Percik gerimis kaki kanak-kanakmu,
dingin bermain di sungai kesendirianmu.
—Sindhunata
Dunia selalu terbuka, atau terusik, karena akan selalu datang teks yang lain
dan juga berjuta-juta tulisan. Tiap tulisan adalah sebuah coretan atas selembar
kertas polos—sebuah interupsi terhadap kesatuwarnaan.
Tiap tulisan adalah sebuah kehadiran yang tak selamanya bisa diduga sebelumnya
pada sebuah dataran yang rata. Tiap tulisan bisa menghadirkan makna yang tak bisa sepenuhnya diringkus dalam sebuah desain. Singkatnya, (saya kutip dari sebuah buku) tiap tulisan adalah perlawanan terhadap arsitektur. Tiap tulisan adalah ribuan
subversi terhadap panorama yang mengklaim diri sempurna.
—Goenawan Mohamad
Pada dasarnya setiap orang cukup mengetahui bahwa dia manusia yang unik,
hanya ada satu kali di dunia. Dan dengan kesempatan yang luar biasa pun
sekeping keragaman dalam kesatuan yang sangat indah ini
dirinya tidak akan dirakit kembali untuk yang kedua.
—Friedrich Nietszche
Aku gembira akan kehidupan ini—setiap detik kehidupan yang kujalani.
Kehidupan bukanlah nyala lilin yang singkat bagiku.
Kehidupan adalah semacam obor yang menyala, yang harus kupegang
untuk saat ini, dan aku ingin membuatnya terbakar seterang mungkin
sebelum menyerahkannya kepada generasi yang akan datang.
—George Bernard Shaw
dingin bermain di sungai kesendirianmu.
—Sindhunata
Dunia selalu terbuka, atau terusik, karena akan selalu datang teks yang lain
dan juga berjuta-juta tulisan. Tiap tulisan adalah sebuah coretan atas selembar
kertas polos—sebuah interupsi terhadap kesatuwarnaan.
Tiap tulisan adalah sebuah kehadiran yang tak selamanya bisa diduga sebelumnya
pada sebuah dataran yang rata. Tiap tulisan bisa menghadirkan makna yang tak bisa sepenuhnya diringkus dalam sebuah desain. Singkatnya, (saya kutip dari sebuah buku) tiap tulisan adalah perlawanan terhadap arsitektur. Tiap tulisan adalah ribuan
subversi terhadap panorama yang mengklaim diri sempurna.
—Goenawan Mohamad
Pada dasarnya setiap orang cukup mengetahui bahwa dia manusia yang unik,
hanya ada satu kali di dunia. Dan dengan kesempatan yang luar biasa pun
sekeping keragaman dalam kesatuan yang sangat indah ini
dirinya tidak akan dirakit kembali untuk yang kedua.
—Friedrich Nietszche
Aku gembira akan kehidupan ini—setiap detik kehidupan yang kujalani.
Kehidupan bukanlah nyala lilin yang singkat bagiku.
Kehidupan adalah semacam obor yang menyala, yang harus kupegang
untuk saat ini, dan aku ingin membuatnya terbakar seterang mungkin
sebelum menyerahkannya kepada generasi yang akan datang.
—George Bernard Shaw
Hari ini, satu bulan yang lalu, saya berulang tahun. Tapi saya baru menuliskannya sekarang karena… saya lupa! Bukan lupa pada tanggal ultah saya sendiri, tapi lupa untuk menuliskannya. Nah, sekarang, saya pikir, saya perlu menuliskannya di blog ini, sekalian untuk mohon doa restu dari teman-teman semua.
(Mohon doa restu…??? Emang kamu mau kawin, pal?).
Bukan, bukan! Saya belum mau kawin, saya belum siap membuat cewek-cewek patah hati. Haiyaaahhh…!!!
Well, begini. Setiap kali berulang tahun, saya tuh selalu menargetkan beberapa hal yang akan saya kejar dalam satu tahun mendatang, sampai di hari ultah tahun berikutnya. Biasanya, orang-orang melakukan hal semacam ini pada waktu tahun baru—lazimnya disebut resolusi. Namun saya lebih suka melakukannya pada waktu hari ultah. Jadi semacam kado untuk diri sendiri, gitu. Dan selama ini saya bersyukur karena cukup berhasil mengejar impian yang saya targetkan.
