuarium, ikan sapu-sapu biasanya menempel pada dinding kaca, berdiam diri, tenang, hening—tidak suka keluyuran atau pecicilan seperti ikan-ikan lain.

Meski begitu, ikan sapu-sapu bukan bengong karena kurang kerjaan. Sebaliknya, di dalam sikap diam, dia membersihkan akuarium dari lumut-lumut yang tumbuh. Jadi, sementara ikan-ikan lain dalam akuarium tampak keluyuran ke sana kemari tanpa tujuan, ikan sapu-sapu diam tapi sibuk bekerja.

Jika ingin membuktikan kenyataan ini, cobalah siapkan dua akuarium di rumah. Isikan air dan ikan-ikan hias ke dalam dua akuarium itu. Kemudian, masukkan ikan sapu-sapu ke dalam salah satu akuarium, lalu lihat yang terjadi. Seiring berjalannya waktu, akuarium yang di dalamnya terdapat ikan sapu-sapu tampak bening dan bersih. Sementara akuarium yang di dalamnya tidak terdapat ikan sapu-sapu mulai tampak keruh, kotor, dengan lumut-lumut halus menempel di mana-mana.

Jadi, meski mungkin kita tidak melihat ikan sapu-sapu sibuk bekerja, tetapi sebenarnya dia bekerja. Dalam hening. Dalam sunyi. Tanpa ribut-ribut. Sebagai makhluk, dia mungkin menyadari bahwa tujuan penciptaannya adalah untuk membersihkan kotoran di sekitar, dan dia menjalankan misi itu dengan baik, dan tak pernah tergoda mengkhianati misi yang telah dipilihnya. Ikan sapu-sapu adalah potret makhluk yang mencintai pekerjaannya, dan benar-benar mengabdikan hidup untuk pekerjaan yang dipilihnya.

Di mana pun ikan sapu-sapu hidup atau ditempatkan, tetap itulah yang dia lakukan—sebagai pembersih lingkungan. Di akuarium, dia membersihkan kaca dan isi akuarium. Di kolam, dia membersihkan dasar dan dinding-dinding kolam. Di alam liar, dia juga bekerja membersihkan lingkungan.

Selain memiliki fungsi positif dalam lingkungan, ikan sapu-sapu juga memiliki daya tahan hidup yang sangat tinggi. Dia bukan makhluk manja yang hanya mau tinggal di akuarium mewah nan gemerlap, tapi juga bisa bertahan hidup di kolam gelap, di sungai kotor, di danau keruh, di selokan berlumpur, bahkan di genangan air yang telah tercemar limbah.

Karenanya, ikan sapu-sapu memiliki dua alat pernapasan—insang dan labirin. Insang digunakan untuk bernapas saat tinggal dalam air yang jernih atau bersih, sementara labirin digunakan untuk bernapas saat hidup dalam lumpur atau dalam air yang memiliki tingkat kekeruhan tinggi. Di dunia ikan, mujair (atau mujahir) dikenal sebagai ikan yang sangat tangguh. Tapi kemampuan bertahan hidup ikan mujair masih kalah dibandingkan ikan sapu-sapu.

Yang menakjubkan, meski memiliki kemampuan fisik luar biasa, ikan sapu-sapu tidak suka mengusik apalagi menyerang ikan lain. Dia cinta hidup damai. Di dalam akuarium, saat dikumpulkan bersama ikan-ikan hias yang cantik, ikan sapu-sapu tidak menyerang mereka. Bandingkan itu dengan ikan oscar atau arwana, misalnya, yang sama-sama agresif karena memiliki kekuatan. Padahal, kalau mau sombong-sombongan, kekuatan ikan oscar atau arwana jauh di bawah ikan sapu-sapu. Wong ikan mujair saja kalah!

Tetapi ikan sapu-sapu memang istimewa—memiliki kekuatan, namun tidak suka menyerang apalagi mengalahkan. Jangankan sampai mengusik atau menyerang ikan lain, ikan sapu-sapu bahkan tidak suka mencari perhatian seperti umumnya ikan lain. Pernahkah kita melihat ikan sapu-sapu keluyuran ke sana kemari dalam akuarium, atau cengengesan dan pecicilan dalam air? Tidak pernah! Dia hanya diam, tenang, menempel dinding kaca, sangat jarang bergerak, tidak pernah ribut, tapi terus melakukan tugasnya—membersihkan akuarium dari kotoran.

Ikan sapu-sapu adalah guru, setidaknya bagi saya. Dia sosok yang hidup untuk melakukan sesuatu yang ia yakini sebagai kebaikan. Dan dia melakukannya dalam sunyi. Dalam hening. Tanpa ribut-ribut, tanpa pamer, tanpa ingin terkenal, tanpa usaha mencari perhatian agar masuk teve atau diliput koran. Di dunia ikan, mungkin ikan sapu-sapu dianggap sebagai mursyid. Atau filsuf. Atau bocah. Entahlah.

Di dunia hewan, memang banyak hewan lain yang sama-sama tidak banyak cocot dan hidup dalam sunyi. Misalnya ular. Ular tidak pernah berkotek, tidak pernah mengeong apalagi menggonggong atau melolong. Paling-paling hanya mendesis, itu pun jarang terdengar. Dia juga lebih senang hidup dalam kesunyian, sehingga kadang dianggap sosok bijaksana. Tetapi ular adalah makhluk berbahaya. Dia jenis hewan yang tidak terlihat, tapi tiba-tiba mematukmu, hingga kau menjerit kesakitan akibat luka dan gigitan berbisa. Di dalam diamnya, ular bisa menjadi sosok yang jahat, sehingga banyak orang menjauhi, bahkan berusaha membunuhnya.

