Kamis, 20 September 2018

Orang Maya di Dunia Maya

Jadi ketawa sendiri membayangkan ada orang mengulik akun-akun medsosku, lalu (mungkin) berpikir, "Bocah ini mungkin menyenangkan. Tapi isi akun medsosnya kok gitu, ya? Aku jadi ragu-ragu mau mempekerjakan dia di perusahaanku."

Lha ya bilang ingin kerja di perusahaanmu juga siapa?

Atau, ada wanita yang mungkin mengoprek blog dan akun Twitter-ku, lalu menggumam, "Cowok ini sepertinya asoy. Tapi kok isi tulisannya kadang ngeri gitu, ya. Mau naksir jadi ragu-ragu."

Lha yang berharap kamu naksir juga siapa? Wong umpama kamu naksir juga belum tentu aku mau.

Sejujurnya, itulah yang menjadikanku tidak terlalu percaya dengan apa pun yang kulihat dan kutemukan di dunia maya, karena serba artifisial. Orang-orang atau pengguna medsos berusaha memoles diri sebaik mungkin, yang bisa jadi bertolak belakang dengan dirinya yang asli dan nyata.

Orang paling nyata di dunia maya adalah orang yang aktif di dunia maya tanpa harapan atau keinginan apa pun, termasuk tanpa keinginan mendapat pekerjaan sampai mendapat pasangan. Saat orang eksis tanpa keinginan atau harapan apa pun, dia benar-benar menampakkan sosok aslinya.

Konon, para HRD atau headhunter mempelajari kepribadian orang (dalam arti dangkal) melalui akun-akun medsos orang bersangkutan. Lucu, kalau dipikir-pikir. Karena, apa iya mereka tidak menyadari dan memikirkan bahwa orang belum tentu menunjukkan dirinya yang asli di media sosial?

"Kenapa kamu tidak punya akun FB?"
"Karena aku malas basa-basi."
"Kenapa kamu tidak punya akun LinkedIn?"
"Karena aku tidak mencari pekerjaan."
"Kenapa kamu punya akun Twitter?"
"Karena aku suka ngoceh sendiri."
"Kenapa kamu punya blog?"
"Karena aku suka menuliskan isi pikiran."

Percaya atau tidak, banyak orang bilang telah mengkhatamkan isi blogku seisi-isinya. Kepada mereka, aku ingin mengatakan, "Aku bukan orang terbaik yang bisa kautemukan. Tapi aku bisa mengatakan kepadamu, bahwa aku benar-benar manusia, dengan segala kelebihan dan kekurangan."

Ada pepatah lama, "Kalau kau belum pernah tidur dengan seseorang sampai tiga hari, jangan pernah yakin kau telah mengenalnya."

Dan sekarang orang-orang merasa bisa mengenal orang per orang hanya lewat media sosial. Well, bagaimana kalau kita mencoba tidur bersama tiga hari?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 7 September 2018.

 
;