Nah, sejujurnya saya termasuk orang ambisius. Jadi, target yang saya kejar setiap tahunnya sering kali lebih besar dibanding target yang saya kejar di tahun sebelumnya. Well, ini semacam tantangan bagi diri sendiri, dan saya menyukai permainan ini. Jadi, di tahun ini, saya mengejar target yang lebih besar dibanding tahun-tahun lalu, dan target tahun ini merupakan yang paling sulit dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Target yang ingin saya kejar di tahun ini adalah menyelesaikan naskah buku paling besar sekaligus paling berat. Proyek penulisan buku ini sebenarnya sudah saya mulai sejak setahun kemarin. Namun, karena pengerjaannya amat sulit, dan juga jumlah halaman naskahnya yang sangat tebal, prosesnya pun membutuhkan waktu yang sangat lama—dan saya ingin menyelesaikannya dalam tahun ini.
Apa sih buku itu? Saya belum bisa menceritakannya, namun yang jelas inilah buku paling lama sekaligus paling sulit dalam proses pengerjaannya. Sedikit bocoran, saat ini saya sedang melacak dan menelusuri apa saja yang terjadi pada satu juta tahun Sebelum Masehi. Nah, bayangkan sendiri buku apa yang sedang saya garap ini.
Jika rencana saya terealisasi, naskah buku tersebut tebalnya akan sekitar 1000 (seribu) halaman, dan pengerjaannya mengharuskan saya membaca, mempelajari, serta meriset ribuan data, juga menyetubuhi buku tak terhitung banyaknya.
Karena proses pengerjaannya membutuhkan kecermatan, kedalaman, kesabaran, sekaligus waktu yang amat panjang, maka upaya menyelesaikannya adalah tantangan yang amat besar, dan sejujurnya saya merasa “panas dingin” karena khawatir kalau tidak bisa menyelesaikannya dalam waktu setahun ini sebagaimana saya inginkan. Karenanya pula, kelak setelah naskah ini terbit menjadi buku, saya mengimpikan buku tersebut menjadi warisan penting saya untuk dunia. #pengin lebay.
Di antara semua buku yang pernah saya tulis, naskah buku inilah yang terasa paling berat pengerjaannya—dan sudah membuat saya stres juga frustrasi, hingga berkali-kali berniat membatalkannya. Namun, setiap kali ingin menyerah, saya teringat ucapan filsuf Plato, “Semua karya besar selalu dikerjakan dengan rasa bosan, tertekan, dan frustrasi.”
Tentu saja saya bukan Plato atau sekaliber Plato. (Memangnya saya ini siapa???). Tetapi, melalui ucapan Plato itulah saya dapat terus memotivasi dan menguatkan diri untuk terus menyelesaikan proyek naskah ini. Setiap kali rasa bosan dan frustrasi menyerang, saya mengingatkan diri bahwa ini akan menjadi karya terbesar saya—dan saya pun bisa bersemangat kembali.
Jadi, kawan-kawan, melalui post ini, saya mengharapkan doa restu dari kalian semua, agar saya bisa menyelesaikan pengerjaan naskah yang berat ini—dan itu artinya saya selalu dalam keadaan sehat, memiliki waktu yang cukup, sehingga tetap dapat menjumpai kalian di blog ini. Betapa pun juga, saya tetap ingin dapat menulis untuk blog ini, meski saya juga mengejar penulisan naskah berat sebagaimana yang saya ceritakan di atas.
Saya juga merasa perlu memberitahukan hal ini sekarang, karena jika sewaktu-waktu saya mengalami “hang” dan tidak bisa menulis post untuk blog selama beberapa waktu, mohon kalian tidak berdemo seperti setahun lalu. Intinya, saya akan berusaha untuk tetap dapat menulis post secara rutin seperti biasa, namun jika terpaksa absen, saya harap kalian dapat memaklumi. Oke, ya?
(Nah, kalau pengerjaan naskah itu sudah selesai, kamu mau ngapain lagi, pal?).
Kalau Mei tahun depan naskah di atas sudah selesai, dan saya bisa membuat target baru di ultah mendatang, tentu saja saya ingin membuat target baru yang lebih besar lagi. Yaitu serius nyari pacar dan… kawin! Huhuhu…
Makanya, “Mohon doa restu.” :D