Jumat, 27 Juni 2014

Perbedaan Jaim dan Sok Jaim

Lelaki suka mempermudah hal-hal sulit. Perempuan
suka mempersulit hal-hal mudah. Karena itulah
kisah cinta tak pernah selesai ditulis.
@noffret


Tempo hari, waktu sedang asyik ngobrol, saya diberitahu wanita ini, “Kalau kamu nyebut istilah ‘sok jaim’ dalam tulisanmu, dan meminta agar kita nggak sok jaim, mungkin perlu dijelasin yang kamu maksud atas istilah itu, karena bisa jadi ada pembaca yang keliru memahami.”

Dia menyampaikan saran itu karena mendapati beberapa temannya—yang membaca blog ini—tampaknya memang keliru memahami saran “jangan sok jaim” yang saya maksudkan. So, saya menulis catatan ini untuk meluruskan hal tersebut, sekaligus membicarakan beberapa hal lain seputar hubungan cowok-cewek, yang mungkin biasa kita alami atau saksikan setiap hari.

Well, sebagian besar cowok—setidaknya yang pernah saya ajak ngobrol mengenai hal ini—lebih menyukai cewek yang tidak sok jaim daripada yang sok jaim. Saya pribadi, sebagai cowok, jauh lebih tertarik pada cewek yang tidak sok jaim daripada yang sok jaim. Dan, terus terang, saya sama sekali tidak punya minat atau ketertarikan terhadap cewek yang sok jaim. Semakin tinggi sok jaimnya, semakin hilang ketertarikan saya.

Nah, sekarang, apa yang dimaksud “sok jaim” dalam paragraf di atas?

Jika kalian membuka-buka dan membaca kembali catatan-catatan mengenai interaksi cowok-cewek di blog ini, kalian akan mendapati bahwa yang terus saya katakan berulang-ulang adalah “Jangan sok jam”—bukan “Jangan jaim”. Apa bedanya? Jelas beda! Dalam beberapa hal, jaim memang kadang diperlukan. Tapi sok jaim... itu membosankan, bahkan menjengkelkan!

Dalam perspektif saya, jaim adalah bagian kesopanan. Sedangkan sok jaim adalah bagian kemunafikan. Kesopanan itu perlu, tapi kemunafikan... oh, hell, itu memuakkan!

Agar hal ini lebih jelas, mari kita gunakan contoh nyata. Najwa (bukan nama sebenarnya) biasa duduk dengan menaikkan kedua kakinya ke meja, khususnya ketika sedang santai sendirian di rumah. Tetapi, ketika bersama teman cowoknya, dia tidak pernah melakukan hal itu. Yang dilakukan Najwa dalam kasus ini disebut jaim, bukan sok jaim. Dia menjaga image-nya agar tampak sebagai cewek yang sopan. Tidak masalah, itu bahkan cantik.

Kasus lain, saya biasa mengenakan boxer dan kaos oblong kalau di rumah. Tetapi kalau ada tamu datang, saya akan berganti pakaian yang lebih baik agar tampak cakep. Itu jaim. Saya sengaja jaga image, demi terlihat layak di depan mereka. Tidak masalah, itu bahkan bagian dari kesopanan, khususnya kesopanan dalam menerima tamu.

Jadi, jaim adalah bagian kesopanan, dan itu tidak masalah. Bahkan, dalam beberapa situasi atau kondisi tertentu, jaim bahkan diperlukan. So, silakan jaim. Tapi jangan sok jaim!

Sekarang, mari kita lihat contoh nyata perilaku sok jaim.

Dalam hubungan atau interaksi cowok-cewek, perilaku sok jaim sangat mudah kita temukan. Bahkan, banyak cewek yang sengaja bersikap dan berlaku sok jaim dalam berbagai situasi, demi tujuan tertentu yang mereka harapkan positif... tetapi sering kali justru berbalik menjadi bumerang yang mereka sesali.

