Minggu, 24 November 2019

Pelajaran Dasar Feminisme

Ada gejala kesalahpahaman akhir-akhir ini, terkait wanita dan kemampuan memasak. Sebagian wanita kadang ngamuk kalau nemu pria yang menginginkan wanita yang bisa masak. Padahal, keinginan semacam itu adalah hak. Sama seperti wanita yang juga punya hak terkait kriteria tertentu.

Kalau seorang pria menyatakan bahwa dia ingin punya pasangan wanita yang bisa masak, itu hak dia, dan tentu saja tidak salah. Yang salah adalah jika pria menyatakan bahwa SEMUA WANITA harus bisa masak.

Kriteria pasangan adalah hak individu, dan itu dimiliki pria maupun wanita.

Sama saja, ada wanita menginginkan pasangan pria yang sudah punya rumah, misalnya. Ya tidak apa-apa, wong itu hak dia. Menjadi masalah kalau si wanita berpikir bahwa SEMUA PRIA harus punya rumah.

Sebagaimana kriteria bisa berbeda, kemampuan orang per orang juga bisa berbeda.

Kesalahpahaman serupa kadang tidak hanya terjadi antara pria dan wanita, tapi juga wanita dengan wanita.

Sebagian wanita, berdalih kesetaraan, menginginkan SEMUA WANITA harus aktif bekerja di luar rumah, dan menyalahkan wanita yang memilih aktif jadi ibu rumah tangga di rumah.

Semangat feminisme adalah KESETARAAN, dan kesetaraan memungkinkan setiap orang punya PILIHAN. Karena pilihan, tentu setiap orang bisa berbeda, termasuk pilihan wanita dalam menjalani kehidupan mereka. Ada yang memilih aktif di luar rumah, ada pula yang memilih aktif di rumah.

Feminisme tidak bermaksud agar SEMUA WANITA aktif bekerja di luar rumah. Esensi feminisme adalah memungkinkan wanita punya hak dan pilihan yang SETARA dengan pria. Sekali lagi, karena namanya pilihan, tentu setiap orang (dalam hal ini wanita) bisa berbeda, dan itu bukan masalah.

Sungguh lucu kalau ada wanita, berdalih feminisme, menyalahkan wanita lain yang menjadi ibu rumah tangga dan aktif di rumah.

Kalau seorang wanita memang MEMILIH untuk aktif di rumah, dan dia SADAR DENGAN PILIHAN YANG DIAMBILNYA, itu hak dia, dan itulah semangat feminisme.

Mengharapkan semua wanita harus punya pilihan yang sama itu mustahil. Sama mustahilnya mengharapkan semua pria harus punya pilihan yang sama. Kenyataannya, semua orang pasti berbeda, termasuk dalam pilihan-pilihan hidupnya.

Dan inti masalah kita bukan pilihan, tapi kesadaran.

Setiap orang berhak memilih yang terbaik bagi diri dan hidupnya. Selama dia menyadari pilihannya, serta bertanggung jawab atas pilihan yang diambilnya, bahkan iblis di neraka tidak punya hak meributkan pilihannya.

Hidup adalah soal pilihan, dan itu pula yang diusung feminisme.

Dulu, wanita menghadapi banyak "harus". Harus gini, harus gitu—hal-hal yang belum tentu dia inginkan. Feminisme ada untuk menghilangkan "harus-harus" itu, dan memberi ruang serta keleluasaan bagi wanita, agar mereka juga punya hak dan pilihan sebagaimana yang dimiliki pria.

Jadi, feminisme tidak dimaksudkan agar wanita lebih tinggi dari pria, atau wanita harus meninggalkan hal-hal yang dulu lekat dengan wanita (seperti memasak dan semacamnya). Feminisme hanya ingin menyadarkan wanita bahwa mereka sebenarnya punya hak/pilihan yang SETARA dengan pria.

So, kalau ada wanita hobi masak, dan bermimpi jadi ibu rumah tangga yang saban hari menyiapkan masakan bagi keluarganya, ya ITU HAK DIA, dan kita patut menghormati pilihannya.

Feminisme bukan berarti semua wanita harus meninggalkan aktivitas memasak. Mosok ngene wae ora paham?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 31 Maret 2018.

 
;