Rabu, 15 Agustus 2018

Suami, Istri, dan Kekacauan Doktrin

Rupanya lagi viral di medsos dan situs berita, tentang suami yang ngasih uang belanja 5 ribu per hari untuk istri, dan mengeluhkan istrinya yang "tidak bersyukur pada pemberian suami."

Ah, itu mungkin hoax. Katanya kan menikah membuatmu bahagia, tenteram, dan lancar rezeki?

....

Wanita didoktrin agar menjadi "istri yang bersyukur pada suami."

Tetapi, pria didoktrin agar "menikah sebelum mapan".

Dan ketika perkawinan terjadi, kita diberitahu bahwa menikah akan membuatmu bahagia, tenteram, dan lancar rezeki. Mohon maaf, terus terang aku ingin tertawa.

....

Kalau wanita didoktrin agar "bersyukur pada suami", mestinya pria didoktrin agar "menikah setelah mapan". Itu baru adil.

Logika mudah: Kalau seorang istri diberi uang belanja 5 ribu per hari, dan si suami meminta masakan rendang serta opor ayam, bagaimana istri bisa bersyukur?

....

Masalah pernikahan adalah kontradiksi doktrin yang saling tidak nyambung, bahkan menggelikan, sekaligus ketidakadilan dalam relasi pria-wanita. Dalam pernikahan (merujuk doktrin yang biasa kita dengar), suami seolah berhak ngapain aja, sementara istri harus patuh dan bersyukur.

....

Coba perhatikan doktrin-doktrin perkawinan di sekitar kita. Kepada pria, semuanya terdengar mudah, misal, "Menikah tidak perlu menunggu mapan."

Seiring dengan itu, doktrin-doktrin kepada wanita umumnya dimulai kata "harus". Misal, "Istri harus bersyukur pada suami."

Timpang.

....

‏Perkawinan adalah hubungan setara antara pria dan wanita, berdasarkan komitment dan kerelaan, dan bukan perbudakan antarmanusia. Sementara ketimpangan doktrin di sekitar kita tampaknya menempatkan pernikahan sebagai semacam legalisasi perbudakan berdasar relasi kuasa.

....

Pertanyaan yang harus ditanyakan setiap pria terhadap diri sendiri, "Jika aku wanita, apakah aku akan bersyukur memiliki suami sepertiku?"

Jika jawabannya "ya", tanyakan sekali lagi, dan jangan berhenti. Jika jawabannya "tidak", maka tutuplah mulutmu dan sibuklah perbaiki diri.

....

Tetapi, tentu saja, rangkaian tweet ini sama sekali tidak bisa dipercaya. Karena manusia memang sulit menerima kebenaran yang pahit, dan lebih mudah menerima bualan kosong meski jelas-jelas dusta.

Manusia tidak percaya pada kebenaran. Manusia hanya percaya pada yang ingin dipercaya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Mei 2018.

 
;