Ketika seorang cowok meminta nomor ponsel cewek gebetannya, misalnya, kebanyakan cewek tidak akan langsung memberikannya. Kenapa? Jawabannya sangat gamblang—sok jaim! Yang ada di pikiran cewek-cewek itu kira-kira seperti ini, “Aku mau memberikan nomor ponselku, tapi tidak akan kubuat ini menjadi mudah. Jadi, mintalah terus, jangan menyerah, nanti akan kuberikan nomor ponselku.”

Cewek-cewek itu mungkin berpikir bahwa memberikan nomor ponsel dengan mudah akan menurunkan “harga diri” mereka, jadi mereka sengaja mempersulit hal itu. Konyol...? Mungkin iya, tapi itulah yang mereka lakukan! Dan itulah yang disebut sok jaim!

Cewek-cewek sok jaim itu sebenarnya mau memberikan nomor ponsel mereka, mau ditelepon oleh si cowok, mau lebih akrab dan dekat, bahkan mungkin mereka mengharapkannya. Tapi mereka sengaja mempersulit hal itu demi sok jaim. Itu jelas perilaku yang repot sekaligus merepotkan. Dalam contoh kasus lebih luas, cewek-cewek sok jaim itu bahkan mempersulit hal-hal lain yang sebenarnya juga mereka inginkan—ajakan pertemuan, tawaran kencan, jalan-jalan, sebut lainnya.

So, mari kita lihat implikasi yang terjadi dari perilaku sok jaim semacam itu.

Ketika seorang cowok meminta nomor ponsel cewek gebetannya dan tidak langsung diberi, setidaknya akan ada tiga kemungkinan.

Kemungkinan pertama, si cowok benar-benar “lugu” dan tidak tahu kalau si cewek sebenarnya cuma sok jaim. Jadi, begitu dia meminta nomor ponsel si cewek dan tidak diberi, si cowok pun mengartikannya secara “harfiah”. Lalu cerita selesai—si cowok merasa ditolak, dan mungkin dia mulai berpikir untuk melupakan si cewek yang semula ditaksirnya.

Kemungkinan kedua, si cowok paham bahwa si cewek hanya sok jaim, dan pura-pura tidak mau memberikan nomor ponselnya. Tetapi, si cowok tidak punya waktu untuk main drama. Lebih khusus lagi, si cowok tidak punya waktu untuk “ngemis-ngemis” hanya untuk mendapatkan nomor ponsel si cewek.

Kemungkinan ketiga, si cowok paham kalau si cewek hanya sok jaim, dan dia tergolong orang kurang kerjaan. Jadi dia pun terus berusaha mendapatkan nomor ponsel si cewek, hingga si cewek akhirnya memberikan nomor ponselnya.

Dari tiga kemungkinan, hanya satu kemungkinan yang positif bagi si cewek, sementara dua kemungkinan lain justru menjadi bumerang baginya. Yang menjadi masalah di sini, cewek tak pernah bisa memastikan cowok macam apa yang sedang dihadapinya, kan? Ketika seorang cewek bersikap sok jaim pada cowok gebetannya, bagaimana pun dia tidak bisa memastikan seperti apa cowok itu, dan akan seperti apa sikap cowok itu ketika menghadapi sikap sok jaimnya.

Artinya, sikap sok jaim yang ditunjukkan seorang cewek pada cowok gebetannya sangat gambling dan spekulatif, karena tidak bisa diprediksi, apalagi diharapkan. Seorang cewek bisa saja sok jaim dan berharap si cowok akan mengejar-ngejarnya. Tapi siapa yang bisa menjamin kalau cowok itu benar-benar akan mengejarnya?

