Jumat, 20 Juli 2018

Joget-joget, Lalu Mati Dimakan Piranha

Kayaknya aku emang gak bakat nonton horor.
Ngerinya nggak ilang-ilang!
@noffret


Sepertinya saya memang tidak cocok dengan semua jenis film. Kalau nonton drama, saya sering tidak sabar mengikuti jalan cerita yang bertele-tele. Sedangkan kalau nonton horor, saya sering ngeri (karena adegan-adegan sadis) atau jijik (karena adegan-adegan jorok).

Tampaknya, saya hanya cocok menonton film action, lebih khusus lagi action superhero. Sangat mengasyikkan menonton film-film semacam Batman (tentu yang trilogi The Dark Knight), atau Spider-Man, atau Iron Man, atau Captain America, atau The Avengers, dan semacamnya. Film-film itu mengasyikkan, seru, dan tidak ada adegan menjijikkan.

Untuk film-film action-superhero, saya bahkan menontonnya berulang-ulang tanpa bosan. Seluruh unsur di dalamnya benar-benar memenuhi harapan saya sebagai penonton. Seru, menegangkan, dengan tokoh-tokoh asoy, dan TIDAK ADA ADEGAN MENJIJIKKAN. Terus terang, saya benci tiap kali menemukan adegan menjijikkan dalam film.

Yang saya maksud “adegan menjijikkan” bisa macam-macam. Misal orang muntah yang di-shoot, adegan di WC kotor, penampakan mutilasi atau semacamnya (biasa ada di film horor), atau pun adegan-adegan lain yang tidak akademis dan tidak environmental—apa pun artinya.

Semua hal menjijikkan itu tidak ada dalam film-film superhero. Karena isinya hanya percakapan-percakapan penting, pertarungan-pertarungan seru, adegan-adegan menegangkan, dan kadang-kadang percakapan intim dengan mbakyu. Nah, ini! Satu hal yang membuat saya selalu senang menonton film superhero adalah... semua tokoh superhero pasti seorang bocah, dan wanita-wanita di dalamnya selalu mbakyu!

Bahkan wanita yang menjadi pasangan antihero semacam Deadpool pun seorang mbakyu! Hollywood tampaknya benar-benar tahu soal mbakyu.

Selain action-superhero, saya juga suka film-film action lain—apa saja, pokoknya action. Meski film action umumnya tidak terjamin pasti ada mbakyu, tidak apa-apa. Yang penting filmnya asyik ditonton, seru, dan memuaskan. Biasanya, setelah menonton film action yang benar-benar bagus, saya tersenyum puas, dan merasakan kegembiraan yang tidak bisa dilukiskan kata-kata.

Film-film James Bond, misalnya, selalu menyenangkan buat saya. Dari dulu sampai sekarang, semua film James Bond selalu menghadirkan tokoh wanita, bahkan banyak wanita. Tetapi, anehnya, tidak ada satu pun dari wanita itu yang mbakyu! Wanita-manita itu memang cantik dan elegan, tapi tidak ada yang mbakyu. Saya pikir, James Bond juga paham soal itu. Buktinya dia tidak juga menikah, meski dekat dengan banyak wanita.

Meski begitu, saya senang menonton film-film James Bond, atau film action lain. Karena memang asyik.

Selain film action, jenis film lain yang juga saya suka adalah JAV, khususnya yang diperankan wanita-wanita dewasa. Kebetulan, artis-artis JAV yang dewasa tampaknya sangat tahu cara menjadi mbakyu. Omong-omong, saya malas nonton JAV yang diperankan cewek remaja! Apalagi cewek remaja yang masih kekanak-kanakan. Bukannya nafsu, malah jadi jengkel. Cewek-cewek yang masih bau popok itu mestinya belajar di rumah, bukan malah main film JAV!

Well, meski tidak tertarik nonton horor, ada kalanya saya tergoda atau penasaran dengan film-film horor tertentu. Khususnya film-film horor yang “unik”. Itulah kenapa, saya sempat nonton A Quiet Place, Don’t Breathe, atau Get Out, misalnya, walau sejujurnya tidak terlalu terkesan. Meski sebagian orang memuji film-film itu, bagi saya biasa saja—tidak ada istimewanya. Mungkin karena dasarnya saya memang tidak suka horor.

Salah satu film horor yang juga pernah membuat saya tergoda adalah Piranha 3D (dibintangi Mbakyu Elizabeth Shue). Karena penasaran, saya pun menonton.

Piranha 3D adalah film horor yang menjadikan ikan-ikan piranha sebagai sumber horor. Tipikal film semacam itu, isinya bisa ditebak.

Sebagaimana judulnya, film itu mengisahkan ikan-ikan piranha yang diam-diam berkembang biak di Danau Victoria, hingga jumlahnya ribuan. Mereka hidup liar di dasar danau, tanpa seorang pun menyadari, dan ikan-ikan maut yang mengerikan itu siap menciptakan malapetaka. Film yang saya tonton itulah hasilnya.