Selain ular, kecoak juga tidak banyak cocot. Tapi kecoak suka keluyuran ke tempat-tempat kotor dan jorok, kemudian—tanpa adab dan sopan santun—mendatangi makanan kita. Memang benar kecoak termasuk makhluk sunyi yang tidak banyak ribut. Tapi dia tidak punya adab, tidak punya sopan santun. Oh, well, kecoak juga sangat tidak akademis! Dia bisa seenaknya dugem di comberan, kemudian masuk ke selimut di kamar kita... tanpa mandi atau cuci kaki!

Semut juga termasuk makhluk sunyi. Bahkan sering dipuji-puji para motivator sebagai teladan, karena semut yang kecil bisa melakukan hal-hal besar dengan cara bekerjasama. Sejauh yang kita tahu, semut juga tidak pernah selfie, tidak pernah nge-tweet, tidak pernah update status di Facebook, pendeknya tidak suka unjuk diri. Tapi semut kadang mengganggu dan menjengkelkan. Dia bisa tiba-tiba menggigit kita tanpa sebab. Atau menggerogoti makanan kita. Atau melakukan hal-hal lain yang meresahkan, sehingga kita pun menggunakan kapur ajaib untuk mengusir mereka.

Itu hanya sekadar contoh hewan lain yang sama-sama hidup dalam sunyi, sebagaimana ikan sapu-sapu. Bedanya, hewan-hewan tersebut bisa berbahaya, atau setidaknya mengganggu makhluk lain. Hal itu jelas berbeda dengan ikan sapu-sapu. Dia menjalani hidup dalam sunyi, tapi tidak mengganggu atau mengusik makhluk lain. Bahkan, dalam kesunyian yang dipeluknya, dia setia pada pekerjaan yang dipilih, menjalankan misi hidup yang diembankan Tuhan kepadanya, yakni sebagai pembersih lingkungan sekitar. Dan dalam menjalankan tugas itu, dia tidak mengganggu, mengusik, apalagi menyerang makhluk lain.

Sebagai makhluk, ikan sapu-sapu bahkan contoh sempurna untuk sosok yang tak pernah kehilangan jati diri. Saat hidup di alam liar—di sungai, di empang, di laut, atau di air berlumpur—ikan sapu-sapu tidak terpengaruh lingkungan yang liar dan kemudian menjadi liar. Dia tetap menjadi diri sendiri—sosok yang tenang, diam, hening, tidak suka ribut, tapi bekerja sepenuh hati menjalankan tugasnya sebagai pembersih.

Saat dipindahkan ke akuarium, ikan sapu-sapu juga tidak terpengaruh lingkungan. Meski di dalam akuarium banyak ikan lain yang suka mencari perhatian dan suka keluyuran dan pecicilan, ikan sapu-sapu tetap menjadi diri sendiri—diam, tenang, hening, tidak suka ribut, tapi tetap bekerja sepenuh hati menjalankan tugasnya sebagai pembersih.

Ketika melihat akuarium, kebanyakan orang hanya melihat ikan-ikan hias yang berenang ke sana kemari—jarang yang mau memperhatikan ikan sapu-sapu yang diam menempel pada kaca akuarium. Tapi di antara ikan mana pun dalam akuarium, hanya ikan sapu-sapu yang sibuk bekerja—sementara ikan yang lain sibuk hura-hura. Atau sibuk mencari makan. Atau mencari perhatian. Atau mencari pasangan.

Ikan sapu-sapu adalah guru—sosok yang diam tak pernah menasihati siapa pun, tapi mengajarkan sesuatu yang berharga bahkan mulia.

Ikan sapu-sapu adalah guru—sosok yang memiliki kekuatan tapi tak pernah menyerang, yang dapat hidup di lingkungan mana pun tanpa kehilangan jati diri, yang tidak pernah dilihat apalagi dipuji tapi terus melakukan tugas hidupnya dengan baik.

Dan saat mati, ikan sapu-sapu juga bisa dimakan, bahkan dagingnya memiliki gizi yang lebih tinggi dibanding ikan nila, lele dumbo, kerapu, atau bahkan kakap merah. Database nilai gizi ikan yang terdapat dalam riset pengolahan produk dan bioteknologi, menyebutkan bahwa dalam setiap 100 gram ikan sapu-sapu terdapat 19,71 protein, dengan kadar lemak hanya 1,73. Angka itu mengalahkan ikan nila yang kadar proteinnya 18,8, lele dumbo (18,2), kerapu (16,97), kakap merah (17,82), dan cumi-cumi (16,31).

Jadi, sejak lahir sampai mati, ikan sapu-sapu memiliki manfaat. Setelah dilahirkan, mereka tumbuh dalam sunyi. Selama hidup, mereka menjalani kehidupan dengan baik—menjadi diri sendiri tak peduli tinggal di mana pun, melakukan hal-hal baik bagi lingkungan sekitar, memiliki kekuatan tapi tidak suka menyerang makhluk lain, menjalankan tugas dan misi hidupnya dengan tenang dan hening—dan saat mati, kematiannya masih meninggalkan manfaat.

Oh, well, terpujilah Tuhan yang telah menciptakan ikan sapu-sapu.

 
;