Ketika seorang cowok meminta nomor ponsel si cewek, dan kemudian si cewek bertingkah sok jaim, bagaimana pun si cewek tidak bisa memastikan perasaan atau reaksi cowok itu. Bisa jadi cowok itu memang cinta mati kepadanya (hingga mau ngemis-ngemis demi mendapat nomor ponselnya). Bisa jadi pula cowok itu memang jatuh cinta kepadanya, tapi tidak punya waktu untuk main drama. Atau bisa jadi pula cowok itu memang jatuh hati kepadanya, tapi tidak paham bahwa penolakan si cewek hanya dimaksudkan untuk sok jaim.

Karenanya, dalam interaksi antar-gebetan, sikap sok jaim lebih banyak merugikan daripada menguntungkan. Lebih banyak merepotkan daripada menyenangkan. Baik bagi si cewek, maupun bagi si cowok.

Sebagian cewek mungkin berpikir bahwa dengan sok jaim maka dirinya akan tampak “mahal”, dan jika tidak sok jaim maka akan tampak “murahan”. Salah! Perhatikan lagi definisi jaim dan sok jaim yang telah dijelaskan di atas. Jaim itu perlu, bahkan dibutuhkan. Tapi sok jaim... itu membosankan sekaligus menjengkelkan! Hanya cewek-cewek tolol di sinetron konyol yang masih menganggap sok jaim adalah perilaku berpendidikan! Hellooooow...???

Cobalah tanyakan pada cowok-cowok temanmu. Tanyakan pada mereka seperti apa karakter cewek yang disukai kebanyakan cowok, dan kalian akan mendapati jawaban tidak jauh beda dengan yang saya tulis ini. Kami, cowok-cowok, lebih suka cewek yang jujur, tidak sok jaim, karena cewek semacam itulah yang asyik di mata kami, hingga membuat kami tertarik. Sebaliknya, kami malas mengurusi cewek yang sok jaim.

Sebagai cowok normal, saya menyukai cewek. Tapi cewek yang tidak sok jaim! Jika saya menemukan cewek yang asyik, dan kami telah berkomunikasi dengan baik serta akrab, lalu saya mencoba meminta nomor ponselnya tapi tidak diberi (apa pun alasannya), maka saya TIDAK AKAN PERNAH MENCOBA MEMINTANYA LAGI. Oh, well, hidup ini terlalu singkat untuk ngemis-ngemis nomor ponsel siapa pun!

Mungkin cewek itu tidak mau memberikan nomor ponselnya karena memang tidak mau memberikan. Mungkin pula dia ingin sok jaim dan baru akan memberikan nomor ponselnya setelah saya “ngemis-ngemis”. Apa pun kemungkinannya, yang jelas saya tidak akan buang-buang waktu untuk meminta lagi. Di dunia ini ada banyak kegiatan penting yang bisa saya lakukan, dan ngemis-ngemis nomor ponsel cewek adalah kegiatan yang tidak akan pernah saya lakukan.

Oh, well, kalian yang membaca paragraf di atas mungkin membatin, “Cowok bangsat macam apa si Hoeda Manis ini?”

Percayalah, saya cowok biasa—cowok baik-baik yang biasa—tapi tidak punya waktu mengurusi cewek sok jaim. Dan percayalah, di dunia ini ada berjuta-juta cowok lain yang seperti saya, tapi selama ini tidak tahu bagaimana cara menyatakan dan mengungkapkan semua ini kepada kalian.

Jadi, lain kali, kalau cowok gebetanmu meminta nomor ponselmu, dan kau diam-diam juga ingin ditelepon olehnya, berikan nomor ponselmu, tidak perlu sok jaim! Dan jika dia kemudian benar-benar meneleponmu, terima teleponnya dengan baik, tidak usah sok jaim! Hubungan baik dibangun dengan kejujuran, bukan dengan sok jaim-jaiman!

Akhirnya, demi para mbakyu bijaksana di dunia ini, saya berani bersumpah bahwa sikap jujur tidak akan merendahkanmu, sebagaimana sikap sok jaim tidak akan meninggikanmu. Silakan tanya pada mbakyumu!

 
;