Memang, orang paling kaya di dunia
bukan yang memiliki paling banyak, tapi
yang tak khawatir kehilangan apa pun.
—@noffret
bukan yang memiliki paling banyak, tapi
yang tak khawatir kehilangan apa pun.
—@noffret
Tentu banyak orang yang ingin bisa mendapatkan uang 1 juta dollar. Yang masih jadi masalah, bagaimana caranya?
Ada cara yang sangat mudah untuk bisa mendapatkan uang sejumlah itu. Sebegitu mudah, hingga siapa pun bisa melakukan, dan dijamin bisa mendapatkan uang 1 juta dollar. Caranya... pergilah ke Zimbabwe!
Di Zimbabwe, rata-rata karyawan memiliki gaji 3 juta triliun per bulan. Saya ulangi, 3 juta triliun per bulan! Jadi, kalau cuma untuk mendapatkan 1 juta dollar, itu sangat mudah. Tapi ingat, dollar yang dimaksud di sini bukan dollar US, melainkan dollar Zimbabwe. Apakah beda? Sangat beda! Karena 1 dollar US setara 35 ribu triliun dollar Zimbabwe. Jika ditulis dengan angka lengkap, 1 dollar US = 35.000.000.000.000.000 dollar Zimbabwe.
Zimbabwe adalah negara yang ada di Benua Afrika. Sejak 2008, negara ini mengalami krisis parah, hingga menyebabkan hiperinflasi. Pada tahun itu, inflasi yang terjadi di Zimbabwe mencapai 2,2 juta persen. Nilai tukar mata uang mereka merosot drastis, sehingga harga-harga barang kebutuhan pokok meningkat secepat kilat. Selama masa-masa itu, harga-harga barang naik dua kali lipat setiap 25 jam. Sebagai ilustrasi, jika saat ini segelas minuman seharga 2.500, besok akan menjadi 5.000, dan seminggu kemudian menjadi 320.000.
Seiring bertambahnya waktu, kondisi yang terjadi semakin buruk. Inflasi makin menggila, sehingga perubahan (kenaikan) harga tidak terjadi dalam waktu hari atau jam, tapi menit bahkan detik! Setiap beberapa menit, para pramuniaga di swalayan dan toko-toko di sana terus mengubah label-label harga barang, karena harga-harga memang terus berubah seiring meningkatnya inflasi. Efek langsungnya, nilai mata uang terus runtuh dan makin tak berharga. Klimaksnya, bank sentral Zimbabwe menerbitkan mata uang pecahan dalam bentuk kertas, senilai 1 triliun dollar!
Oh, well, 1 triliun dollar! Kedengarannya hebat, dan luar biasa besar. Kalau saja itu dollar US, kita bisa menggunakannya untuk banyak hal, bahkan untuk anak cucu kelak. Tapi itu dollar Zimbabwe, yang bisa dibilang sama sekali tak punya nilai. Karenanya, seperti yang disebut di atas, rata-rata karyawan di Zimbabwe mendapat gaji bulanan sebesar 3 juta triliun. Sekali lagi, kedengarannya hebat, dan jumlah itu luar biasa besar. Tetapi, bahkan dengan gaji 3 juta triliun per bulan, mereka menjalani kehidupan yang bisa dibilang memprihatinkan.
Di Zimbabwe, ada makanan mirip bakso di Indonesia. Semangkuk bakso di Indonesia rata-rata seharga 10-20 ribu rupiah. Di Zimbabwe, harga semangkuk bakso mencapai 35 ribu triliun!
Mau bikin telur dadar di rumah? Di Indonesia, tentu sangat mudah sekaligus murah, karena harga telur ayam memang relatif murah. Di Zimbabwe, tiga butir telur seharga 100 miliar! Itu telur mentah. Kalau mau beli yang matang, harganya tentu lebih mahal.
Camilan atau snack juga tidak kalah “ngeri” harganya. Di Zimbabwe, untuk ngemil saja dibutuhkan uang setidaknya 200 ribu dollar. Karena harga makanan ringan rata-rata sebesar itu.
