Rabu, 10 Oktober 2018

Noffret’s Note: Keminggris

Sebagian orang Indonesia (setidaknya yang sering kulihat di Twitter), punya gejala aneh saat bercakap-cakap. Mula-mula, mereka menggunakan bahasa Indonesia. Ketika ada yang menyambar, dan terjadi komunikasi, percakapan lalu berpindah menggunakan bahasa Inggris. Lucu, sebenarnya.

Perpindahan dari Indonesia ke Inggris, biasanya bisa ditandai dari tensi percakapan. Kalau bernuansa santai, mereka konsisten pakai bahasa Indonesia (meski kadang ada yang pakai Inggris). Yang jelas, ketika percakapan "memanas", bahasa Inggris akan makin sering/banyak digunakan.

Gejala semacam itu sebenarnya berbahaya, karena lama-lama bisa mencerabut diri kita dari akar, sekaligus merusak bahasa kita. Ada orang yang biasa menyebut "produk" dengan "prodak" (product). Ketika dia menulis di whiteboard, dia menulisnya "prodak", bukan produk atau product.

Kapan-kapan, kalau ada orang yang menantangku berdebat di Twitter, mungkin aku akan menyatakan, "Aku mau berdebat, asal kita sama-sama menggunakan bahasa Indonesia, dari awal sampai akhir. Siapa pun yang mencoba menggunakan bahasa Inggris (meski satu kata), dia dinyatakan kalah."

Jangan salah paham, aku tidak alergi dengan bahasa asing, termasuk bahasa Inggris. Aku hanya sedang gelisah memikirkan, mengapa ada sebagian orang yang tampaknya selalu maksa pakai Inggris kalau sedang ngomong serius? Wong ngomong pakai bahasa Indonesia saja bisa sama-sama paham.

Kalau pun ingin "keminggris", coba belajar berbahasa Indonesia, tapi menggunakan "logat" (atau conversation) ala Inggris. Itu menjadikan kita makin fasih berbahasa Indonesia, ucapan kita terdengar keren, tapi orang-orang (termasuk yang tidak bisa Inggris) akan paham omongan kita.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Agustus 2018.

 
;