Post mengenai keluhan plagiasi di dunia blog, saya baca pertama kali di blognya Desfirawita (Wiwit). Di post terbarunya kemarin, dia mengeluhkan posting-postingnya yang dibajak semena-mena oleh orang lain, dan kemudian diposting di blognya sendiri dan diakui sebagai karyanya. Karena jengkel atas ulah si pembajak, Wiwit pun memposting link si pembajak secara terang-terangan di blognya.
Seiring dengan posting Wiwit yang marah atas pembajakan itu, ternyata ada blogger lain yang mengalami hal serupa. Enno, salah satu blogger yang memiliki banyak pembaca fanatik, ngamuk-ngamuk karena tulisan-tulisannya di blog dibajak oleh beberapa blogger lain, dan diakui sebagai karyanya sendiri. Karena murka, dia pun menulis post yang secara khusus ditujukan kepada para pembajak karya-karyanya.
Gita, blogger yang juga editor di GagasMedia, juga mengalami hal serupa. Dia marah-marah karena puisi-puisi yang ia tulis di blog dicuri orang lain, dan kemudian diakui sebagai karyanya sendiri. Ironisnya, ketika Gita mencoba menghubungi si pencuri, orang itu malah menjawab dengan nada meremehkan, “Yaelah, puisi kayak gitu aja diributin!” Tentu saja Gita ngamuk-ngamuk, dan demi Tuhan saya memaklumi kalau dia ngamuk-ngamuk.
Blog Itik Bali juga tak luput dari aksi pencurian seperti di atas. Seorang blogger newbie meng-copas mentah-mentah posting di blog Itik Bali, dan kemudian mempostingnya di blognya sendiri. Mungkin blogger itu tidak sadar kalau post yang dicurinya itu mudah terdeteksi karena berasal dari blog terkenal. Gilanya, seluruh materi blog si newbie ini berasal dari copy-paste semua. Satu pun tidak ada post yang orisinal di blognya.
Yang membuat saya ikutan jengkel, post dari blog Itik Bali yang di-copas mentah-mentah itu adalah post yang di dalamnya ada nama saya! Akibatnya, muncul kesan seolah-olah saya adalah sohib si blogger-tolol-tukang-copas! *LOL campur dongkol*
Selain empat blogger di atas, daftar ini masih bisa diperpanjang dengan nama-nama blogger lain yang juga mengalami masalah serupa—tulisan mereka dicuri atau dibajak atau diplagiat orang lain, kemudian diposting di blog si pencuri, dan diakui sebagai karyanya sendiri.
Nah, setelah mendapati banyaknya kasus pencurian, plagiasi, dan pembajakan itu, saya mulai curiga, jangan-jangan saya pun mengalami hal sama. Maka saya pun mulai melacaknya, dan… taraaaaa!
Setelah semalam suntuk menghadapi komputer, saya mendapati empat belas blog yang ternyata telah mengambil tulisan-tulisan saya di blog ini. Ada yang telah mengambilnya sejak setahun lalu, ada pula yang baru kemarin-kemarin. (Itu yang baru saya temukan. Bisa jadi ada blog-blog lain yang belum saya temukan—hanya Tuhan dan pemiliknya yang tahu). Di antara 14 blog itu, 2 blog sudah tidak aktif, tapi 12 lainnya masih aktif hingga hari ini.
Sebenarnya, di luar 14 blog tersebut, ada blog-blog lain yang juga memposting tulisan-tulisan saya, tapi saya tidak mempermasalahkan, karena mereka menyertakan keterangan bahwa tulisan itu bersumber dari blog saya, meski mereka tidak menyertakan link atau minta izin.
Saya shock. Lebih shock lagi ketika saya juga mendapati bahwa ternyata di Facebook ada sebuah group/forum yang isinya membahas tulisan-tulisan saya yang dulu saya posting di blog Arus Minor.
Oke, biar jelas, saya ceritakan satu per satu.
Pertama soal plagiasi atas tulisan-tulisan saya di empat belas blog di atas. Saya sudah menghubungi masing-masing orang yang bertanggung jawab atas blog itu, dan meminta mereka untuk secepatnya menghapus tulisan-tulisan saya dari blog mereka.
