Minggu, 20 Maret 2011

Rahasia Karya Shakespeare (2)

Kita mulai dari awal. Bagaimana awal munculnya tuduhan bahwa Shakespeare bukanlah penulis atas tulisan-tulisan yang diklaim sebagai karyanya?

Sebenarnya, ketidakpercayaan itu sudah muncul sejak lama sekali—meskipun secara diam-diam. Sumber ketidakpercayaan tersebut karena sosok Shakespeare tidak “match” dengan tulisan-tulisannya.

Jika kita membaca tulisan-tulisan Shakespeare, kita seperti berhadapan dengan sebuah karya yang ditulis oleh orang yang tahu kehidupan dunia luas, serta mengetahui seluk-beluk keluarga bangsawan, bahkan detail-detail dalam dunia hukum, politik tingkat tinggi, serta hal-hal berat lainnya.

Padahal, Shakespeare adalah “anak dusun”—dia tinggal di Stratford-upon-Avon, sebuah desa kecil tak terkenal di Inggris. Dia tidak berpendidikan tinggi, tidak memiliki hubungan dengan para bangsawan, tidak pernah ke luar negeri, pendeknya dia anak desa sejati. Di sinilah awal ketidakpercayaan banyak pakar atas karya-karya Shakespeare, karena orang ini bisa menulis dengan wawasan serta pengetahuan yang amat luas, sekaligus detail.

Jika Shakespeare hidup pada masa sekarang, mungkin hal semacam itu tidak akan dianggap aneh, karena internet dan distribusi buku serta ilmu pengetahuan sudah menjangkau batas-batas teritorial, sehingga orang di pelosok dunia mana pun dapat mengetahui apa pun yang ingin diketahuinya. Tetapi pada zaman ketika Shakespeare hidup, hal semacam itu bisa dibilang tidak memungkinkan.

Ambil contoh, misalnya, karyanya yang paling terkenal—‘Romeo and Juliet’. Dalam naskah asli yang ditulisnya, Shakespeare dengan fasih menceritakan kehidupan para bangsawan dengan sangat mendalam, dengan standar pengetahuan atas detail-detail yang rasanya sulit diketahui oleh orang yang tidak hidup dalam kelas bangsawan.

Pertanyaannya, bagaimana cara Shakespeare bisa mengetahui semua hal yang ditulisnya itu? Pertanyaan ini tak pernah terjawab, sehingga ketidakpercayaan di atas pun semakin menguat, sampai timbul bermacam spekulasi.

Nah, karena pertanyaan di atas tak bisa dijawab, karena Shakespeare juga sudah meninggal sehingga tak bisa memberikan konfirmasi, maka para pakar pun kemudian beralih pada pertanyaan berikutnya. Jika karya-karya hebat itu sesungguhnya tidak ditulis oleh Shakespeare, lalu siapa orang yang menulisnya?

Dalam hal ini, ada beberapa orang yang “dicurigai”—dan beberapa dari mereka yang disebut-sebut sebagai orang di balik karya Shakespeare di antaranya adalah Sir Francis Bacon, Christopher Marlowe, dan para Earl dari Oxford.

Di antara banyak nama yang “dicurigai” tersebut, Sir Francis Bacon merupakan “tertuduh paling kuat”. Orang ini memiliki “ciri-ciri” penulis asli di balik karya-karya Shakespeare.

Bacon pernah melakukan perjalanan ke Benua Eropa, dan ia paham berbagai intrik politik serta pergaulan para bangsawan. Selain itu, Bacon juga mendapatkan pendidikan sebagai pengacara, sehingga ia tahu dunia hukum secara luas, bahkan detail. Terakhir, dan yang paling penting, Bacon juga memiliki keahlian diplomatis, filosofis, serta linguistik—sesuatu yang khas dalam karya-karya Shakespeare.

Intinya, tulisan-tulisan yang disebut sebagai karya Shakespeare akan lebih tepat dan lebih “match” jika disebut sebagai karya Francis Bacon daripada Shakespeare, karena Bacon lebih memiliki kualifikasi yang sesuai dengan isi karya-karya tersebut.

Sampai di sini, pertanyaan yang pasti muncul adalah, “Kalau memang Bacon-lah yang menulis karya-karya itu, kenapa harus menggunakan nama Shakespeare?”

Francis Bacon sendiri juga menulis beberapa buku yang menggunakan namanya sebagai pengarang. Salah satu karyanya yang sangat terkenal adalah “The Advancement of Learning”. Jadi, mengapa selain itu dia juga menulis karya-karya lain yang menggunakan nama Shakespeare (dengan asumsi kalau Bacon-lah yang memang menulis karya-karya itu)?

Jawabannya, menurut para pakar yang meneliti masalah ini, adalah karena Francis Bacon menggunakan karya-karya tersebut untuk “menyusupkan pesan dan sandi rahasia”.

Pada waktu itu, Bacon bekerja di pemerintahan, dan dia diduga membutuhkan sarana pengiriman pesan secara aman. Selain itu, Bacon sendiri juga pakar dalam metode penyembunyian pesan yang disusupkan ke dalam susunan teks. (Metode ini dikenal dengan nama Cipher Bacon).

Lanjut ke sini.

 
;