Ada orang-orang yang mengajukan teori. Ketika teori mereka dipertanyakan, orang-orang itu tidak menjelaskan dengan kerangka yang bisa dipahami, tapi justru menyodorkan ayat-ayat suci. Jadi, mereka berbicara dengan sesama manusia, atau berbicara dengan Tuhan?
Kalau kau tidak bisa menjelaskan teorimu sendiri, dan hanya bersandar atau mengandalkan ayat suci, sebenarnya kau tidak yakin dengan omonganmu sendiri. Ayat suci yang kausodorkan sebenarnya bukan untuk menguatkan teorimu, melainkan untuk membungkam lawan bicaramu.
Orang tentu berhak menggunakan ayat suci untuk menopang teori, tapi fungsinya sebagai penguat setelah kerangka dijelaskan, bukan sebagai dasar menyatakan diri paling benar. Karena menggunakan ayat suci sebagai dasar teori, sama artinya menganggap diri memahami pikiran Tuhan.
Menjelaskan hal-hal gaib dengan teori gaib yang hanya bisa dipahami para makhluk gaib, itu mudah. Yang sulit adalah menjelaskan hal-hal gaib atau tak kasatmata dengan cara sederhana, logis, runtut, dan tidak menabrak akal sehat. Kau mampu melakukannya, aku akan mendengarkanmu.
Menjelaskan hal rumit dengan cara rumit—dengan rumus dan teori yang melangit—yang hanya bisa dipahami para profesor, itu mudah. Yang sulit adalah menjelaskan hal rumit dengan cara runtut dan sederhana, hingga bisa dipahami siapa pun. Kau mampu melakukan itu, kau seorang genius.
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 12 Januari 2018.