Jika permintaan saya ditanggapi dengan positif, maka saya akan menghentikan urusan ini sampai di sini. Tapi jika hingga batas waktu yang saya tetapkan mereka tidak mau mengindahkan permintaan tersebut, maka saya akan membukakannya satu per satu di sini, agar ribuan pembaca blog ini mengetahuinya.
Omong-omong, sebagian besar materi yang ada di blog ini kelak akan diterbitkan menjadi buku. Karenanya, siapa pun yang mengambil tulisan di blog ini secara tidak sah, maka urusannya kelak tidak hanya dengan saya pribadi, tapi juga dengan penerbit sebagai lembaga.
Buku Inner Wisdom, yang sampulnya bisa kalian lihat di side bar blog ini, adalah buku pertama yang seluruh materinya berisi tulisan di blog ini. Dan hal itu akan terus dilakukan di masa mendatang. Artinya, pelan namun pasti tulisan-tulisan di blog ini akan dikumpulkan untuk diterbitkan. Setelah itu terjadi, maka penerbit saya (sebagai lembaga) dapat menuntut siapa pun yang telah mengambil tulisan di blog ini, dan dapat memperkarakannya ke pengadilan.
Jika ini terdengar main-main, sekarang perhatikan fakta berikut ini.
Tujuh bulan yang lalu, seorang penulis dan sebuah penerbit di Yogya mengalami masalah plagiasi, dan akhirnya membayar tuntutan sebesar Rp. 500.000.000,- (setengah milyar rupiah).
Perkara ini dimulai dengan penerbit A yang menerbitkan sebuah novel berjudul X. Enam bulan sebelumnya, ada penerbit lain (Penerbit B) yang menerbitkan novel berjudul Z. [Saya merahasiakan identitas mereka atas alasan etika].
Nah, ketika novel X di atas terbit, Penerbit B menemukan bahwa ada satu paragraf (saya ulangi, satu paragraf!) di dalam novel itu, yang sama dengan paragraf di novel Z. Penerbit B tidak terima, karena menganggap penulis novel X menjiplak paragraf di novel Z, lalu mereka pun melayangkan tuntutan ke penerbit A, sekaligus ke pihak penulisnya.
Coba lihat. Hanya satu paragraf yang sama, dan itu sudah dapat dijadikan sebagai dasar penuntutan. Sekarang lihat kelanjutannya.
Ketika Penerbit A mendapatkan somasi dari penerbit B, Penerbit A mencoba mengelak dan menyatakan bahwa kesamaan paragraf itu kemungkinan besar hanya kebetulan. Urusan itu pun jadi panas. Penerbit B meradang dan akan membawa masalah itu secara hukum ke pengadilan, dan menuntut Penerbit A sebanyak satu milyar.
Akhirnya, kedua belah pihak sepakat untuk mendatangkan saksi ahli, dan menyelesaikan masalah itu secara kekeluargaan. Berdasarkan penilaian para saksi ahli, kesamaan paragraf dalam novel X itu memang plagiasi/jiplakan atas paragraf yang ada di dalam novel Z. Atas hal tersebut, maka Penerbit A diminta untuk menarik dan memusnahkan semua novel X, sekaligus membayar denda sejumlah setengah milyar rupiah (separuh dari jumlah tuntutan semula) kepada penerbit B.
See…? Hanya menjiplak satu paragraf, dan hasilnya adalah denda sebesar setengah milyar rupiah! Itu jumlah yang tidak sedikit, bahkan bagi seorang jutawan sekalipun!
Urusan plagiasi bukan urusan main-main, termasuk plagiasi di blog dan internet. Kalau kau punya gelar profesor, atau doktor, atau sarjana sekalipun, gelarmu akan dicopot begitu ketahuan melakukan praktik plagiasi. Artinya, plagiasi adalah pekerjaan yang benar-benar “dikutuk” dan tak terampuni.
