Tempat berekspresi paling ideal di dunia maya memang blog.
Bebas ngoceh apa pun, sepanjang apa pun, segila apa pun.
—@noffret
Bebas ngoceh apa pun, sepanjang apa pun, segila apa pun.
—@noffret
Sepuluh tahun yang lalu, pada 15 November 2009, saya menulis catatan pertama di blog ini. Dan sekarang, tepat sepuluh tahun kemudian, saya masih menulis di sini. Tidak ada yang berubah, selain bahwa saya masih terus menulis. Entah sampai kapan.
Pada era 2000-an, dunia blogging di Indonesia begitu semarak. Hampir semua orang yang kenal internet pada masa itu punya blog. Bukan hanya satu—sebagian mereka bahkan ada yang punya beberapa blog sekaligus. Waktu itu, para blogger tidak hanya aktif menulis di blog, tapi juga saling berinteraksi dengan para blogger lain. Pada masa itu, lahir para seleb blog.
Sebegitu populer blogging di masa itu, sampai ada buku berjudul—saya kutip seutuhnya—“Hari Gini Belum Ngeblog? Ke Mana Aja Lo?”
Di masa-masa itu pula, saya menjalin pertemanan dengan cukup banyak blogger yang waktu itu aktif ngeblog. Belakangan, ketika satu per satu mereka menghilang, saya merasa kehilangan.
Di antara teman blogger yang sampai kini tetap menjalin pertemanan dengan saya adalah Iskandar—dia termasuk blogger seangkatan saya—dan sampai sekarang kami sering berinteraksi lewat japri, membicarakan berbagai hal, dan saya banyak belajar darinya. Seperti saya, Iskandar masih eksis ngeblog sampai sekarang, dan kalian bisa mengunjungi blog Iskandar di sini.
Selain Iskandar, dulu saya juga sering ngobrol lewat japri dengan blogger lain, bernama Yus Yulianto. Sayang, dia kemudian menghilang dari blogsphere, dan saya benar-benar kangen ngobrol dengannya seperti dulu.
Well, gegap gempita blogging di masa itu perlahan-lahan mengalami masa surut. Satu per satu dari mereka menghilang, dan blognya tidak lagi aktif. Sebagian ada yang menghilang tiba-tiba, sebagian lain menghilang perlahan-lahan. Jumlah blogger aktif di Indonesia, yang semula mungkin ribuan, kini bisa dihitung jari.
Ada beragam alasan kenapa orang-orang yang dulu aktif ngeblog kini menghilang. Ada yang karena menikah, dan mungkin waktunya makin sempit untuk menulis blog. Ada yang makin sibuk di dunia nyata, hingga tidak sempat lagi menulis di blog. Ada yang bosan, ada pula yang kehilangan motivasi, dan lain-lain. Sementara yang aktif sampai kini pun sebagian besar mengubah haluan—dari blog personal menjadi blog komersial.
Dinamika, perubahan, memang bisa terjadi di mana saja, dan itu hal biasa, termasuk dalam aktivitas blogging.
Sebagian orang mungkin heran mendapati saya mampu konsisten menulis di blog hingga sepuluh tahun, dan bertanya-tanya apa motivasi yang menggerakkan saya.
Jawabannya, bisa jadi, justru tidak ada motivasi!
Kalau saya bertanya pada diri sendiri, kenapa mampu konsisten melakukan sesuatu yang sama terus menerus—menulis di blog—selama sepuluh tahun, saya tahu bahwa yang menggerakkan saya hanya cinta. Saya hanya melakukan sesuatu yang saya cintai. Menulis. Jadi saya melakukannya. Dan terus melakukannya.
Menulis di buku diary telah menjadi aktivitas saya sejak SMP. Saya senang menuliskan kegiatan harian saya, meski yang remeh-temeh sekali pun. Saya menikmati saat bercerita pada diary mengenai kegiatan saya, atau apa yang saya pikirkan, yang saya cemaskan, atau yang membuat saya bahagia.
Saat menulis di buku diary di masa-masa itu, saya tidak punya motivasi apa pun, selain hanya ingin melakukannya! Namanya diary pribadi, tentu hanya untuk dibaca sendiri. Dan itu membuat saya senang.
Pada waktu saya SMA, ada stasiun radio lokal yang punya acara bernama Pink Diary. Acara itu dimulai pukul 21.00 sampai 22.00. Sebagaimana namanya, Pink Diary adalah acara membacakan catatan-catatan diary yang dikirim oleh para pendengar. Itu salah satu acara radio yang sangat digemari, khususnya di kota saya.
Setiap pukul 21.00, ribuan remaja di kota saya akan khusyuk mendengarkan Pink Diary, terhanyut oleh kisah-kisah yang dibacakan penyiarnya. Saya termasuk salah satu pendengar yang ikut menikmati acara itu.
