Seorang gila berbicara sendiri di trotoar, suatu malam yang larut. Pakaiannya compang-camping, dan di pundaknya terdapat sebuah gembolan entah berisi apa. Dia menggerak-gerakkan tubuh dengan ringan, sambil berceloteh sendiri dengan wajah datar.
“Sudah diukur?” ocehnya entah pada siapa. Kemudian, dengan nada yang lebih riang, dia melanjutkan, “Ayo diukur. Diukur, diukur, diukur. Hahaha... sudah diukur? Ayo diukur. Diukur, diukur, diukur. Hahaha... sudah diukur? Ukur... ukur... ukur...”
Lalu dia berjoget di trotoar.
“Ukur... oh, oh, ukur... ukur... ukur...”
Terus berjoget.
“Ukur... oh, oh, ukur... ukur... ukur... oh, oh.”
Beberapa saat kemudian, dia menghentikan gerak joget, dan menepuk jidat sambil berkata, “Aku ini ukur yang tak pernah diukur.”
....
....
Saya melihat dan memperhatikan tanpa sengaja saat melewatinya. Sesampai di rumah, saya terngiang kalimatnya, “Aku ini ukur yang tak pernah diukur.”