Oke, memang ada orang yang melakukan plagiasi dan sekarang menjadi menteri. Tapi siapa yang bisa menjamin kau melakukan plagiasi hari ini, dan tahun depan diangkat jadi menteri? Kalau Indonesia hari ini adalah negara yang bobrok, sehingga orang yang jelas-jelas tertangkap melakukan plagiasi tetap diangkat menjadi menteri, saya tidak yakin kebobrokan itu akan berlangsung selamanya. Cepat atau lambat, bau busuk bangkai akan tercium, dan orang akan membuangnya.
Tulisan adalah anak-anak jiwa penulisnya. Karenanya, siapa pun yang menyatakan bahwa plagiasi atau penjiplakan sebagai hal yang “lumrah atau wajar-wajar saja”, maka bayangkanlah jika anak-anakmu diculik orang lain, dan kemudian diakui sebagai anaknya sendiri.
Sekali lagi, plagiasi bukan urusan main-main. Kaulakukan hal ini, dan kau akan menghadapi masalah. Plagiasi adalah kejahatan, karena ia bagian dari pencurian atau perampokan. Sebagaimana pencurian dan perampokan benda-benda fisik, pencurian dan perampokan intelektual (tulisan) juga dapat dituntut secara hukum.
Ehmmm…
Sekarang kita bahas soal kedua, yakni soal forum/group di Facebook yang membahas tulisan-tulisan saya di blog Arus Minor. Saya perlu menuliskan hal ini sebagai klarifikasi kepada siapa pun yang selama ini telah “tertipu” dan menyangka saya admin forum/group di Facebook tersebut.
Lima tahun yang lalu, pada 2006, saya membuat blog bernama Arus Minor. Di dalam blog itu, saya menuliskan pemikiran-pemikiran saya mengenai pendidikan, psikologi, teologi, filsafat, juga hal-hal lain yang saya minati. Itu blog private, jadi hanya dapat diakses oleh orang-orang yang memang saya undang.
Di blog tersebut, saya berdiskusi dengan seratus orang (jumlah maksimal yang diizinkan Blogger) tentang banyak hal yang saya tuliskan. Blog itu sengaja tidak saya buka secara umum, karena materi postingnya yang cenderung kontroversial.
Lama-lama, blog yang tertutup itu mulai terkenal dan menjadi pembicaraan banyak orang. Saya pun mendapat permintaan dari banyak orang yang ingin bisa mengakses blog tersebut. Yang jadi masalah, jumlah pengakses blog itu sudah maksimal, dan saya tidak bisa menambah orang lagi. Akhirnya, daripada merasa tidak enak, blog itu pun saya tutup, dan tidak bisa diakses siapa pun lagi. (Penjelasan selebihnya bisa dibaca di sini dan di sini).
Nah, ternyata, tulisan-tulisan yang dulu saya posting di blog Arus Minor tersebut sekarang telah “dipindahkan” ke sebuah forum di Facebook—tanpa sepengetahuan saya. Hal itu rupanya telah berjalan hampir satu tahun ini, dan orang-orang yang ikut bergabung ke dalam forum itu menyangka kalau sayalah admin group/forum itu.
Kemarin, ketika saya berhasil masuk ke forum itu melalui tracking, saya mendapati ada 64 (enam puluh empat) tulisan saya yang telah didiskusikan di sana—tanpa saya tahu!
Cukup mudah melacak siapa orang yang telah melakukan hal itu, dan saya pun telah menghubungi pelakunya untuk segera menutup dan menghapus group/forum tersebut.
Jadi, kawan-kawan, melalui post ini saya ingin mengklarifikasi bahwa saya bukan admin group itu, dan saya juga tidak punya sangkut-paut dengan group tersebut, meski tulisan-tulisan yang diposting dan didiskusikan di sana adalah tulisan-tulisan saya. Selain itu, saya juga ingin mengklarifikasi sekaligus menegaskan bahwa apa pun yang menggunakan nama saya di Facebook bukan dibuat oleh saya—entah akun, forum, group, ataupun lainnya.
Sampai saya menulis catatan ini, saya tidak punya akun atau apa pun di Facebook. Kelak, jika saya memang telah membuat akun di Facebook, saya akan memberitahukan hal itu secara resmi di sini.
