Mungkin terdengar absurd, tapi dulu aku benar-benar
yakin Surya Paloh adalah anggota X-Men yang berteman
diam-diam dengan Magneto.
Surya Paloh adalah tokoh idola saya. Sebegitu mengidolakan, sampai saya selalu tertarik membaca berita apa saja yang terkait Surya Paloh. Meski mungkin isi berita hanya hal-hal ringan, saya tetap tertarik membaca, jika di dalamnya ada nama Surya Paloh.
Jadi, saya mengidolakan Surya Paloh. Tentu bukan cuma saya yang menjadikan Surya Paloh sebagai idola, dan masing-masing orang mungkin memiliki alasan sendiri-sendiri hingga mengidolakan Surya Paloh. Lalu apa alasan saya mengidolakan Surya Paloh?
Alasan saya mengidolakan Surya Paloh mungkin tidak ilmiah. Yaitu karena saya berpikir Surya Paloh adalah mutan, yang berteman dengan Magneto.
Terus terang saya tidak ingat kapan pertama kali punya pikiran gila semacam itu—mengira Surya Paloh seorang mutan. Yang masih saya ingat, suatu waktu saya melihat foto Surya Paloh di koran, dan tiba-tiba tercetus pikiran, “Orang ini pasti mutan!”
Dalam foto yang saya lihat waktu itu, Surya Paloh sedang tersenyum, dengan bulu wajahnya yang lebat. Semakin lama memandangi fotonya, semakin kuat dugaan saya kalau Surya Paloh memang mutan. Saya sempat berpikir, bisa jadi Surya Paloh juga anggota X-Men, atau mutan yang memilih menjalani hidup sendirian dan berteman dengan Magneto. Kemunculannya di dunia kita pasti sebentuk penyamaran yang menyembunyikan identitas aslinya sebagai mutan.
Sejujurnya, saya tidak bisa membayangkan kekuatan khas mutan yang mungkin dimiliki Surya Paloh. Yang jelas, saya yakin dia seorang mutan, dan berpikir dia berteman dengan Magneto. Karena saya mengidolakan Magneto, saya pun ikut mengidolakan Surya Paloh. Magneto dan Surya Paloh pasti sepasang sahabat yang digdaya. Bedanya, Magneto muncul secara jelas dalam serial X-Men, sementara Surya Paloh tidak muncul terang-terangan. Atau, setidaknya, itulah yang saya pikirkan.
Jadi, apakah Surya Paloh seorang mutan? Saya tidak tahu—saya hanya yakin dia seorang mutan.
“Yakin” dan “tahu” adalah dua hal berbeda. “Yakin” adalah meyakini tanpa pengetahuan, sementara “tahu” adalah meyakini berdasar pengetahuan. Dalam hal ini, saya hanya “yakin” Surya Paloh seorang mutan, tapi tidak tahu pasti apakah memang begitu kenyataannya.
Tetapi... hei, orang boleh meyakini apa saja, kan? Selengkapnya, orang boleh meyakini apa saja, jika keyakinan itu hanya ia yakini sendiri, dan tidak memaksakan keyakinan pribadinya kepada orang-orang lain.
Sebagai contoh, kita tahu api panas, dan menyentuh api bisa membuat kulit terbakar. Kalau ada orang meyakini api sebenarnya dingin atau tidak panas, ya silakan. Wong itu keyakinan pribadinya. Tapi cukuplah keyakinan itu untuk diri sendiri, dan tidak usah mengkhotbahkan keyakinan pribadi yang subjektif semacam itu kepada orang lain. Karena hasilnya akan destruktif.
Bagi yang tahu, doktrin “api itu dingin” akan mendatangkan tertawaan atau cemoohan. Sementara bagi yang tidak tahu, doktrin “api itu dingin” bisa menyesatkan. Karena faktanya api tidak dingin, bahkan panas. Beberapa orang mungkin memiliki kemampuan (baca: kelainan) sehingga dapat menyentuh api tanpa terbakar. Tapi itu kasuistis, dalam arti tidak bisa diterapkan pada semua orang. Wong nyatanya api bersifat panas.
Orang bisa meyakini sesuatu berdasarkan apa pun, dan setiap orang tentu berhak untuk itu. Tapi keyakinan apa pun—jika kenyataannya masih meragukan—mestinya cukup diyakini sendiri, dan tidak usah didoktrinkan kepada orang lain. Karena hasilnya bisa mendatangkan mudarat bagi orang-orang yang tidak tahu.
Lia Eden, misalnya, meyakini dirinya mendapat wahyu dari Malaikat Jibril, dan meyakini dirinya adalah nabi baru untuk zaman ini. Masalah? Tidak!