Acara itu dipandu dua penyiar, laki-laki dan perempuan. Setiap malam, ada empat catatan diary yang dibacakan, yang dikirim para pendengar laki-laki dan perempuan. Catatan diary perempuan dibacakan penyiar perempuan, dan catatan diary laki-laki dibacakan penyiar laki-laki. Setiap satu catatan diary yang dibacakan, ada satu lagu khusus yang akan diputar, sesuai keinginan/permintaan si pengirim catatan diary.
Karena sangat menikmati acara itu, saya terpikir untuk ikut mengirimkan catatan diary ke stasiun radio tersebut. Saya pun mulai menulisnya. Berbeda dengan kebanyakan diary yang sering dibacakan—yang isinya seputar cinta-cintaan—saya menulis catatan-catatan seputar kehidupan, dan berbagai realitas sosial yang saya alami.
Waktu mengirim tulisan ke radio itu, saya menggunakan nama Hoeda Manis, dengan tujuan agar teman-teman saya di sekolah tahu kalau tulisan itu dikirim oleh saya. Omong-omong, nama Hoeda Manis sebenarnya bukan saya yang menciptakan. Nama itu diciptakan oleh teman saya di SMA, bernama Rini Amalia (kalau Rini mungkin membaca catatan ini, saya ingin dia tahu bahwa saya sangat merindukannya).
Di SMA, orang satu sekolahan lebih tahu nama Hoeda Manis daripada nama asli saya. Itulah kenapa, saya memakai nama itu saat mengirim catatan diary ke stasiun radio tadi. Itu semacam “colekan” pada teman-teman sekolah, yang memberi tahu mereka bahwa saya mengirim catatan diary ke acara tersebut.
Belakangan, saya menyadari, itu “kesalahan yang fatal”.
Ketika catatan-catatan saya mulai dibacakan di acara radio itu, “kegemparan” tidak hanya terjadi di kalangan teman-teman sekolah, tapi secara luas.
Di SMA, saya termasuk murid populer. Karenanya, ketika nama saya muncul di acara Pink Diary, bocah-bocah satu sekolah pun langsung ramai membicarakan—mereka semua penggemar acara itu. Dan mereka meminta agar saya terus mengirim catatan-catatan lain. Saya senang-senang saja melakukannya.
Yang tidak saya duga, “kegemparan” itu ternyata tidak hanya terjadi di sekolah saya, tapi juga di tempat-tempat lain secara luas. Sejak itu, tiba-tiba, semua orang seperti penasaran dengan Hoeda Manis—sesuatu yang tak pernah saya perkirakan sebelumnya!
Bagaimana saya tahu?
Jawabannya mudah. Sejak itu, setiap hari, nama saya muncul di radio, dari pagi sampai pagi lagi, mendapat salam dari banyak orang yang tidak saya kenal, dan menciptakan histeria seisi kota! Mereka ingin ketemu, mereka ingin melihat saya, mereka ingin berbicara langsung dengan saya... dan saya benar-benar kebingungan.
Well, itu cerita lampau, tentang kecintaan saya menulis diary—dari catatan di buku yang saya baca sendiri, sampai catatan yang dikirim ke radio dan dinikmati ribuan orang. Ketika kemudian internet dapat diakses dengan mudah dan lahir blog sebagai “diary online”, saya pun melihat keasyikan yang sejak dulu saya kenali. Maka saya pun menulis di blog.
Blog ini adalah upaya saya melanggengkan kebiasaan menulis diary. Karena medianya berubah, cara saya menulisnya pun ikut berubah. Saat menulis di buku diary yang akan saya baca sendiri, saya menulis seenaknya, tanpa aturan, dan suka-suka. Wong hanya akan saya baca sendiri!
Ketika menulis diary untuk dibacakan di radio, saya pun mengusahakan agar tulisan saya enak saat dibacakan, dan asyik saat didengarkan.
Kini, ketika menulis diary di blog, yang artinya bisa ditemukan siapa pun, saya mengusahakan agar catatan-catatan saya tidak hanya enak dibaca, tapi juga—setidaknya—memberi manfaat pada orang yang membacanya, meski mungkin tak seberapa. Meski juga, di banyak halaman, saya masih suka menulis seenaknya.
Cara melakukan sesuatu bisa berubah, tapi latar belakang melakukan sesuatu tak pernah berubah. Cinta. Saya mencintai yang saya lakukan, dan karena itulah saya terus melakukan... sampai sekarang.
Kini, sepuluh tahun telah lewat, dan blog ini tetap memakai subdomain blogspot, dan saya tidak punya niat untuk mengubahnya ke nama domain pribadi. Karena saya sudah menganggap blog ini sebagai catatan diary kehidupan saya, dan berharap catatan-catatan yang terkumpul di blog ini tetap abadi, dapat terus ada di dunia, meski kelak saya sudah mati. Saat itu terjadi, saya tentu tidak bisa menulis lagi.
Berabad-abad dari sekarang, mungkin, orang akan tetap menemukan catatan-catatan di blog ini, dan mereka akan membacanya sebagaimana yang kalian lakukan pada saat ini.
Dan ketika itu terjadi, mungkin saya akan tersenyum di alam kubur, karena menyadari telah meninggalkan sesuatu untuk dunia... meski tak seberapa.