Terakhir, kepada siapa pun yang telah melakukan plagiasi—baik atas tulisan-tulisan saya maupun tulisan orang lain—saya ingin mengingatkan hal penting ini, “Berhentilah menjadi orang lain, dan mulailah menjadi dirimu sendiri.”
Seiring dengan posting Wiwit yang marah atas pembajakan itu, ternyata ada blogger lain yang mengalami hal serupa. Enno, salah satu blogger yang memiliki banyak pembaca fanatik, ngamuk-ngamuk karena tulisan-tulisannya di blog dibajak oleh beberapa blogger lain, dan diakui sebagai karyanya sendiri. Karena murka, dia pun menulis post yang secara khusus ditujukan kepada para pembajak karya-karyanya.
Gita, blogger yang juga editor di GagasMedia, juga mengalami hal serupa. Dia marah-marah karena puisi-puisi yang ia tulis di blog dicuri orang lain, dan kemudian diakui sebagai karyanya sendiri. Ironisnya, ketika Gita mencoba menghubungi si pencuri, orang itu malah menjawab dengan nada meremehkan, “Yaelah, puisi kayak gitu aja diributin!” Tentu saja Gita ngamuk-ngamuk, dan demi Tuhan saya memaklumi kalau dia ngamuk-ngamuk.
Blog Itik Bali juga tak luput dari aksi pencurian seperti di atas. Seorang blogger newbie meng-copas mentah-mentah posting di blog Itik Bali, dan kemudian mempostingnya di blognya sendiri. Mungkin blogger itu tidak sadar kalau post yang dicurinya itu mudah terdeteksi karena berasal dari blog terkenal. Gilanya, seluruh materi blog si newbie ini berasal dari copy-paste semua. Satu pun tidak ada post yang orisinal di blognya.
Yang membuat saya ikutan jengkel, post dari blog Itik Bali yang di-copas mentah-mentah itu adalah post yang di dalamnya ada nama saya! Akibatnya, muncul kesan seolah-olah saya adalah sohib si blogger-tolol-tukang-copas! *LOL campur dongkol*
Selain empat blogger di atas, daftar ini masih bisa diperpanjang dengan nama-nama blogger lain yang juga mengalami masalah serupa—tulisan mereka dicuri atau dibajak atau diplagiat orang lain, kemudian diposting di blog si pencuri, dan diakui sebagai karyanya sendiri.
Nah, setelah mendapati banyaknya kasus pencurian, plagiasi, dan pembajakan itu, saya mulai curiga, jangan-jangan saya pun mengalami hal sama. Maka saya pun mulai melacaknya, dan… taraaaaa!
Setelah semalam suntuk menghadapi komputer, saya mendapati empat belas blog yang ternyata telah mengambil tulisan-tulisan saya di blog ini. Ada yang telah mengambilnya sejak setahun lalu, ada pula yang baru kemarin-kemarin. (Itu yang baru saya temukan. Bisa jadi ada blog-blog lain yang belum saya temukan—hanya Tuhan dan pemiliknya yang tahu). Di antara 14 blog itu, 2 blog sudah tidak aktif, tapi 12 lainnya masih aktif hingga hari ini.
Sebenarnya, di luar 14 blog tersebut, ada blog-blog lain yang juga memposting tulisan-tulisan saya, tapi saya tidak mempermasalahkan, karena mereka menyertakan keterangan bahwa tulisan itu bersumber dari blog saya, meski mereka tidak menyertakan link atau minta izin.
Saya shock. Lebih shock lagi ketika saya juga mendapati bahwa ternyata di Facebook ada sebuah group/forum yang isinya membahas tulisan-tulisan saya yang dulu saya posting di blog Arus Minor.
Oke, biar jelas, saya ceritakan satu per satu.
Pertama soal plagiasi atas tulisan-tulisan saya di empat belas blog di atas. Saya sudah menghubungi masing-masing orang yang bertanggung jawab atas blog itu, dan meminta mereka untuk secepatnya menghapus tulisan-tulisan saya dari blog mereka.