Sebenarnya, Lia Eden berhak untuk meyakini dirinya seperti apa pun yang dikhayalkannya. Oh, jangankan “cuma” meyakini dirinya sebagai nabi baru—yang sama-sama berwujud manusia—bahkan umpama Lia Eden meyakini dirinya megalodon atau anaconda atau tarantula, ya tidak masalah. Wong itu keyakinan pribadi. Setiap orang berhak untuk meyakini dirinya sebagai apa pun, termasuk Lia Eden.
Masalah mulai muncul, ketika keyakinan pribadi didoktrinkan kepada orang-orang lain, dengan harapan orang-orang lain ikut meyakini. Bagi orang-orang yang tidak tahu, doktrin Lia Eden jelas menyesatkan. Sementara bagi orang-orang yang tahu, doktrin Lia Eden menimbulkan keresahan. Karena itulah kemudian Lia Eden ditangkap dan dihukum.
Sebenarnya—jika kita mau berpikir—penangkapan dan hukuman terhadap Lia Eden bukan karena keyakinan pribadinya, melainkan karena dia mendoktrinkan keyakinan pribadinya pada orang-orang lain.
Kalau sekadar meyakini khayalan, saya pikir semua orang juga punya keyakinan serupa, meski mungkin tidak seekstrem Lia Eden. Wong saya juga sering berkhayal menjadi Magneto. Tidak apa-apa, toh cuma khayalan. Negara ini tidak bisa menangkap saya hanya karena berkhayal menjadi Magneto, tak peduli seyakin apa pun saya pada khayalan. Saya toh cuma mengkhayal, tidak mendoktrinkan khayalan agar orang-orang percaya bahwa saya Magneto.
Omong-omong soal Magneto, saya pun berkhayal—bahkan meyakini—kalau Magneto berteman dengan Surya Paloh. Dalam hal ini, saya menyadari bahwa Magneto hanya ada dalam film X-Men, sementara Surya Paloh ada di dunia nyata. Karena saya tidak mungkin bertemu Magneto, saya pun berharap bisa bertemu Surya Paloh. Tapi karena untuk bertemu pun sepertinya sulit—karena Surya Paloh tentu sangat sibuk—saya hanya bisa sebatas mengidolakannya.
Mengidolakan seseorang, apa pun alasannya, tentu sah dan dilindungi undang-undang. Kalau kita diberi hak untuk mengidolakan tokoh fiksi, apa salahnya kalau kita mengidolakan tokoh yang benar-benar nyata? Seperti Surya Paloh. Meski mungkin alasan pengidolaan itu tidak ilmiah. Yang jelas, saya mengidolakan Surya Paloh, karena saya yakin dia seorang mutan.
Masih dalam khayalan, kadang saya membayangkan bisa bertemu Surya Paloh, bercakap-cakap langsung dengannya, dan—jika memungkinkan—saya ingin dipertemukan dengan Magneto. Surya Paloh pasti dapat mempertemukan saya dengan Magneto, karena dia teman Magneto. Saya akan memastikan pada Surya Paloh, bahwa saya bisa menyimpan rahasia, dan tidak akan memberitahu siapa pun bahwa dia sebenarnya mutan.
Jika kenyataan itu benar-benar terjadi—saya bisa bertemu Magneto—saya akan meminta Magneto untuk dijadikan muridnya. Atau pengikutnya. Atau apalah, yang penting saya bisa memiliki kekuatan mutan seperti dirinya.
Dalam X-Men seri pertama, kita melihat Magneto mencoba mentransfer kekuatan mutan kepada manusia (nonmutan), dengan harapan manusia bisa menjadi mutan. Upaya itu rupanya gagal, sebagaimana kita saksikan dalam film. Tetapi, sekarang, Magneto pasti sudah menemukan cara yang lebih baik, sehingga dapat mengubah siapa pun menjadi mutan.
Karena itulah, saya berharap bisa bertemu Magneto, dan dia berkenan mengubah saya menjadi mutan. Dalam hal itu, satu-satunya orang yang mungkin dapat mempertemukan saya dengan Magneto hanya Surya Paloh, karena dia teman Magneto.
Mungkin khayalan saya gila, tapi entah kenapa saya sulit mengenyahkan khayalan itu dari kepala. Sampai saat ini, saya masih meyakini Surya Paloh adalah mutan, dan dia berteman dengan Magneto. Karena itu, saya mengidolakan Surya Paloh. Bahkan, kadang saya mengkhayal jadi pekerjanya, atau bawahannya, atau apalah, yang penting bisa selalu dekat dengannya.
Pasti menyenangkan kalau saya bisa sering melihat Surya Paloh, melihat sosoknya langsung, mendengarkan dia berbicara, dan... well, siapa tahu saya berkesempatan melihat Magneto saat berkunjung ke rumah Surya Paloh.
Karena Surya Paloh adalah mutan, dan dia teman Magneto.
PS:
Kalau Pak Surya Paloh—entah bagaimana caranya—menemukan catatan ini, tolong maafkan kenakalan saya, Pak. Sejujurnya, saya sangat mengidolakan Anda, terlepas Anda benar teman Magneto atau bukan.