Tidak suka makanan ringan, dan lebih senang makan roti? Kalau begitu, siapkan uang 600 juta dollar! Ini serius, karena harga roti tawar—dan roti sejenis—di Zimbabwe memang rata-rata sebesar itu. Pada 2009, harta roti tawar masih di kisaran 15 juta dollar. Tapi sekarang harganya telah naik berkali-kali lipat menjadi 600 juta dollar, akibat langkanya persediaan. Omong-omong, uang sejumlah 600 juta dollar membutuhkan kantong plastik besar untuk membawanya.
Setiap hari, sebagian orang kaya di Zimbabwe datang ke pasar untuk berbelanja barang kebutuhan sehari-hari, dan mereka membawa ember atau karung atau gerobak berisi tumpukan uang. Padahal yang dibeli cuma sayuran, gandum, dan bahan makanan lain untuk makan keluarga. Karenanya, ibu rumah tangga di sana setiap hari membelanjakan triliunan dollar hanya untuk kebutuhan makan.
Jika untuk membeli barang-barang yang bisa dibilang “sepele” semacam itu saja sudah membutuhkan banyak uang yang jumlahnya huahaha, bisakah kita membayangkan sebanyak apa uang yang harus disiapkan untuk membeli mobil, misalnya? Kalau kita ingin membeli mobil di Zimbabwe, kita harus membawa truk gandeng untuk mengangkut uang dari rumah!
Jadi, rata-rata orang Zimbabwe adalah miliuner. Oh, bukan miliuner lagi, mereka bahkan triliuner, karena uang yang mereka miliki telah mencapai triliunan dollar. Karenanya, bahkan anak-anak kecil di Zimbabwe sudah biasa dengan hitung-hitungan miliaran atau triliunan, karena setiap hari mereka bersentuhan dengan nominal tersebut. Mau beli jajan, mereka menghitung sekian miliar. Mau beli mainan, mereka menghitung sekian triliun.
Kedengarannya hebat!
Sayangnya tidak!
Dalam nominal, mereka menghitung jumlah yang sangat besar. Dalam kemampuan untuk membeli, mereka menghadapi rendahnya nilai uang mereka. Di atas kertas, setiap orang di Zimbabwe memiliki uang dalam jumlah luar biasa. Dalam realitas, mereka adalah orang-orang miskin dan jelata. Zimbabwe adalah contoh sempurna yang menjadi ilustrasi bahwa kekayaan tidak bisa didasarkan dan disandarkan pada mata uang!
Bahkan, yang lebih mengerikan, Zimbabwe tidak hanya menghadapi kriris ekonomi yang menyebabkan runtuhnya nilai mata uang mereka, tapi juga menghadapi masalah lain, yaitu kelangkaan barang. Akibatnya, daya beli semakin turun akibat harga-harga semakin naik, dan barang yang dibutuhkan juga sulit didapat. Hasilnya, harga semakin tak terkendali, dan nasib manusia di sana sampai di titik nadir.
Menghadapi keadaan yang sangat rumit itu, pemerintah Zimbabwe pun memutuskan untuk menarik mata uang dollar Zimbabwe, dan melakukan redenominasi. Mata uang dollar Zimbabwe dihapus, dan diganti mata uang dollar US. Karenanya, masyarakat di sana lalu berdatangan ke bank untuk menukarkan uang milik mereka. Perhitungannya, untuk setiap 1 dollar US ditukar 35 ribu triliun dollar Zimbabwe. Jadi, masyarakat Zimbabwe datang ke bank dengan membawa gerobak atau pikap untuk mengangkut tumpukan uang mereka, lalu ditukar selembar atau beberapa lembar uang dollar US.