Jika permintaan saya ditanggapi dengan positif, maka saya akan menghentikan urusan ini sampai di sini. Tapi jika hingga batas waktu yang saya tetapkan mereka tidak mau mengindahkan permintaan tersebut, maka saya akan membukakannya satu per satu di sini, agar ribuan pembaca blog ini mengetahuinya.
Omong-omong, sebagian besar materi yang ada di blog ini kelak akan diterbitkan menjadi buku. Karenanya, siapa pun yang mengambil tulisan di blog ini secara tidak sah, maka urusannya kelak tidak hanya dengan saya pribadi, tapi juga dengan penerbit sebagai lembaga.
Buku Inner Wisdom, yang sampulnya bisa kalian lihat di side bar blog ini, adalah buku pertama yang seluruh materinya berisi tulisan di blog ini. Dan hal itu akan terus dilakukan di masa mendatang. Artinya, pelan namun pasti tulisan-tulisan di blog ini akan dikumpulkan untuk diterbitkan. Setelah itu terjadi, maka penerbit saya (sebagai lembaga) dapat menuntut siapa pun yang telah mengambil tulisan di blog ini, dan dapat memperkarakannya ke pengadilan.
Jika ini terdengar main-main, sekarang perhatikan fakta berikut ini.
Tujuh bulan yang lalu, seorang penulis dan sebuah penerbit di Yogya mengalami masalah plagiasi, dan akhirnya membayar tuntutan sebesar Rp. 500.000.000,- (setengah milyar rupiah).
Perkara ini dimulai dengan penerbit A yang menerbitkan sebuah novel berjudul X. Enam bulan sebelumnya, ada penerbit lain (Penerbit B) yang menerbitkan novel berjudul Z. [Saya merahasiakan identitas mereka atas alasan etika].
Nah, ketika novel X di atas terbit, Penerbit B menemukan bahwa ada satu paragraf (saya ulangi, satu paragraf!) di dalam novel itu, yang sama dengan paragraf di novel Z. Penerbit B tidak terima, karena menganggap penulis novel X menjiplak paragraf di novel Z, lalu mereka pun melayangkan tuntutan ke penerbit A, sekaligus ke pihak penulisnya.
Coba lihat. Hanya satu paragraf yang sama, dan itu sudah dapat dijadikan sebagai dasar penuntutan. Sekarang lihat kelanjutannya.
Ketika Penerbit A mendapatkan somasi dari penerbit B, Penerbit A mencoba mengelak dan menyatakan bahwa kesamaan paragraf itu kemungkinan besar hanya kebetulan. Urusan itu pun jadi panas. Penerbit B meradang dan akan membawa masalah itu secara hukum ke pengadilan, dan menuntut Penerbit A sebanyak satu milyar.
Akhirnya, kedua belah pihak sepakat untuk mendatangkan saksi ahli, dan menyelesaikan masalah itu secara kekeluargaan. Berdasarkan penilaian para saksi ahli, kesamaan paragraf dalam novel X itu memang plagiasi/jiplakan atas paragraf yang ada di dalam novel Z. Atas hal tersebut, maka Penerbit A diminta untuk menarik dan memusnahkan semua novel X, sekaligus membayar denda sejumlah setengah milyar rupiah (separuh dari jumlah tuntutan semula) kepada penerbit B.
See…? Hanya menjiplak satu paragraf, dan hasilnya adalah denda sebesar setengah milyar rupiah! Itu jumlah yang tidak sedikit, bahkan bagi seorang jutawan sekalipun!
Urusan plagiasi bukan urusan main-main, termasuk plagiasi di blog dan internet. Kalau kau punya gelar profesor, atau doktor, atau sarjana sekalipun, gelarmu akan dicopot begitu ketahuan melakukan praktik plagiasi. Artinya, plagiasi adalah pekerjaan yang benar-benar “dikutuk” dan tak terampuni.
Oke, memang ada orang yang melakukan plagiasi dan sekarang menjadi menteri. Tapi siapa yang bisa menjamin kau melakukan plagiasi hari ini, dan tahun depan diangkat jadi menteri? Kalau Indonesia hari ini adalah negara yang bobrok, sehingga orang yang jelas-jelas tertangkap melakukan plagiasi tetap diangkat menjadi menteri, saya tidak yakin kebobrokan itu akan berlangsung selamanya. Cepat atau lambat, bau busuk bangkai akan tercium, dan orang akan membuangnya.
