Selasa, 01 Oktober 2019

Para Pedagang Jiwa

Apakah keberadaan buzzer politik di dunia maya memang punya manfaat? Aku tidak tahu. Yang jelas, aku cenderung tidak percaya apa pun yang dikatakan buzzer politik, khususnya karena makin banyak buzzer yang “bekerja membabi buta” dalam mendukung tuannya.

Satu hal yang sering tampak menonjol dari para buzzer politik adalah subjektivitas yang mengerikan. Apa pun kesalahan yang dilakukan tuannya, mereka akan mencari pembenaran. Dan apa pun kebaikan yang dilakukan pihak lawan, mereka akan mencari cara menjatuhkan.

Pola kerja semacam itu tidak hanya tidak objektif, tapi juga mengerikan, sekaligus merusak kepercayaan masyarakat terhadap buzzer politik. Apalagi ditambah penciptaan tagar-tagar tolol, yang jelas hasil kerja buzzer tolol dibantu bot yang sama tololnya.

Terkait politik, aku lebih percaya pada orang-orang biasa yang tetap objektif, meski mungkin mendukung salah satu tokoh. Mereka mendukung Si A atau Si B, tapi tidak kehilangan objektivitas dan akal waras hanya karena mendukung seseorang. Mereka lebih layak didengar.

Ada pula orang-orang yang mungkin bermaksud “main aman”. Mereka tampak bukan buzzer politik, tapi diam-diam membuat akun-akun lain yang digunakan sebagai buzzer. Lalu mereka me-retweet akun-akun buzzer yang dibuatnya sendiri, sambil bersikap seolah mereka hanya “orang biasa”.

Akun-akun semacam itu memang tampak orang biasa, atau akun yang jelas-jelas milik individu yang kita kenal. Tapi mereka “main belakang”. Tidak mau disebut buzzer, tapi sebenarnya bekerja sebagai buzzer, dengan cara membuat akun-akun lain khusus untuk buzzer.

Buzzer politik—maupun orang biasa yang sebenarnya bekerja sebagai buzzer politik—sama-sama perlu diwaspadai. Mereka para pedagang jiwa yang tidak menjual apa pun selain menjual jiwamu, yang tidak mengerjakan apa pun selain mengeksploitasi kejujuran dan ketidaktahuanmu.

Terlepas apa pun kecenderungan politikmu, tetap gunakan pikiran dan kewarasanmu. Jangan mudah terkecoh oleh para buzzer politik. Mereka dibayar untuk “membajak” pikiranmu. Bagi mereka, kau cuma komoditas dalam perdagangan.

 
;