Sabtu, 01 September 2018

Noffret’s Note: Menatap Waktu

Kemarin, daerah-daerah Pantura dilanda banjir cukup tinggi. Bukan banjir air hujan, tapi banjir air dari pantai. Ombak bergulung tinggi, dan dampaknya menjadi banjir hingga jarak sangat jauh. Ratusan atau mungkin ribuan rumah terendam air. Bahkan ada yang sampai sekarang.

Bagaimana bisa ombak pantai menyebabkan banjir, hingga ke tempat-tempat yang jauhnya ratusan meter? Jawabannya mungkin terdengar rumit dan menakjubkan. Tetapi, yang lebih menakjubkan adalah... daratan rumah di Pantura yang terendam banjir itu dulunya berada di dasar lautan!

Di masa lalu, kawasan Pantura sebenarnya tidak ada, karena wilayah itu belum menjadi daratan. Begitu pun, rumah-rumah dan bangunan di sana juga tidak ada, karena semula berupa lautan. Proses ribuan tahun membentuk pengendapan, yang lalu berubah menjadi daratan seperti sekarang.

Kisah pembentukan daratan yang kini disebut Pantura mungkin kurang menarik, dan kurang spektakuler. Prosesnya sama dengan kisah pembentukan Puncak Jaya (Carstensz Pyramide), yang kini menjadi salah satu puncak tertinggi di dunia.

Puncak Jaya (Carstensz Pyramide) adalah puncak tertinggi di dunia. Berada di puncak Jayawijaya, Carstensz Pyramide memiliki ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut. Tapi bukan itu yang menakjubkan. Yang menakjubkan... puncak tertinggi itu dulunya berada di dasar laut.

Menatap Carstensz Pyramide adalah menatap waktu... yang dimulai jutaan tahun lalu.

Pada 250 juta tahun lalu, Bumi hanya memiliki satu benua, bernama Pangea. Pada kurun 240 juta-65 juta tahun lalu, Pangea pecah menjadi dua, membentuk Benua Laurasia dan Benua Eurasia, yang menjadi cikal bakal pembentukan benua dan pegunungan yang saat ini ada di seluruh dunia.

Pada kurun waktu itu pula, Benua Eurasia—yang berada di belahan bumi bagian selatan—pecah kembali menjadi Benua Gondwana, yang di kemudian hari menjadi daratan Amerika Selatan, Afrika, India, dan Australia.

Pada waktu itu, Benua Australia dengan benua-benua lain dipisahkan oleh lautan. Di lautan bagian utara, sebuah batuan mengendap, yang kelak menjadi bagian dari Australia.

Pengendapan yang sangat intensif akhirnya mengangkat sedimen batu ke atas permukaan laut. Proses pengangkatan itu tentu berdasarkan skala waktu geologi, dengan kecepatan 2,5 km per sejuta tahun.

Proses pengendapan itu masih ditambah oleh terjadinya tumbukan lempeng, antara lempeng Indo-Pasifik dengan Indo-Australia, di dasar laut. Tumbukan lempeng menghasilkan busur pulau, yang menjadi cikal bakal pulau dan pegunungan di Papua.

Pulau Papua mulai terbentuk pada 60 juta tahun lalu. Saat itu, pulau ini masih berada di dasar laut, yang terbentuk oleh bebatuan sedimen. Pengendapan intensif yang berasal dari Benua Australia, dalam kurun waktu panjang, menghasilkan daratan baru yang kini bernama Papua.

Akhirnya, proses pengangkatan yang terus-menerus, akibat sedimentasi dan disertai kejadian tektonik bawah laut, dalam kurun waktu jutaan tahun, menghasilkan pegunungan tinggi Jayawijaya seperti yang kita lihat saat ini.

Apa buktinya kalau Papua serta pegunungan tingginya pernah menjadi bagian dari dasar laut yang dalam? Buktinya mudah, di sana ada banyak fosil laut yang saat ini masih tertinggal di bebatuan Jayawijaya.

Meski berada di ketinggian 4.884 mdpl, fosil kerang laut, misalnya, dapat dilihat pada batuan gamping dan klastik yang ada di Pegunungan Jayawijaya. Karena itu, selain menjadi surga para pendaki, Jayawijaya juga menjadi surga para peneliti geologi.

Dan, omong-omong, kira-kira seperti itu pulalah terbentuknya kawasan atau daratan yang sekarang kita sebut Pantura. Karenanya, orang-orang tua di sana kerap berkata, "Tanah yang kita pijak ini dulunya ada di dasar laut, Nak." Meski mungkin terdengar fantastis, mereka benar.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 Mei 2018.

 
;