Sampai di sini, masih adakah yang tertarik untuk datang ke Zimbabwe, demi bisa mendapatkan 1 juta dollar? Kemungkinan besar tidak ada. Karena, buat apa memiliki 1 juta dollar, kalau uang sejumlah itu sama sekali tak berharga? Buat apa memiliki uang—yang secara nominal—sangat banyak, tapi tidak bisa dimanfaatkan?
Uang adalah satu hal, tapi nilai uang adalah hal lain. Memiliki uang adalah satu hal, tapi kemampuan menggunakannya adalah hal lain. Memiliki uang banyak tidak otomatis menjadikan kita kaya, sebagaimana memiliki uang sekadarnya tidak menjadikan kita miskin. Tergantung di mana kita tinggal. Tergantung seberapa besar kebutuhan dan keinginan. Dan, akhirnya, tergantung bagaimana diri kita.
Kita yang tinggal di Indonesia mungkin tidak mengalami masalah separah orang-orang di Zimbabwe. Tetapi kita juga menghadapi masalah sendiri, terkait berapa uang yang kita miliki. Dalam hal itu, kaya dan miskin tidak bisa lagi didasarkan pada kepemilikan uang semata, melainkan lebih pada besarnya kebutuhan dan keinginan, serta kemampuan orang per orang dalam mengelola uangnya.
Orang yang memiliki penghasilan 100 juta per bulan mungkin miskin, karena kebutuhannya mencapai 200 juta per bulan. Sementara orang yang hanya bergaji 10 juta per bulan mungkin kaya, karena kebutuhannya hanya 4 juta per bulan. Nominal uang tidak selalu berbanding lurus dengan kaya dan miskin, karena itu hanya sebatas nominal. Karenanya, kaya dan miskin tidak bisa didasarkan pada uang semata, melainkan yang ada di dalam diri kita.
Seperti orang-orang di Zimbabwe. Rata-rata mereka adalah miliuner, bahkan triliuner. Tapi apakah mereka kaya? Kita meragukan. Kemungkinan besar, rata-rata mereka merasa miskin. Karena meski memiliki banyak uang, harga-harga di sana juga luar biasa mahal. Selain sangat mahal, persediaan barang di sana juga sulit didapatkan. Kenyataannya, Zimbabwe termasuk negara miskin, meski rata-rata warganya memiliki uang triliunan dollar.
Menyaksikan dan memikirkan semua itu, kita seperti melihat betapa rentan meletakkan kekayaan pada lembaran atau tumpukan uang. Karena sesuatu yang kita sebut “uang”—yang tiap hari kita kejar mati-matian—ternyata begitu rapuh, begitu mudah hancur, begitu gampang kehilangan nilai. Yang tampak besar hari ini, bisa kehilangan harga besok pagi. Jika kekayaan memang disandarkan pada sesuatu serapuh itu, alangkah malang kekayaan yang bisa dimiliki manusia.
Kekayaan, pada akhirnya, memang tidak bisa diletakkan di atas nominal uang, karena ia lebih terkait pada diri kita. Diri kita sendirilah yang menentukan apakah kita kaya, atau miskin. Uang hanya sarana, tapi kita yang menggunakan. Uang hanya nominal, tapi kita yang menentukan. Kita bisa menganggap diri kaya dengan uang sekadarnya, kita juga bisa menganggap diri miskin dengan uang berlimpah. Kekayaan masing-masing orang tidak bisa diukur dari berapa uangnya, melainkan bagaimana mereka menilai dan menjalani kehidupannya.
Orang yang memiliki uang 1 miliar mungkin tidak bisa tidur tenang, karena memiliki utang 10 miliar. Sementara orang yang hanya memiliki 1 juta bisa tidur nyenyak dan bermimpi indah, karena uang sejumlah itu cukup untuk menutup semua kebutuhannya.
Akhirnya, memang baik untuk memiliki banyak uang. Tetapi, sama baik pula untuk mengingat bahwa kita masih memiliki hal-hal yang tak pernah bisa dibeli dengan uang. Karena, untuk apa memiliki uang 1 juta dollar, kalau kita tidak pernah bisa menggunakan?