Seperti umumnya tempat wisata yang menarik, Danau Victoria kerap dikunjungi orang-orang, khususnya anak-anak muda yang ingin menikmati liburan di danau indah. Mereka datang ke sana bersama teman-teman, naik boat dengan membawa aneka perbekalan, lalu berhenti di tengah danau, dan berjoget gembira sambil menikmati bir.

Tentu menyenangkan menikmati liburan semacam itu. Berhenti di tengah danau berair biru jernih, memutar musik yang menghentak, dan berjoget seolah hidup tanpa masalah, lalu nyebur ke danau untuk menikmati kesegaran air. Lebih menyenangkan lagi, cewek-cewek yang berjoget di atas boat juga hanya mengenakan bikini. Benar-benar kesenangan yang sempurna.

Sayangnya, ikan-ikan piranha di dasar danau sedang haus darah.

Semula, bahaya yang mengancam di dasar danau hanya diketahui sherif yang bertugas di sana. Mereka telah mengidentifikasi ikan di dasar danau adalah piranha yang mematikan, dan mereka pun berusaha memberitahu anak-anak muda yang sedang berlibur di sana agar segera naik ke darat.

Menggunakan pengeras suara, sherif mengumumkan, “Mohon semuanya segera naik ke darat! Kita sedang menghadapi masalah!”

Tetapi, anak-anak muda yang asyik berjoget tadi malah menjawab, “Tenang saja, Sherif! Kita punya bir!”

Setelah itu, botol-botol bir dikeluarkan, musik dikeraskan, dan mereka makin menggila berjoget. Beberapa bocah yang belum pernah mati malah menantang dengan terjun ke danau, seolah imbauan sherif tadi hanyalah suara orang menguap.

Lalu petaka yang mengancam di dasar danau mulai naik ke permukaan. Ikan-ikan piranha bergigi tajam di bawah mereka mungkin mengendus bau daging, dan ikan-ikan itu naik ke permukaan air, menyambar apa pun yang bisa disambar, menggigit apa pun yang bisa digigit, mengunyah apa pun yang bisa dikunyah.

Jerit kengerian seketika membahana.

Air danau yang semula biru jernih berubah merah darah. Orang-orang melolong ketakutan, kesakitan, tapi ikan-ikan keparat di dalam air tidak peduli. Mereka terus menyerang orang-orang yang ada di air, dan korban-korban terus berjatuhan dengan sangat mengerikan. Daging-daging tercabik, anggota tubuh terlepas, sementara darah makin memerah di danau. Mereka yang berhasil selamat bahkan tidak lagi utuh.

Setiap kali menonton film semacam itu, saya selalu dongkol.

Saya dongkol pada orang-orang yang keluyuran ke danau, berjoget-joget tak karuan, dan tidak mau mendengar ketika diimbau agar segera naik ke darat. Saya dongkol melihat ketololan yang sangat tidak akademis semacam itu. Anak-anak muda yang datang ke danau, lalu berjoget-joget di sana, dan ketawa-tawa waktu dinasihati, mereka semua sungguh tidak environmental, tidak terapeutik, tidak moratorium—apa pun artinya.

Jadi, ketika melihat mereka dicabik-cabik piranha, saya malah tertawa puas. Rasain! Sudah diminta baik-baik agar segera naik ke darat, malah mengeluarkan bir. Sudah diberitahu bahaya sedang mengancam, malah joget-joget. Makan tuh, piranha!

Lagian, siapa pula yang menyuruh kalian ke danau, hah? Kenapa kalian tidak membaca buku saja di rumah? Wong baca buku saja sudah mengasyikkan, malah keluyuran! Dan apa maksudnya joget-joget di atas boat seperti orang kurang kerjaan? Biar keren, hah? Biar seperti anak gaul? Biar bisa bikin foto bagus di Instagram? Biar bisa bikin status keren di Facebook?

Mbok ora usah neko-neko!

Tidak usah sok keluyuran ke danau untuk joget-joget. Cukup duduk di sofa rumah yang adem, menyeruput teh hangat, membaca buku, dan menyulut udud, cukup. Kalau pun hujan, tidak kehujanan. Kalau pun panas, tidak kepanasan. Dan di rumah tentu tidak ada piranha! Wong sudah dikasih pilihan hidup yang enak dan nyaman, malah keluyuran.

Dan kalian sudah dinasihati sherif, agar segera naik ke darat, karena ada masalah. Tapi kalian malah menantang dengan mengeluarkan bir. Apa kalian pikir semua masalah bisa diselesaikan dengan bir, hah? Apa kalian pikir hidup ini hanya untuk ngebir? Dan menyetel musik? Dan joget-joget? Mbok mikir!

Kalian tidak akan muda selamanya. Daripada membuang masa muda untuk joget-joget, jauh lebih baik belajar. Daripada menghabiskan energi untuk keluyuran tidak jelas, jauh lebih baik bekerja. Akhirnya, daripada sibuk mempertaruhkan nyawa untuk bertarung dengan piranha, lebih baik menggunakan waktu untuk hal-hal bermanfaat. Wong piranha kok diajak ngebir. Mbok mikir!

Asu, iki aku nulis opo?

 
;