Selasa, 25 September 2018

Perkawinan dan Demokrasi

Demokrasi itu absurd, kalau dipikir-pikir. Kekuasaan ada di tangan rakyat, katanya. Tapi kenyataan rakyat justru tak punya kuasa apa-apa.

Demokrasi mirip perkawinan; sama-sama tampak indah, tapi sebenarnya jebakan. Terdengar bagus saat dipromosikan, tapi pahit dalam kenyataan.

Teori demokrasi: Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
Teori perkawinan: Dari cinta, oleh cinta, untuk cinta kita.
Kenyataan: NGAPUSI.

Janji demokrasi: Rakyat senang, wakil rakyat senang.
Janji perkawinan: Tenteram, bahagia, lancar rezeki.
Realitas: NGAPUSI.

Masalah demokrasi: Orang-orang hanya menyuguhkan
hal-hal teoritis, tapi melupakan fakta yang mungkin terjadi.
Masalah perkawinan: SAMA.

Secara teoritis, demokrasi adalah sistem yang baik.
Sayang, realitas tak selalu sesuai dengan teori.
Perkawinan? PODO WAE.

Dalam pikiranku, perkawinan adalah... kau memasang borgol di satu tanganmu, dan meminta orang lain memasukkan tangannya di borgol yang sama.

Orang yang suka mempromosikan indahnya perkawinan, tak jauh beda dengan politisi ngomong keadilan demokrasi. Sama-sama tahu itu bohong.

Kenapa banyak orang BERUSAHA MEYAKINKAN bahwa perkawinan itu indah, membahagiakan, dan taik kucing lainnya? Karena REALITASNYA tidak begitu.

Kalau memang perkawinan begitu indah, membuat tenteram dan bahagia, LALU KENAPA KAU HARUS MATI-MATIAN MEYAKINKAN ORANG LAIN?

Kalau kau berusaha meyakinkan sesuatu agar aku percaya, padahal aku bisa tahu tanpa diyakinkan, jawabannya mutlak: KENYATAANNYA TIDAK BEGITU.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 8 Juli 2017.

 
;