Tulisan adalah anak-anak jiwa penulisnya. Karenanya, siapa pun yang menyatakan bahwa plagiasi atau penjiplakan sebagai hal yang “lumrah atau wajar-wajar saja”, maka bayangkanlah jika anak-anakmu diculik orang lain, dan kemudian diakui sebagai anaknya sendiri.
Sekali lagi, plagiasi bukan urusan main-main. Kaulakukan hal ini, dan kau akan menghadapi masalah. Plagiasi adalah kejahatan, karena ia bagian dari pencurian atau perampokan. Sebagaimana pencurian dan perampokan benda-benda fisik, pencurian dan perampokan intelektual (tulisan) juga dapat dituntut secara hukum.
Ehmmm…
Sekarang kita bahas soal kedua, yakni soal forum/group di Facebook yang membahas tulisan-tulisan saya di blog Arus Minor. Saya perlu menuliskan hal ini sebagai klarifikasi kepada siapa pun yang selama ini telah “tertipu” dan menyangka saya admin forum/group di Facebook tersebut.
Lima tahun yang lalu, pada 2006, saya membuat blog bernama Arus Minor. Di dalam blog itu, saya menuliskan pemikiran-pemikiran saya mengenai pendidikan, psikologi, teologi, filsafat, juga hal-hal lain yang saya minati. Itu blog private, jadi hanya dapat diakses oleh orang-orang yang memang saya undang.
Di blog tersebut, saya berdiskusi dengan seratus orang (jumlah maksimal yang diizinkan Blogger) tentang banyak hal yang saya tuliskan. Blog itu sengaja tidak saya buka secara umum, karena materi postingnya yang cenderung kontroversial.
Lama-lama, blog yang tertutup itu mulai terkenal dan menjadi pembicaraan banyak orang. Saya pun mendapat permintaan dari banyak orang yang ingin bisa mengakses blog tersebut. Yang jadi masalah, jumlah pengakses blog itu sudah maksimal, dan saya tidak bisa menambah orang lagi. Akhirnya, daripada merasa tidak enak, blog itu pun saya tutup, dan tidak bisa diakses siapa pun lagi. (Penjelasan selebihnya bisa dibaca di sini dan di sini).
Nah, ternyata, tulisan-tulisan yang dulu saya posting di blog Arus Minor tersebut sekarang telah “dipindahkan” ke sebuah forum di Facebook—tanpa sepengetahuan saya. Hal itu rupanya telah berjalan hampir satu tahun ini, dan orang-orang yang ikut bergabung ke dalam forum itu menyangka kalau sayalah admin group/forum itu.
Kemarin, ketika saya berhasil masuk ke forum itu melalui tracking, saya mendapati ada 64 (enam puluh empat) tulisan saya yang telah didiskusikan di sana—tanpa saya tahu!
Cukup mudah melacak siapa orang yang telah melakukan hal itu, dan saya pun telah menghubungi pelakunya untuk segera menutup dan menghapus group/forum tersebut.
Jadi, kawan-kawan, melalui post ini saya ingin mengklarifikasi bahwa saya bukan admin group itu, dan saya juga tidak punya sangkut-paut dengan group tersebut, meski tulisan-tulisan yang diposting dan didiskusikan di sana adalah tulisan-tulisan saya. Selain itu, saya juga ingin mengklarifikasi sekaligus menegaskan bahwa apa pun yang menggunakan nama saya di Facebook bukan dibuat oleh saya—entah akun, forum, group, ataupun lainnya.
Sampai saya menulis catatan ini, saya tidak punya akun atau apa pun di Facebook. Kelak, jika saya memang telah membuat akun di Facebook, saya akan memberitahukan hal itu secara resmi di sini.
Terakhir, kepada siapa pun yang telah melakukan plagiasi—baik atas tulisan-tulisan saya maupun tulisan orang lain—saya ingin mengingatkan hal penting ini, “Berhentilah menjadi orang lain, dan mulailah menjadi dirimu sendiri.”