Kita selalu punya alasan untuk melakukan kebaikan,
pun kita sekali punya alasan untuk melakukan kejahatan.
Hidup adalah soal pilihan.
—@noffret
pun kita sekali punya alasan untuk melakukan kejahatan.
Hidup adalah soal pilihan.
—@noffret
Hukum Pareto menjelaskan konsep 80/20—kemungkinan besar dan kemungkinan kecil. Bagi yang percaya Hukum Pareto, maka seperti itulah konsep yang terjadi dalam banyak hal, bahkan dalam berbagai hal.
Jika kita berlatih menembak—atau masih awam dalam aktivitas menembak—peluru kita akan mengenai sasaran dengan ketepatan 20/80. Untuk setiap seratus peluru yang kita muntahkan, kemungkinan besar yang mengenai sasaran hanya 20, sementara 80 lainnya meleset. Angka kemungkinan itu akan berbalik seiring kebiasaan dan kemahiran kita berlatih.
Di awal-awal berlatih menembak, peluru yang tepat sasaran hanya 20 persen, sementara yang meleset 80 persen. Lama-lama, angka itu akan berbanding lurus—50/50. Seiring ketekunan dan kemahiran berlatih, angkanya akan berbalik menjadi 80/20, dengan 80 persen tepat sasaran, dan 20 persen meleset. Bahkan seorang sniper atau penembak jitu pun mempercayai konsep itu.
Ketika seorang sniper bersiap membidikkan peluru ke jantung sasaran, dia akan memperhitungkan berbagai kemungkinan—kecepatan peluru melesat, probabilitas gerak sasaran, embusan angin, hingga hal-hal tak terduga seperti halangan yang bisa muncul tiba-tiba. Dia menyadari bahwa kemungkinannya adalah 80 banding 20, yaitu 80 persen berhasil, dan 20 persen gagal.
Seorang sniper tidak hanya berlatih puluhan kali, tapi ribuan kali. Ketika berlatih di arena menembak, ketepatan bidikannya bahkan bisa mencapai 99 persen—jauh melampaui konsep Hukum Pareto. Karena itulah mereka disebut “penembak jitu”, karena kemampuan tembakannya hampir bisa dipastikan tepat mengenai sasaran. Dengan kata lain, seorang sniper profesional memiliki kemampuan berhasil hampir 100 persen. Tetapi....
Tetapi, di dunia ini tidak hanya ada Hukum Pareto, namun juga Hukum Murphy. Hukum Pareto menyatakan konsep 80/20. Sementara Hukum Murphy menyatakan, “Apa pun bisa yang salah akan salah!”
Tak peduli sehebat apa pun seseorang—dalam apa pun keahliannya—dia akan berhadapan dengan Hukum Murphy. Apa pun yang bisa salah, akan salah!
Karena itulah, ketika seorang sniper telah bersiap membidikkan pelurunya, dia akan memperhitungkan segala hal dari semua sudut, mempertimbangkan segala sisi, memikirkan segala kemungkinan, karena menyadari... apa pun yang bisa salah akan salah. Menembakkan sebutir peluru hanya butuh waktu satu detik. Tapi proses perencanaannya membutuhkan waktu berbulan-bulan. Karena apa pun yang bisa salah, akan salah!
Sniper paling hebat pasti pernah menghadapi kegagalan—pelurunya meleset dari sasaran. Pembalap paling hebat pasti pernah mengalami kekalahan—ban kendaraannya bocor, atau mesinnya ngadat, atau masalah lain muncul tiba-tiba. Investor paling hebat pasti pernah mengalami kerugian—saham yang dipilihnya jeblok di pasar, dan nilai investasinya menurun drastis. Seorang penulis paling hebat pasti pernah mengalami kesalahan—dari salah ketik, keliru meletakkan huruf kapital, menggunakan logika yang salah, dan lain-lain. Meski mereka mungkin bisa melampaui konsep Hukum Pareto, tapi mereka harus menghadapi Hukum Murphy. Apa pun yang bisa salah, akan salah.
Kenyataan-kenyataan semacam itulah yang menjadikan orang-orang bijaksana di zaman dulu selalu menasihati dan mengingatkan, “Hati-hati... hati-hati...”
Hati-hati, karena bahkan jika kau benar sekali pun, selalu ada kemungkinan kau akan salah. Apalagi jika kau jelas-jelas salah!
Kadang-kadang, ada orang tolol yang merasa dirinya pintar, kemudian memutuskan menjadi bajingan. Karena mengenal Hukum Pareto, misalnya, dia mungkin berpikir kemungkinannya berhasil 80 banding 20. Karena merasa pintar, dia pun mungkin berpikir tidak akan gagal, atau tidak akan ketahuan. Tetapi bahkan kejahatan yang dilakukan sangat licin sekali pun selalu ketahuan!
Kalau percaya Hukum Pareto, percayailah pula bagian 20 persennya, bukan hanya memelototi bagian 80 persennya! Lebih dari itu, pikirkan dan nilailah secara objektif, apakah kita memang benar-benar pintar, ataukah hanya merasa pintar? Karena orang yang benar-benar pintar pun tetap memiliki kemungkinan gagal 20 persen—jika menggunakan Hukum Pareto—apalagi orang yang sekadar merasa pintar?
Setelah memahami Hukum Pareto, pahami pula Hukum Murphy. Apa pun yang bisa salah, akan salah! Jika tidak percaya konsep ini, pergilah ke penjara, dan temuilah bajingan-bajingan paling pintar di sana. Bajingan-bajingan yang sekarang meringkuk di penjara itu akan ngoceh bahwa mereka telah memikirkan kejahatannya dengan sangat matang dan hati-hati, sangat licin dan rapi, tapi entah bagaimana tetap ketahuan.
Tetap ketahuan—karena ada Hukum Murphy.
Tak peduli serapi dan sehati-hati apa pun merencanakan sesuatu, selalu ada kemungkinan salah! Meski kemungkinan salahnya mungkin cuma 1 persen. Tapi persetan, kemungkinan tetap kemungkinan, dan kemungkinan itu bisa membawamu berakhir di penjara.
Karenanya, ingat wasiat orang-orang bijak zaman dulu. Hati-hati, hati-hati. Bahkan kalau kau melakukan hal yang benar sekali pun, lakukanlah hati-hati.
Jika melakukan hal-hal benar saja kita dituntut hati-hati, seharusnya setiap orang tidak perlu repot-repot memikirkan hal-hal salah untuk menjadi bajingan!